Usaha membendung arus radikalisme tidak bisa dilakukan hanya dengan menolak paham radikal atau menangkap pelaku teror. Melainkan memerlukan sebuah aksi dakwah Islam otentik berkebudayaan yang berkesinambungan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Semua penganjur dan pengikut agama di sini perlu disenergikan.
Poros dan Strategi Dakwah
Semua penganjur agama-agama perlu bermufakat bahwa tidak ada agama yang anti kemanusiaan dengan menganjurkan teror, pemenggalan dan aksi kekerasan. Di sini, seluruh penganut agama harus menerima dan menyadari dulu dasar-dasar agama bahwa prinsip agama hanya pengacu pada satu nilai: kemanusiaan.
Dari situ, otomatisasi seluruh pendakwah dan umat Islam mempromisikan dakwah dan tindakan yang santun, ramah, dan berakhlak mulia. Disamping itu, meraka secara langsung (akan) menolong kaum yang menderita, dan peduli pada orang-orang yang mustadifin, plotetar, pinggiran, dan yang tertindas.
Karena radikalisme berawal dan merupakan gejala sosial dan agama, maka cara deradikalisasi dilakukan dengan cara harmonisasi sosial dan agama. Maka itu, kegiatan counter terhadap radikalisme harus melibatkan peran serta juru dakwah (da’i), khatib, para mubaligh, guru agama dan para tokoh masyarakat untuk menyebarkan Islam otentik humanis. Karena mereka yang punya peran sentral dalam melakukan perubahan cara pandang keagamaan yang lebih toleran.
Praksisnya, salah satu strateginya adalah dengan melakukan pembinaan dan melatih juru dakwah dan khatib bersadarkan cara pandang baru dan tafsir agama yang lebih humanis. Tafsir dan dakwahnya ini meletakkan jihad sebagai paham untuk membela mereka yang tertindas dan menderita tanpa pandang bulu/paham keagamaan dan kepemelukan agama sebagaimana yang dicontohkan Rasul SAW. Disamping itu memberikan modul dan pemberdayaan material.
Pendekatan Dakwah Berkebudayaan
Satu tujuan dakwah utamanya dipantik untuk menebarkan pemahaman Islam yang otentik dengan sinergi/kolaborasi bersama entitas Islam dan agama lain. Para juru dakwah dan mubaligh Islam di sini secara sosiologis memainkan peran sendiri dalam penyebaran paham Islam moderat. Sehingga ketercapaianya dapat memberi rasa aman pada semua pihak.
Modul training mereka bagikan secara merata yang memuat ajaran inti keislaman yang ramah. Kemudian, ketersediaan agenda buat mereka harus dilakukan secara komprehensif dengan saluran tema-tema Islam yang mudah dipahami sebagai usaha meredam raikalisme di tubuh jamaah dan masyarakatnya serta umat manusia.
Selanjutnya, pengembangan dakwah tersebut harus dibarengi dengan pembelajaran kebudayaan Islam ramah sebagai perlawanan pada radikalisme. Disamping itu juga, dakwah mereka disertai pada pembangunan dan pengembangan usaha ekonomi. Misalnya, melakukan pelatihan wirausaha akar rumput bagi para pendakwah, jamaah, masyarakat dan kelompok radikal. Pemberian modal pemahaman moderat dan pemberian modal usaha ekonomi kepada mereka (Bilverr Sigh & Abdul Munir Mulkhan, 2012).
Jika sudah dilakukan, praktik keagaman dan kebudayaan mereka mulai ditingkat. Praktik keagamaan dan kebudayaan dikembangkan sebagi proses sosial. Pada tahapan ini, dialog agama dan kebudayaan membuka peluang bagi negoisasi sosial-agama dan politik di atara pemeluk agama dan paham yang berbeda. Bahkan kepada mereka yang masih tetap setia melakukan doktrin “anti tradisi rakyat, mati syahid, jihad” untuk direkatkan kembali sebagai pencegahan kembali teror agama dan lebih memihak pemecah masalah kemanusiaan dibadingkan saling tuduh dan saling klaim kebenaran.
Dari situlah, ajaran Islam dan kebudayaan menjadi proses transendensi yang menerobos pembatas dan sistem sosial politik, kelas, etnisitas dan batas kultural-natural geografis. Dari sini pula, letak Al-Quran sebagi hudan (petunjuk) dan furqan linnaas (pembeda atau penerang bagi manusia) serta bayyinat min al-huda (pencerah atau penjelas dari beragama petunjuk dan paradigma hidup (Abdul Munir Mulkhan, 2012).
Pemahaman demikian, sebagaimana Abdul Munir Mulkhan, sangat memungkinkan berkembang jika kita bisa meyakini bahwa surga dan ajaran Tuhan memang satu. Tetapi jalan untuk masuk surga dan pintu-pintunya begitu banyak. Serta pemahan terhadap ajarannya sangat beragama. Dengan keyakinan ini, menjadi mungkin pengembangan dakwah Islam dan sosial menjadi basis menyatukan seluruh aliran. Lebih dari itu, dakwah-dakwah yang terjalankan bisa bertempat dan masuk ke lumbung hati semua umat manusia dan memjadikan mereka saleh secara Islam, ritual, spiritual, sosial dan virtual.
This post was last modified on 4 Desember 2020 10:27 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…