Narasi

Jihad Santri Millenial Berdakwah dengan Cinta

Tanggal 22 Oktober telah ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional oleh pemerintah Republik Indonesia dibawah kepresidenan Joko Widodo, melalui Kepres Nomer 22 Tahun 2015. Penetapan hari santri ini merupakan bentuk apresiasi dari pemerintahan Jokowi terhadap peran vital santri dan ulama dalam menjaga perbedaan dan kedamaian umat di indonesia, terlepas dari itu penghargaan hari santri ini juga adalah bukti nyata dari perjuangan kaum santri dalam mengusir penjajah serta ikut aktif dalam mengisi kemerdekaan republik ini. Tercatat bahwa KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah, serta KH Wahid Hasyim merupakan icon pesantren dalam membangun mental kebangsaan pada di santri untuk membantu terwujudnya kemerdekaan indonesia.

Meskipun demikian, peran santri setelah orde baru yang berjalan selama 32 tahun dibawah kepemimpinan Soeharto cendrung dipinggirkan atau bahkan berusaha dimatikan gerak langkahnya untuk ikut membagun indonesia. hal itu berjalan sampai kepemimpinan selanjutnya, barulah setelah Joko Widodo menempati kursi keperesidenan sesuai dengan janji yang digaungkan masa kampaye pemilu 2014 untuk memberikan penghormatan kepada para santri sebagai bentuk jasa sekaligus bentuk nyata pemimpin dalam menghargai sejarah perjuangan para santri dengan melawan penjajah dan terus mendakwahkan nilai islam yang rahmatan lil alamin.

Hari Santri 2018 ini adalah momen yang sangat penting bagi rakyat indonesia dimana kita sadari bersama, sudah terlalu banyak orang-orang yang mengaku ulama tetapi akhlaknya sama sekali tidak menunjukkan ia ulama. Kita sering mendengar ujaran kebencian yang di khutbahkan dalam beberapa pengajian massal, kata menghina, menfitnah,  bahkan mengajak jamaahnya untuk membenci pihak-pihak tertentu. Yang lebih mirisnya lagi mereka yang menyampaikan narasi kebencian itu adalah orang yang dikenal sebagai habib, ulama, atau mereka yang punya popularitas keagamaan. Maka tidak salah ketika mantan Gubernur NTB Zainul Madji atau yang dikenal dengan Tuan Guru Bajang mengaku heran, mereka punya panutan siapa? Sebab nabi Muhammad pun tidak pernah menghina orang lain dalam ceramahnya atau menyuruh membenci orang lain, mereka punya panutan siapa?

Membaca realita yang sedang dialami oleh umat

Bangsa ini membutuhkan kontribusi dan sinergi semua komponen untuk bertahan dan maju. sebagai generasi penerus bangsa, santri memiliki peran strategis dalam upaya tersebut. Santri kekinian mesti mampu menjawab dan menjadi solusi atas berbagai persoalan kontemporer. Salah satunya adalah mengatasi kekerasan dan membangun iklim perdamaian. (jalandamai:2018)

Senada dengan kutipan diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa santri harus dipanggil kembali sebagaimana dahulu pernah bersatu melawan penjajah, dipanggil untuk kembali ikut andil dalam mewujudkan indonesia yang bermartabat, melindungi ibu pertiwi dari kebusukan dan kelicikan kaum radikalisme. Maka santri harus terjun kembali mengamankan situasi dengan dakwah yang maha cinta sesuai dengan yang diajarkan dipesantren-pesantren oleh para kyai. Berdakwah dengan cinta tanpa mengandung muatan SARA, dan kekerasan, penuh dengah kedamaian tanpa mengusik perbedaan yang ada, terus memegang amanah dari kyai, berpedoman pada al-qur’an dan sunnah rasul sekaligus memperkuatnya dengan ijma’ para ulama.

Itulah mengapa kehadiran santri sangat dibutuhkan mengingat sudah terlalu banyak para pendakwah yang salah dalam menafsirkan islam yang ramah dan toleran, bukan ilmu yang mereka sampaikan tetapi bibit permusuhan yang mereka tanamkan pada generasi dan para pengikutnya. Dengan realita yang sangat berbahaya itu maka dengan kesiagapannya pemerintah segera memanggil kembali pejuang tanpa pamrih, pahlawan sejati yang siap mati untuk melindungi NKRI, Hubbul Wathon Minal Iman.

Dengan Hari Santri 2018 ini, yang mengambil tema “bersama santri damailan negeri” merupakan satu bentuk pernyataan kaun santri dalam menjalankan misi dakwahnya dengan kedamaian untuk kemajuan negri. Di era millenial ini santri diharapkan mampu mengaktualisasikan nilai islam yang ramah jauh dari kata permusuhan, berjihad dengan cinta karena begitulah yang diajarkan oleh para kyai di pesantren. meminjam perkataan presiden Jokowi bahwa peran para kyai dan santri tidak bisa dilupakan dalam merebut kemerdekaan begitupun setelah kemerdekaan, peran santri dalam menjaga marwah perdamaian negri sangat kuat, karena santri dibekali rasa cinta terhadap tanah kandungnya, Indonesia Raya.

Amiruddin Mb

Recent Posts

Nasionalisme, Ukhuwah Islamiah, dan Cacat Pikir Kelompok Radikal-Teror

Tanggal 20 Mei berlalu begitu saja dan siapa yang ingat ihwal Hari Kebangkitan Nasional? Saya…

10 jam ago

Ironi Masyarakat Paling Religius: Menimbang Ulang Makna Religiusitas di Indonesia

Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling religius di dunia menurut dua lembaga besar seperti CEOWORLD…

10 jam ago

“Ittiba’ Disconnect”; Kerancuan HTI Memahami Kebangkitan Islam

Meski sudah resmi dibubarkan dan dilarang beberapa tahun lalu, Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI tampaknya…

13 jam ago

Kebangkitan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, dan Kejawen

Nasionalisme, sejauh ini, selalu saja dihadapkan pada agama sebagaimana dua entitas yang sama sekali berbeda…

1 hari ago

Membangun Sinergi Gerakan Nasional dan Pembaruan Keagamaan

Kebangkitan Nasional pada awal abad ke-20 bukan sekadar momentum politis untuk meraih kemerdekaan. Lebih dari…

1 hari ago

Cahaya dari Madinah: Pendidikan dan Moderasi sebagai Denyut Nadi Peradaban

Pada suatu masa, lebih dari empat belas abad silam, Yatsrib, sebuah oasis di tengah gurun…

1 hari ago