Faktual

Islam Melarang Mengejek dan Memaki Sesembahan Orang Lain

Baru-baru ini viral pernyataan selebritis dan host Daniel Mananta soal ada roh jahat di salib Yesus yang menuai kontroversi dari berbagai kalangan, tidak dari kalangan umat Kristen, tetapi juga muslim. Pendapat  Daniel diungkapkan sebagai bagian dari kesetujuannya dengan UAS yang kala itu mengatakan ada jin kafir dalam Salib. Daniel menyebutkan sebagai unclean spirit (roh jahat).

Entah sebagai sebuah sensasi atau memang ia sudah menyatakan ketegasan keimanan baru di tengah isu ia sedang belajar Islam. Namun, apapun alasannya setidaknya keimanan baru seseorang juga tidak bisa menjadi kesempatan untuk melecehkan keimanan yang lama. Inilah yang terjadi di kalangan muallaf seolah ia bebas mengutarakan keimanan baru dengan menjelekkan agama yang lama.

Sejatinya Islam telah memberikan ketegasan dalam persoalan larangan menjelekkan sesembahan agama lain. Dalam al-Quran ditegaskan : “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Surat al- An’am ayat 108)

Surat al-An’am 108 menegaskan bagaimana sikap Islam untuk tidak hanya menyerang secara fisik, tetapi juga menghindari serangan teologis. Islam menghendaki perdamaian dan sikap toleransi. Al-Quran secara tegas melarang umatnya untuk mencaci sembahan, termasuk dalam hal ini cara mereka menyembah.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa, “Di jaman Nabi dulu, ada seorang muslim yang mencela sesembahan orang-orang kafir, lalu celaan tadi dibalas oleh orang kafir dengan berlebihan. Mereka mengolok-olok Allah SWT dengan celaan yang amat dan tanpa didasari ilmu”.

Sayangnya, memang sudah menjadi kebiasaan ketika katanya mendapat hidayah tetapi sudah bisa menjelekkan agama lain. Masih belajar agama yang baru tetapi sudah berani menjelekkan agama tertentu. Ini menjadi persoalan serius dalam keberagamaan kita.

Karena itulah, landasan ilmu itu sangat penting dimiliki oleh setiap muslim. Nampaknya,  kita harus belajar bagaimana para penyebar Islam dahulu berhadapan dengan sistem keyakinan yang berbeda. Wali Songo, misalnya, tidak pernah melakukan hal yang buruk kepada umat agama lain, karena dalam penyebaran Islam sendiri, menghormati sejarah dan tradisi yang ada sebelum masuknya Islam.

Dahulu juga para Wali dalam menyebarkan Islam tidak pernah mencaci dan memaki-maki sesembahan agama lain. Kultur yang sudah ada sebelum Islam masuk itu tidak perlu untuk dilawan, namun cukup dengan diubah caranya supaya bisa berjalan beriringan.

Persoalannya, masyarakat Indonesia kini banyak yang sedang mabuk agama, namun landasannya saja mereka tidak tahu, sampai-sampai sering kita jumpai aksi-aksi frontal dari sebagian kelompok yang secara sekilas dianggap benar dengan mengedepankan emosional. Di antara isu yang mudah untuk diangkat dan digodok adalah isu keagamaan. Sebagian besar dari kelompok tersebut tidak memahami atau menolak paham konsekuensi dari penetapan suatu hukum, dengan tidak mengesampingkan tindakan preventif.

Dalam konteks beragama di tengah masyarakat yang sangat plural seperti Indonesia saat ini menjadikan bahan agama lain sebagai perbincangan untuk dikritik berdasarkan keyakinan agamanya sendiri sangat tidak bijak. Polarisasi akan muncul jika memaksakan diri selalu melihat keyakinan orang lain dari sudut keyakinannya dan sambil lalu menjelekkan sesembahan yang lain.

Perlu kearifan tidak hanya persoalan ilmu agama. Memperdalam ilmu agama menjadi penting sebelum memberikan komentar terhadap keyakinan orang lain. Tidak hanya ilmu, kearifan dalam bergaul dalam keyakinan yang berbeda-beda menjadi kemutlakan. Pada akhirnya harus diyakini bahwa kokohnya keimanan seseorang tidak tergantung sejauhmana ia bisa merendahkan keimanan orang lain.

This post was last modified on 27 November 2022 3:44 PM

Septi Lutfiana

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago