Narasi

Kuatkan Nasionalisme, Tegakkan Masa Depan Kebinekaan

Kebinekaan adalah hukum alam (sunnatullah) yang melekat dalam jati diri Indonesia. Tanpa kebinekaan, rasa ke-Indonesia-an kehilangan ruhnya. Peradaban Indonesia bisa tegak berdiri, karena komitmen merawat kebinekaan itu. Jangan sampai ulah para propagandis menggerus ruh kebinekaan, sehingga bisa menjatuhkan peradaban Indonesia masa depan.

Salah satu yang menjadi pengikat menegakkan kebinekaan kita adalah etos nasionalisme. Douwes Dekker, pejuang asal Belanda, menjelaskan bahwa semangat Islam di Indonesia menjadi pengikat utama suburnya nasionalisme di negeri ini. Peradaban Islam Nusantara menjadi saksi kesejarahan bahwa Indonesia adalah negeri yang harus diperjuangkan dengan aneka ragam budaya, ras, suku, agama, dan lainnya. Peradaban Islam Nusantara sangat bangga dengan itu semua, yang harus dirawat untuk kesejahteraan, kemakmuran dan  kedamaian seluruh tumpah darah bangsa.

Menurut Abdul Mun’im Dz (2016), komitmen kebangsaan (nasionalisme) kaum ulama-santri sangat kuat karena memiliki sanad yang jelas. Sanad yang dimaksud tidak hanya sanad dalam keturunan biologis, melainkan sanad atau ketersambungan dalam keilmuan, ibadah dan yang telah terbukti dalam sejarah adalah sanad perjuangan membela bangsa dan negara. Karena itu untuk melemahkan semangat juang santri adalah dengan memutus tali sanad tersebut. Ini bisa dilihat kalau kita kembali menengok sejarah perjuangan kaum santri dan pesantren sebagai basis pergerakannya.

Penjajah berusaha keras bagaimana kelompok santri ini melemah. Salah satunya dengan mengubah sistem dan memutus sanad-sanad tersebut. Pemutusan sanad itu dilakukan di segala bidang. Dalam keilmuan, penjajah melakukan perombakan, pemisahan bidang-bidang ilmu.  Ilmu-ilmu itu tidak hanya ganti nama, tapi juga ganti filosofi, ganti paradigma. Seperti zoologi, biologi, geografi, botani yang diajarkan mulai SD sampai perguruan tinggi itu sudah disterilkan. Dari agama dan dari kepentingan nasional.

Mun’im juga menegaskan bahwa ilmu harus netral, tidak boleh mengabdi agama. Sampai orde baru, diobjektifkan dipisahkan dari misi keagamaan. Ilmu sudah tidak me-nusantara. Ilmu mengabdi kepentingan sesaat. Keterputusan lain yang lebih parah lagi terjadi dalam bidang harakah atau ideologi perjuangan. Perjuangan santri jika dirunut ke belakang sebenarnya sampai pada perjuangan awal ulama-ulama Nusantara, tapi mengalami keterputusan.

Masa Depan Kebinekaan

Di tengah keterpusan ruh nasionalisme, maka sudah waktunya bangsa Indonesia merangkai kembali ruh kebinekaan. Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan bersama. Pertama, menyambungkan kembali sanad perjuangan kebangsaan (nasionalisme) dengan para leluhur perjuang Indonesia. Jangan sampai hari ini merasa sudah merdeka, tanpa mengetahui dan menjelajah ruh dan jejak perjuangan para pejuang masa silam. Mereka yang putus dari sanad perjuangan kebangsaan, hanya bisa bicara khilafah, tanpa mengetahui hekaket NKRI yang sudah paripurna bagi umat Islam Indonesia.

Kedua, propaganda negatif selama ini hanya dilontarkan tanpa mempunyai referensi yang jelas. Tidak punya tujuan untuk kemaslahatan bangsa dan NKRI. Dari sini, nasionalisme harus diinternalisasikan sedini mungkin, sehingga anak-anak muda bangsa tidak terjebak dalam arus sesat propaganda negatif. Sanad nasionalisme harus ditransmisikan kembali melalui berbagai lembaga pendidikan, sehingga mampu diserap dengan baik, dalam rangka meneguhkan peradaban Islam di Indonesia.

Ketiga, gerakan dunia maya harus diisi dengan etos pergerakan. Selama ini, dunia maya masih sebatas sebagai alat teknologi saja, belum mengarah kepada gerakan, sebagaimana yang digunakan kaum propaganda negatif. Harus ada gerakan, sehingga bisa diukur untuk menjaga kedaulatan dan kebinekaan kita. Karena gerakan, harus satu barisan, satu komando dalam melakukan berbagai kampanye kebinekaan.

Di samping itu, masa depan peradaban Indonesia harus kembali meneruskan jiwa patriotisme para pendiri bangsa. Anak muda harus diisi kembali jiwa patriotisme, sehingga menjadi kekuatan besar yang bisa menghela, menghadang, dan menyingkirkan berbagai propaganda negatif yang merusak tata kelola peradaban.

Muhammadun

Pengurus Takmir Masjid Zahrotun Wonocatur Banguntapan Bantul. Pernah belajar di Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari, Yogyakarta.

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

12 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

12 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

13 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

2 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

2 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

2 hari ago