Narasi

Ketidakbertentangannya Agama dan Nasionalisme

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah: 8).

Oleh Prof. Dr. H. Muhammad Quraish Shihab, M.A, surat Al-Mumtahanah ayat 8 tersebut mengindikasikan bahwa Allah SWT menyejajarkan antara agama dan tanah air. Selain jaminan kebebasan beragama, al-Qur’an juga memberikan jaminan bertempat tinggal secara merdeka.

Selama ini, agama dan nasionalisme seringkali dipandang sebagai dua kutub yang berseberangan. Orang yang berjiwa nasionalis seakan tidak bisa beragama dengan baik. Bahkan, dengan kenasionalisannya membuat keimanannya tercecer. Orang-orang yang berpandangan seperti ini selalu memisahkan antara agama dan kecintaan terhadap tanah air.

Padahal, kecintaan terhadap tanah air (hubbul wathan) bukan merupakan wujud pertentangan terhadap agama. Bahkan, KH Wahab Hasbullah pernah menciptakan lagu Hubbul Wathan yang didalamnya berisi kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Kecintaan terhadap tanah air juga merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW, di mana saat ia diusir oleh kaum kafir dari tanah Makkah (baca: tanah kelahiran), maka ia berkata:

“Alangkah baiknya engkau (Makkah) sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu.” (HR Ibnu Hibban).

Selain menetap di Makkah sebagai tanah kelahirannya, Nabi Muhammad SAW juga menempati kota Yatsrib. Kota yang nantinya bernama Madinah ini merupakan kota kedua Nabi Muhammad SAW tinggal. Di kota ini, ia bahkan bisa menjadi seorang pimpinan tidak hanya bagi umat Islam namun juga pimpinan negeri. Di kota ini, ia juga berusaha untuk mencintainya sebagaimana ia mencintai tanah kelahirannya. Bahkan, ia sempat berdoa kepada Allah SWT dengan perkataan:

“Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah.” (HR Bukhari).

Bermula dari sinilah, tidak mengherankan pada masa perjuangan kemerdekaan, banyak kiai pesantren yang diikuti oleh para santri berusaha sekuat tenaga dan pikiran dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dengan landasan slogan Hubbul wathan minal iman (cinta tanah air merupakan bagian dari keimanan, para kiai dan santri bersatu padu dalam mengusir penjajah dengan mempertaruhkan nyawa.

Jihad kebangsaan sebagaimana yang didengungkan oleh KH Hasyim Asy’ari menjadi jalan suci bagi umat muslim untuk mendaptkan ridha Allah SWT. Karena, dengan washilah (perantara) memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia sama halnya dengan memperjuangkan kebebasan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah dengan khusyu’ dan tenang.

Saat ini, terdapat kelompok yang mengaku agamis yang selalu mengkampanyekan akan ketidakserasian antara agama dan negara. Mereka selalu memberikan pemahaman kepada umat lemah (baca: awam) bahwa jika ingin beragama dengan baik maka mesti memerangi nasionalisme. Bahkan, mereka tidak segan-segan mengatakan bahwa memerangi negara merupakan jalan suci yang bisa ditempuh. Alhasil, beragam tindak anarkhis dilakukan di mana-mana.

Melihat kondisi mutakhir yang demikian memprihatinkan, umat mesti mendapatkan perhatian khusus. Jangan sampai kelompok anti-nasionalisme ini terus bergerak bebas sehingga umat yang awalnya tidak mempermasalahkan kedudukan negara berakhir pada “taqlid buta”; mereka dengan segera berbalik memusuhi negara.

Wallahu a’lam.

Anton Prasetyo

Pengurus Lajnah Ta'lif Wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama (LTN NU) dan aktif mengajar di Ponpes Nurul Ummah Yogyakarta

Recent Posts

Apakah Ada Hadis yang Menyuruh Umat Muslim “Bunuh Diri”?

Jawabannya ada. Tetapi saya akan berikan konteks terlebih dahulu. Saya tergelitik oleh sebuah perdebatan liar…

11 jam ago

Persekusi Non-Muslim: Cerminan Sikap Memusuhi Nabi

Belum kering ingatan kita tentang kejadian pembubaran dengan kekerasan terhadap retreat pelajar di Sukabumi, beberapa…

11 jam ago

Tabayun, Disinformasi, dan Konsep Bom Bunuh Diri sebagai Doktrin Mati Syahid

Dalam era digital yang serba cepat dan terbuka ini, arus informasi mengalir begitu deras, baik…

11 jam ago

Amaliyah Istisyhad dan Bom Bunuh Diri: Membedah Konsep dan Konteksnya

Kekerasan atas nama agama, khususnya dalam bentuk bom bunuh diri, telah menjadi momok global yang…

11 jam ago

Alarm dari Pemalang dan Penyakit Kronis “Kerukunan Simbolik”

Bentrokan yang pecah di Pemalang antara massa Rizieq Shihab (“FPI”) dan aliansi PWI LS lalu…

1 hari ago

Pembubaran Pengajaran Agama dan Doa di Padang: Salah Paham atau Paham yang Salah?

“hancurkan semua, hancurkan semua, hancurkan semua”. Begitulah suara menggelegar besautan antara satu dengan lainnya. Di…

2 hari ago