Membanjirnya informasi di dunia maya membawa dampak dilematis. Di satu sisi, masyarakat menjadi bisa mengakses berbagai informasi secara mudah, cepat, dan praktis. Masyarakat menjadi melek informasi dan selalu update dengan berbagai peristiwa dan kejadian di banyak tempat. Namun, di sisi lain bermunculan narasi propaganda yang cenderung berisi kabar-kabar palsu (hoax). Masifnya penyebaran informasi di dunia maya telah dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk mempropagandakan berbagai pemahaman pada masyarakat agar sesuai keinginan mereka, tanpa mengindahkan prinsip-prinsip pemberitaan yang benar.
Sebagaimana disebutkan dalam wikipedia.org, propaganda (berasal dari bahasa Latin modern: propagare, artinya “mengembangkan” atau “memekarkan”) adalah rangkaian pesan yang bertujuan memengaruhi pendapat dan laku masyarakat atau sekelompok orang. Yang menjadi poin adalah, bahwa propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi informasi sengaja dibangun untuk memengaruhi pihak yang mendengar, membaca, atau melihatnya. Jadi, propaganda cenderung berisi hal-hal yang sudah dimanipulasi dan dirancang sedemikian rupa untuk memengaruhi bahkan mengubah pemahaman dan pemikiran seseorang, kelompok atau publik secara luas.
Propaganda merupakan teknik komunikasi satu arah. Propaganda pada hakikatnya adalah sekadar alat, ia bisa dimanfaatkan untuk hal yang positif maupun negatif. Namun di sini, penulis merujuk pada penggunakan propaganda yang bertujuan negatif terkait maraknya kabar-kabar palsu (hoax) di dunia maya saat ini. Sering memanasnya suhu politik belakangan ini, berbagai pihak dengan kepentingan masing-masing, terus menarasikan kabar-kabar palsu (hoax) untuk memengaruhi publik agar sesuai dengan keinginan mereka.
Jika dicermati, propaganda cenderung berisi narasi-narasi yang memainkan sisi emosional pembaca. Berbagai sentimen primordial terus diruncingkan dengan mengobarkan prasangka buruk dan kebencian, sehingga ikatan-ikatan persaudaraan terkikis. Isu-isu yang sudah usang kembali dimunculkan, dibumbui dengan ancaman-ancaman yang menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan di masyarakat. Dari sana, masyarakat, terutama di dunia maya, kemudian gelisah, khawatir, dan terpecah. Orang-orang mudah saling tuding, melontarkan makian dan kata-kata kebencian (hate speech). Masyarakat terus diracuni dengan propaganda-propaganda pemecahbelah yang cenderung berasal dari kabar-kabar palsu (hoax) yang tak jelas kebenarannya. Dengan judul-judul bombastis, masyarakat seakan dipaksa mempercayai dan mengamini apa pun yang mereka tebarkan secara searah.
Di titik inilah, dibutuhkan kecerdasan bagi kita semua dalam mengkonsumsi setiap informasi. Dibutuhkan kesadaran bahwa tak semua kabar berisi kebenaran. Hal yang penting dilakukan adalah melakukan kroscek, konfirmasi, dan verifikasi, setiap mendapatkan suatu informasi agar bisa menelaah kebenaran di dalamnya. Di samping itu, dibutuhkan kehati-hatian bagi kita semua agar tak terlalu mudah menyebarkan setiap informasi yang kita lihat. Sayangnya, budaya menelaah informasi di masyarakat kita belum terbentuk dengan baik. Literasi media (kemampuan membaca, memahami, menelaah, menganalisis, dan mendekonstruksi citraan media) masih menjadi hal yang mahal di masyarakat kita.
Teknik propaganda
Namun, untuk bisa menangkal pengaruh buruk propaganda negatif di dunia maya, paling tidak kita bisa memulai dengan mengenal berbagai teknik propaganda. Sebab, dengan mengenal teknik-teknik propaganda kita akan lebih peka dengan berbagai bentuk dan gaya propaganda, sehingga kita tidak mudah termakan misi dari setiap propaganda tersebut. Menurut Decker (1967) ada tujuh teknik propaganda. Di antaranya adalah Name Calling, Glittering Generalities, Transfer, Testimonial, Plan Folk, Card Staking, Bandwagon. Setiap teknik memiliki karakter dan cara tersendiri melakukan propaganda.
Namun, dalam konteks propaganda negatif yang dibicarakan di sini, penulis hanya membahas tiga teknik propaganda yang cenderung banyak digunakan. Tiga teknik propaganda ini lebih relevan dibahas sesuai dengan berbagai bentuk propaganda negatif yang banyak beterbaran saat ini. Salah satu teknik propaganda yang sering digunakan adalah dengan memberikan julukan atau Name Calling. Teknik propaganda Nama Calling ini memberi label buruk terhadap individu, lembaga, atau gagasan agar orang lain atau masyarakat menolak atau membencinya tanpa memeriksa atau mencari bukti-bukti terlebih dahulu.
Tujuan dari teknik propaganda ini adalah untuk menjatuhkan orang atau kelompok tertentu. Di Indonesia, biasanya teknik Name Calling ini digunakan dengan melabeli seseorang, kelompok, atau lembaga dengan hal-hal yang cenderung “negatif” di mata masyarakat umumnya. Seperti melabeli dengan PKI, Zionis, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, diharapkan kita tak mudah percaya dengan informasi yang berisi narasi-narasi memvonis dan menghakimi seseorang atau kelompok dengan hal tertentu.
Selain itu, ada teknik propaganda Transfer. Yakni teknik propaganda dengan membawa dukungan dari sesuatu atau tokoh yang disanjung banyak orang agar sesuatu yang dipropagandakan bisa diterima. Biasanya, teknik ini digunakan dengan memanfaatkan pengaruh kuat seorang tokoh yang dikagumi masyarakat. Misalnya, untuk memengaruhi masyarakat agar memercayai suatu tokoh, gagasan, atau keputusan tertentu, dipakailah seorang tokoh kenamaan yang seolah-olah ikut mendukungnya. Oleh sebab itu, sudah selayaknya kita tak mudah termakan oleh kabar-kabar yang membawa-bawa tokoh-tokoh besar, sebelum melakukan penelusuran tentang kebenarannya.
Teknik propaganda yang sering digunakan lainnya ialah teknik Bandwagon. Merupakan teknik yang digunakan untuk meyakinkan orang bahwa semua anggota suatu kelompok (di mana seseorang masuk dalam kelompok tersebut) telah menerima suatu ide atau gagasan. Teknik ini menempatkan sasaran propaganda sebagai minoritas, yang artinya propagandis secara tak langsung melakukan intimidasi secara mental. Dengan kata lain, jika sasaran propaganda menolak ide atau gagasan propaganda, ia akan terancam akan dikucilkan dari suatu kelompok. Jadi, kita tidak boleh mudah percaya dengan kabar-kabar tentang klaim-klaim tertentu yang menyebutkan telah mendapat dukungan dari kelompok yang kita percayai atau hormati selama ini.
Mengenali teknik-teknik propaganda akan membantu kita dalam mengidentifikasi setiap informasi yang kita lihat: apakah di dalamnya mengandung unsur-unsur propaganda atau tidak? Dari sana, diharapkan kita bisa menjadi lebih cerdas dalam mengkunsumsi setiap informasi, sehingga kita memiliki benteng mendasar yang bisa menangkal segala pengaruh buruk propaganda negatif tersebut.
This post was last modified on 1 Maret 2017 2:38 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…