Categories: Narasi

Jihad Zaman Now dan Spirit Untuk Membela Bangsa dan Negara

Apa yang terbayang di benak kita ketika mendengar kata jihad? Bom bunuh diri, perang, teroris? kata jihad sering disalah artikan oleh orang yang kurang mengenal prinsip-prinsip Islam, dianggap perang melawan orang kafir. Orang yang telah terdoktrin paham radikal bahwa ketika kita berjihad memerangi kekafiran, maka ia akan mati syahid dan masuk surga tanpa dihisab. Padahal, jihad itu berjuang dengan keras tapi tidak harus diartikan dengan perang ‘fisik’.

Jihad sesungguhnya dapat diterjemahan dalam hal yang sangat luas. Jihad tidak hanya terbatas pada pengertian perang angkat senjata saja. Akan tetapi, jihad adalah wujud penghambaan seseorang terhadap Yang Maha Kuasa sesuai dengan kemampuan yang ia miliki. Pemahaman yang menganggap bahwa jihad haruslah perang adalah pemahaman yang sangat sempit. Jihad memiliki varian yang sangat banyak. Jihad meliputi segala sendi kehidupan manusia. Dimana ada peluang untuk menegakkan ajaran Tuhan, disitulah kewajiban jihad ada. (NU Online: 2011)

Dalam sebuah dialog kebangsaan, Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Ma’ruf Amin menyampaikan, munculnya kelompok radikal berbasis agama terjadi karena adanya kesalahan dalam memaknai arti dari konsep jihad. Banyak orang hanya melihat makna jihad sebagai perang. Sementara jihad sendiri bisa dimaknai sebagai upaya perbaikan (islah) dalam situasi damai. Dengan demikian, dalam keadaan damai, jihad dalam Islam tidak bisa diartikan sebagai upaya memerangi orang lain yang berada di luar kelompoknya. Justru, umat muslim di Indonesia harus berjihad dengan membangun hubungan yang harmonis dengan kelompok non-muslim. (kompas.com: 2017)

Menurut Benjamin R. Barber, jihad adalah sebuah istilah yang diasosiasikan dengan perjuangan moral, (dan terkadang senjata) dari kaum beriman melawan kekafiran dan kaum kafir. Sebagai sebuah agama, Islam memiliki kecenderungan universalis namun hampir tidak umum, ia telah menunjukkan toleransi kepada agama-agama lain, bahkan ketika dipeluk oleh kaum minoritas yang hidup di negara-negara Muslim. (Benjamin R. Barber, Jihad vs McWorld, 2002)

Spirit Resolusi Jihad

Kita sebagai bangsa Indonesia harus memahami bahwa jihad bisa dimaknai sangat luas. Membela serta mempertahankan negara dari penjajah juga termasuk jihad karena dilakukan dengan perjuangan sungguh-sungguh. Seperti yang dilakukan para santri dari pesantren dahulu yang berani mempertaruhkan nyawanya demi NKRI.

Kata Resolusi Jihad ditelinga para santri pasti tidak asing lagi. Ya, Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama (NU) 22 Oktober 1945 telah diakui negara sebagai salah satu peristiwa historis penting bagi Indonesia. melalui Keppres No 22/15, pemerintah memperingatinya sebagai Hari Santri untuk mengapresiasi peran pesantren dalam merebut dan mempertahankan NKRI. Resolusi jihad merupakan rangkaian panjang dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebelum Resolusi Jihad, telah muncul Fatwa Jihad, setelahnya, muncul pertempuran 10 November yang kemudian ditetapkan menjadi hari Pahlawan.

Tulisan Rahmat Hidayatullah (Geotimes.co.id: 2017) menarik untuk dipahami, bahwa jihad kebangsaan kaum santri yang tak pernah padam sejak era kolonial hingga era kemerdekaan itu memperoleh refleksi spiritualnya dalam jargon terkenal Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari, “Cinta Tanah Air sebagian dari iman” (hubb al-wathan minal îman). Jargon ini mencerminkan prototipe ideal “ulama-nasionalis” atau “nasionalis-ulama” yang tumbuh dalam konteks budaya santri Nusantara dan tidak dimiliki oleh ulama di negara muslim lain termasuk Timur Tengah.

Kenapa kalangan santri begitu intensif dan berkomitmen kuat dalam membela bangsa dan negara? Sudah pasti karena santrilah salah satu yang ikut terlibat langsung dalam perjuangan melawan penjajah saat itu.

Jihad Zaman Now

Lebih jauh lagi kita memaknai kata jihad sebagai sebuah upaya untuk mengupayakan perdamaian. Jihad kita sebagai warga negara Indonesia bisa dilakukan dengan mempertahankan kedaulatan negara, melawan korupsi, mencegah paham radikal dan lain sebagainya. Sedangkan jihad sebagai kaum pelajar dan mahasiswa bisa dilakukan dengan belajar sungguh-sungguh, menjauhi narkoba dan pergaulan bebas (free sex) serta menyaring berita yang tidak ada sumbernya (hoax).

Sudah seharusnya sebagai bangsa yang besar kita memaknai spirit jihad untuk perdamaian dunia, terlepas dari pemaknaan jihad yang keliru oleh sebagian kelompok yang tidak bertanggungjawab atas nama kemanusiaan.

Muhlisin

Recent Posts

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

12 jam ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

12 jam ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

14 jam ago

Mewaspadai Penumpang Gelap Perjuangan “Jihad” Palestina

Perjuangan rakyat Palestina merupakan salah satu simbol terpenting dalam panggung kemanusiaan global. Selama puluhan tahun,…

14 jam ago

Residu Fatwa Jihad IUMS; Dari Instabilitas Nasional ke Gejolak Geopolitik

Keluarnya fatwa jihad melawan Israel oleh International Union of Muslim Scholars kiranya dapat dipahami dari…

1 hari ago

Membaca Nakba dan Komitmen Internasional terhadap Palestina

Persis dua tahun lalu, untuk pertama kalinya dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin 15…

1 hari ago