Categories: Kebangsaan

Kibar Merah Putih: Sejak Masa Nabi Sampai Indonesia

Innallaha zawaliyal ardha masyaariqahaa wa maghaaribahaa wa a’thoonil kanzaini al-Ahmar wa al-Abyadh, (Allah telah menunjukkan kepadaku dunia dari Timur ke Barat dan menganugrerahkan padaku dua pusaka: Merah-Putih).”

Demikian sabda yang pernah disampaikan Rasulullah Muhammad kepada para sahabatnya. Sabda ini masuk kategori hadits shahih (dapat dipertanggungjawabkan otentisitasnya) yang diriwayatkan oleh Al-Imam Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Al-Qusayri An-Naisaburi atau yang biasa dikenal dengan nama Imam Muslim (wafat 261 H).

Dalam buku ‘Api Sejarah’, Mansyur Suryanegara berkesimpulan bahwa hadits ini mengilhami sejumlah ulama di Nusantara untuk mempopulerkan warna Merah-Putih sebagai panji negara. Ia pun mengungkap sejumlah fakta lain yang menunjukkan warna Merah Putih pernah digunakan Rasulullah sebagai bendera resmi kenabian.

Ulama Islam di masa klasik meyakini bahwa Merah Putih merupakan warna kesukaan Rasulullah. Dalam berbagai kesempatan, Nabi disebut pernah memadukan warna ini dalam busana sehari-hari. Terkadang beliau menggunakan Serban Merah di kepala dipadu Gamis Putih, kadang busana dua rangkap Gamis Putih dengan Jubah Merah.

Keterangan busana kebanggaan Nabi itu pernah dilaporkan Al-Barra dalam sebuah hadits, “Kanan Nabiyyu marbuu’an wa qadra ataituhu fi hullathin hamra’ Ma raitu syaian ahsana minhu, (Pada suatu hari Nabi duduk bersila dan aku melihatnya beliau memakai hullah [busana rangkap dua] berwarna merah, aku tak pernah melihat yang seindah itu).”

Merah Putih style yang sering ditunjukan Nabi itu kemudian menginspirasi sahabat-sahabatnya. Dalam sejumlah keterangan disebut bahwa salah seorang sahabat Nabi, Khalid bin Walid, menggunakan warna ini untuk sarung pedang yang ia pakai berjuang sebagai tentara. Sementara sahabat Nabi yang lain, Ali bin Abi Thalib dikabarkan justru memberikan unsur warna ini pada gagang pedangnya.

Para ulama di Nusantara di awal penyebaran Islam tak mau ketinggalan. Mereka memasukan dua unsur warna ini dalam sejumlah ritus keagamaan. Tradisi penyajian Bubur Merah dan Bubur Putih di saat perayaan Tahun Baru Islam atau menyambut kelahiran bayi dan kebiasaan masyarakat yang melillitkan kain Merah dan Putih di atas bangunan rumah atau masjid baru adalah salah satu contohnya. Demikian pula tradisi bertutur dan berpantun Melayu yang mengenal Sekapur Sirih dan Seulas Pinang, karena pencapuran kapur dan sirih akan mencipta warna Merah sedangkan pinang yang dibelah akan menyisakan warna Putih.

Dari sisi sejarah Nusantara sendiri warna Merah Putih bukanlah warna yang asing. Pramudya Ananta Toer dalam karya sastra Bumi Manusia memulai cerita perairan Tuban di Laut Jawa yang dipenuhi Jung Majapahit dengan kibaran umbul-umbul Merah Putih. Dalam Pararaton (kitab kuno tentang raja-raja Jawa) disebutkan bahwa sebelum Majapahit berdiri balatentara Jayakatwang dari kerajaan Kediri juga menggunakan bendera Merah Putih saat menyerang Singasari.

Jauh sebelumnya di Candi Borobudur yang sudah ada sejak 824 Masehi terdapat relief bergambar tiga orang perwira sedang mengibarkan ‘pataka’ atau bendera. ‘Pataka’ tersebut menurut seorang pelukis berkebangsaan Jerman dilukis dengan warna merah putih. Kerajaan Mataram Kuno dan Sriwijaya juga dikabarkan menggunakan warna ini sebagai simbol kebesaran kerajaan.

Bendera Sisimangaraja I – Sisimangaraja XII dari tanah Batak Sumatera juga berwarna dasar Merah Putih dengan gambar pedang kembar di atasnya. Bendera inilah yang dikumandangkan Sisimangaraja IX dan Sisimangaraja XII saat perang lawan kolonial. Di Aceh gambar Matahari, Bulan Sabit, Bintang, dan Beberapa kutipan ayat Alquran ditulis di atas kain Merah Putih yang digunakan sebagai bendera perang.

Sebelum masa Arung Palakka di Kerajaan Bugis Bone Sulawesi umbul-umbul Merah Putih digunakan sebagai simbol kekuasaan, kebesaran, dan kejayaan kerajaan. Pada masa itu bendera tersebut dikenal dengan nama Woromporang. Panji kerajaan Badung Bali di Puri Pamecutan pun mengandung unsur Merah Putih yang dipadukan dengan warna Hitam.

Perang Jawa yang dideklarasikan Pengeran Diponegoro pada 1825-1830 juga menorehkan sejarah Merah Putih. Panji warna Merah Putih digunakan seluruh pasukan Diponegoro di setiap front peperangan. Semua itu adalah bukti bahwa Merah Putih mewakili agama dan etnis yang ada di Indonesia. Itulah Merah Putih ku, Merah Putih mu, dan Merah Putih kita!

This post was last modified on 3 Maret 2016 8:50 AM

PMD

Admin situs ini adalah para reporter internal yang tergabung di dalam Pusat Media Damai BNPT (PMD). Seluruh artikel yang terdapat di situs ini dikelola dan dikembangkan oleh PMD.

Recent Posts

Emansipasi Damai dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an sejatinya tidak pernah pincang di dalam memosisikan status laki-laki dan perempuan. Di dalam banyak…

5 jam ago

Langkah-langkah Menjadi Kartini Kekinian

Dalam era modern yang dipenuhi dengan dinamika dan tantangan baru sebelum era-era sebelumnya, menjadi sosok…

6 jam ago

Aisyiyah dan Muslimat NU: Wadah bagi Para Kartini Memperjuangkan Perdamaian

Aisyiyah dan Muslimat NU merupakan dua organisasi perempuan yang memiliki peran penting dalam memajukan masyarakat…

6 jam ago

Aisyah dan Kartini : Membumikan Inspirasi dalam Praktek Masa Kini

Dua nama yang mengilhami jutaan orang dengan semangat perjuangan, pengetahuan dan keberaniannya: Katakanlah Aisyah dan…

1 hari ago

Kisah Audery Yu Jia Hui: Sang Kartini “Modern” Pejuang Perdamaian

Setiap masa, akan ada “Kartini” berikutnya dengan konteks perjuangan yang berbeda. Sebagimana di masa lalu,…

1 hari ago

Bu Nyai; Katalisator Pendidikan Islam Washatiyah bagi Santriwati

Dalam struktur lembaga pesantren, posisi bu nyai terbilang unik. Ia adalah sosok multiperan yang tidak…

1 hari ago