Narasi

Jihad di Negeri Damai

Narasi jihad yang diterjemahkan menjadi perang, selalu menjadi polemik berkepanjangan di kalangan muslim. Dalam ranah ini, objek yang diperangi selalu dipersempit oleh kelompok-kelompok radikal terorisme. Mereka menetapkan objek yang harus diperangi adalah orang-orang kafir, musyrik dan munafik. Metode yang digunakan untuk memerangi mereka adalah dengan menghalalkan kekerasan, bahkan pembunuhan secara besar-besaran.

Kenapa demikian? karena sisa-sisa ajaran khawarij yang sangat keras menentang orang-orang kafir dan yang dianggap kafir (padahal seiman), telah diserap dan dikembangkan oleh kelompok radikal terorisme saat ini. Pemahaman keagamaan yang timpang atau parsial, kritis terhadap orang lain dan tumpul kepada diri sendiri, membuat mereka terperangkap tak berdaya mengikuti arus narasi propaganda yang dikembangkan dari pemahaman khawarij.

Dalam al-Qur’an memang dijelaskan mengenai jihad yang harus dilakukan umat Islam, agar derajatnya dibedakan oleh Allah dengan orang-orang yang tidak berjihad. Salah satu yang menjelaskan bahwa “Maka janganlah kamu taati orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan (semangat) jihad yang besar” (Q.S. Al-Furqan [25]: 52). Ayat tersebut menjelaskan bahwa kaum muslimin dilarang untuk mengikuti perilaku orang-orang kafir, yang selalu menutup diri dari kebenaran yang datang dari Allah dan rasul-Nya. Dengan ayat tersebut Allah mengingatkan orang mukmin harus tetap beriman dan bertakwa kepada Allah, serta selalu bersyukur terhadap nikmat yang diberikan kepadanya. Di samping itu, Allah juga memerintahkan untuk berjihad terhadap orang-orang kafir dengan semangat yang besar.

Dalam hal ini, jihad tidak diartikan perang untuk membantai orang-orang kafir, tetapi menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Zaadul Ma’ad menjelaskan bahwa jihad terhadap orang kafir adalah jihad dengan keterangan, penjelasan, tabayun mengenai isi dari al-Qur’an, sebagaimana rasulullah diperintahkan untuk berjihad kepada orang munafik dengan hujjah. Ibnu Qayyim menegaskan bahwa “Jihad yang paling mulia adalah perkataan yang benar, apalagi disertai dengan munculnya penentangan yang keras”. Berkata mengenai kebenaran dalam situasi yang damai, merupakan jihad yang mulia, dan akan lebih mulia jika jihad ini dilakukan ketika ada pertentangan yang keras dari kelompok lain.

Ibnu Qayyim menjelaskan jihad dengan mengutip pendapat Muqatil, yang mengatakan bahwa beramallah kalian karena Allah dengan sebenar-benarnya amal dan beribadahlah kepada-Nya dengan sebenar-benarnya ibadah. Sedangkan Ibnu Mubarak berkata bahwa jihad adalah melawan hawa nafsu.

Dengan demikian, Ibnu Qayyim berpendapat bahwa jihad itu terbagi menjadi tiga, yaitu jihad melawan diri sendiri atau hawa nafsu, jihad melawan pihak lain yang menjadi musuh, dan melawan setan.

Di Indonesia, fenomena saling mengafirkan dan memerangi saudaranya sendiri merupakan ungkapan hawa nafsu semata yang tidak dilandasi dengan ilmu yang mumpuni. Jika tidak karena hawa nafsu, bagaimana mungkin mereka membuat onar dan membunyikan genderang perang di negeri yang damai ini. Oleh karena itu, jihad melawan hawa nafsu ini menjadi prioritas utama yang harus dilakukan oleh umat Islam daripada jihad melawan pihak lain yang dianggap menjadi musuhnya. Inilah yang dimaksud dengan muhasabah yang tajam terhadap diri sendiri dan harus selalu dilakukan oleh umat Islam agar tidak mudah untuk mengafirkan dan mengajak perang.

Namun jihad yang paling prioritas di antara dua jihad di atas ialah jihad melawan setan. Jihad melawan hawa nafsu dan pihak luar yang menjadi musuh tidak akan berhasil jika umat Islam tidak berjihad melawan setan, karena setan sudah jelas-jelas menjadi musuh. Kenyataan setan menjadi musuh dijelaskan oleh Allah dalam surat Fathir ayat 6 “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”. Dari ayat ini menunjukkan bahwa setan merupakan akar dari segala permusuhan yang harus dilawan.

Jadi yang dimaksud jihad untuk menghindari neraka dan surga dalam hal ini adalah jihad melawan setan. Ketika setan menjanjikan janji-janji manis sebuah kejayaan, maka umat Islam harus secepatnya mengingkarinya secara kontinyu. Cara jihad melawan setan yang paling efektif menurut Ibnu Qayyim adalah dengan memahami agama dengan benar dan selalu patuh terhadap perintah dan larangan Allah, maka umat Islam selalu diberi kekuatan untuk memeranginya.

Dengan cara itulah umat Islam bisa selalu berjihad di negeri damai dengan jalan perdamaian. Dalam banyak hal, kelompok radikal terorisme selalu mendengungkan jihad di jalan Allah, namun dengan kekerasan. Oleh karena itu, melalui tulisan ini penulis jelaskan bahwa jihad umat Islam memang benar di jalan Allah, tapi dengan penegasan di jalan Allah yang damai agar negeri ini tetap damai.

Arief Rifkiawan Hamzah

Menyelesaikan pendidikan jenjang magister di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Al-Hikmah 1 Benda, Sirampog, Brebes dan Ponpes Darul Falah Pare, Kediri. Saat ini ia sebagai Tutor di Universitas Terbuka.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

4 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

4 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

4 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago