Narasi

Kolaborasi Virtual: Cara Milenial Menciptakan Perdamaian Global

Milenial dan internet seolah menjadi dua hal tak terpisahkan. Generasi milenial tumbuh ketika internet dan derap informasi digital sedang gencar-gencarnya. Akses informasi, model komunikasi, dan segala jenis aktivitas kini dilakukan secara online. Sekarang, di mana pun dan kapan pun, nyaris setiap anak muda menyimpan gawai yang terhubung internet dalam genggamannya.

Di Indonesia, kelompok muda juga mendominasi pengguna internet. Survei Data Statistik Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) pada 2016, menyebutkan bahwa total pengguna Internet di Indonesia tak kurang dari 132 juta orang. Dan hampir setengahnya, atau sekitar 56,7 juta di antaranya diakses kelompok milenial atau anak muda (17-34 tahun). Di tengah banyaknya milenial yang mengakses internet, muncul ancaman serius terkait penyebaran ideologi radikalise dan terorisme.

Kelompok radikalisme-terorisme melihat peluang di tengah era internet dan media sosial, sehingga melakukan propaganda, indoktrinasi, hingga rekruitmen di dunia maya. Di sini, kalangan milenial menjadi kelompok yang rentan terpapar ideologi kekerasan tersebut.

Gambaran potensi ancaman tersebut bahkan sudah terendus sejak lama. Anak muda yang masih dalam perkembangan dan mencari jati diri, cenderung terpikat situs-situs provokatif. Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah (PSBPS UMS, 2017) merilis temuan di mana situs-situs yang terindikasi menyebarkan hoaks dan kebencian menempati urutan teratas ketimbang situs ormas-ormas moderat seperti Muhammadiyah dan NU (Wahyudi Akmaliah, 2018).

Milenial atau anak muda rentan terpapar konten negatif, termasuk paham radikalisme-terorisme, yang kemudian mendorongnya menjadi bagian di dalamnya. Data narapidana terorisme, terkait data sasaran program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme  (BNPT) Februari 2017, seolah memperkuat hal tersebut. Berdasarkan keterangan Suhardi Alius, Kepala BNPT, data tersebut memperlihatkan bahwa tak kurang dari 52% napi terorisme yang menghuni LP tersebut adalah generasi muda (Media Indonesia, 5/5/2017).

Baca juga : Kolaborasi Milenial Menebarkan Pesan Perdamaian

Jika anak muda dijadikan sasaran penyebaran paham radikal terorisme karena menjadi kelompok yang dominan mengakses internet dan media sosial, kita mesti melakukan perlawanan balik. Caranya, dengan mendorong anak muda atau generasi milenial untuk menjadi ujung tombak dalam melakukan kontra narasi radikalisme dengan aktif menyuarakan pesan-pesan perdamaian di dunia maya.

Kekuatan kolaborasi

Era internet yang menghadirkan kemudahan akses informasi dengan intensitas tinggi membuat penyebaran paham kekerasan dan berbagai konten negatif menjadi ancaman serius generasi milenial. Namun, dengan intensitas penggunaan internetnya, milenial juga punya potensi besar mengambil peran strategis menyebarkan pesan-pesan perdamaian guna menangkal bibit-bibit radikalisme-terorisme di ruang maya.

Satu hal penting yang dimiliki milenial adalah karakternya yang cenderung suka berkolaborasi. Milenial adalah generasi yang tumbuh dalam budaya berbagi. Terlebih, era internet dan media sosial membuat milenial selalu ingin terhubung satu sama lain, saling berbagi, berdiskusi, dan bekerja sama. Hal ini mesti dimaksimaklan kalangan milenial untuk membangun kerja sama dan kolaborasi positif untuk menyebarkan pesan perdamaian.

Jika penetrasi paham radikal terorisme di dunia maya sulit dilenyapkan karena sifatnya yang mudah meluas dan tak terbatas, maka kolaborasi virtual generasi milenial juga pasti mampu membangun kekuatan menangkalnya. Kolaborasi virtual memungkinkan setiap anak muda dari daerah mana pun, bahkan dari negara mana pun, saling terhubung dan bekerja sama menangkal paham radikal. Ini bisa dijalankan dengan bebagai cara.

Pertama, para pemuda mesti aktif menyebarkan pesan perdamaian, persaudaraan kemanusiaan, juga keberagamaan moderat dan cinta damai. Setiap anak muda, dari daerah mana pun, tentu memiliki khazanah pengetahuan tentang kearifan hidup damai yang khas dari daerah atau negara masing-masing. Anak muda, dengan daya kreativitas, inovasi, serta semangat kolaborasinya, bisa menciptakan konten-konten positif penyebar damai berbekal materi lokal dari daerah dan negara masing-masing.

Dari sana, dunia maya akan semakin diramaikan oleh beragam konten positif, inspiratif, dan menggugah kesadaran siapa pun yang melihatnya untuk semakin sadar akan pentingnya hidup bersaudara, saling menghargai, demi menjaga perdamaian dan keharmonisan.

Kedua, saling berbagi cara-cara dan langkah menangkal paham radikalisme, juga bagaimana menyikapi dan meredam tumbuhnya sikap-sikap yang mengancam perdamaian seperti kebencian, rasisme, xenofobia, dan sebagainya. Dengan keterhubungan secara online, lewat berbagai platform media sosial, anak muda dari berbagai daerah dan negara bisa “berkumpul”, membangun komunitas, dan saling berbagi dalam diskusi-diskusi dengan topik-topik strategis  demi membangun kekuatan melawan ideologi radikalisme-terorisme.

Milenial bisa saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tips, dan cara-cara menangkal paham radikalisme-terorisme yang merebak di dunia maya. Milenial juga bisa membangun gerakan, mengadakan even secara online di media sosial, dan berbagai kegiatan lainnya guna memperkuat kekompakan antarkelompok pemuda dari berbagai daerah dan negara untuk terus menjunjung tinggi semangat persaudaraan, kemanusiaan, dan perdamaian global.

This post was last modified on 29 April 2019 12:05 PM

Al Mahfud

Lulusan Tarbiyah Pendidikan Islam STAIN Kudus. Aktif menulis artikel, esai, dan ulasan berbagai genre buku di media massa, baik lokal maupun nasional. Bermukim di Pati Jawa Tengah.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

13 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

13 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

13 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago