Lawan Hate Speech dengan Sosio Nasionalisme “Kebangsaan“

Ujaran kebencian atau Hate Speech merupakan cara komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk hasutan, maupun hinaan kepada individu atau kelompok lainnya. Biasanya hate speech dapat dilakukan dalam bentuk perkataan, perilaku, tulisan bahkan pada suatu pertunjukan yang terbukti mengarah penanaman kebencian yang meliputi aspek seperti isu suku, agama ras dan antar golongan (SARA) sampai kewarganegaraan.

Di Indonesia sendiri hate speech biasanya sering digunakan sebagai alat provokasi dalam berbagai kepentingan untuk bisa mencapai tujuan baik untuk merebut kekuasaaan maupun untuk memecah belah persatuan. Biasanya muatan hate speech tergantung dengan kondisi ekonomi, sosial, politik, serta budaya di masyarakat. Hate speech juga biasa digunakan untuk kepentingan politik untuk membangunan pandangan masyarakat awan agar bisa di pecah belah.

Isu agama adalah bagian dari ujaran kebencian yang paling banyak digunakan pada momentum politik yang biasanya dengan mudah dapat kita temui dan akses di media sosial seperti Facebook, WhatsApp, BBM, Instagram, dan beberapa media pemberitaan online serta cetak yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Hal ini jika terus didiamkan dan tidak ada proses untuk membenarkan, masyarakat akan terpicu mengkonsumsi informasi yang tidak benar dan akan berdampak besar pada pemahaman masyarakat yang salah dan bisa membuat masyarakat bersikap intoleran terhadap suatu peristiwa dalam pemberitaan.

Memasuki momentum pesta demokrasi ujaran kebencian semakin banyak dan dengan mudah bisa didapatkan. Seperti dilansir oleh media liputan6.com, Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil menangkap 18 tersangka kasus penyebaran berita bohong alias hoax dan ujaran kebencian alias hate speech. Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar mengatakan penangkapan tersebut terakumulasi sepanjang 2018, mulai dari isu penculikan ulama, guru ngaji, hingga muazin. Ada juga kasus ujaran penghinaan tokoh agama, penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum, juga kasus sentimen suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA). “18 Tersangka yang ditangkap, kata Irwan, terdiri dari 15 kasus yang ditangani penyidik. Lima kasus di antaranya merupakan berita bohong terkait ulama dengan enam tersangka yang ditangkap, “ujarnya, Rabu (21/02/2018).

Ke depannya masyarakat harus bisa lebih selektif dalam menyaring isu yang sedang beredar di media sosial. Sesama manusia harus saling menghargai setiap perbedaan yang ada, seperti gagasan yang pernah dilontarkan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno tentang konsep Sosio Nasionalisme yang lebih mengedepankan tentang persatuan bangsa dengan meniadakan penindasan dari manusia atas manusia dan dari bangsa atas bangsa. Gagasan Bung Karno tersebut merupakan serapan dari Pancasila 1 Juni tentang sila pertama kebangsaan dan sila kedua internasionalisme.

Dalam arti sederhananya adalah konsep untuk lebih mengedepankan persatuan bangsa agar tidak ada lagi penindadan dari manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa. Kesadaran rasa memiliki dan kebersamaan, rasa saling menghargai dan saling mencintai bangsa sendiri, budaya, kearifan lokal, keberagaman suku dari sabang sampai marauke merupakan semangat yang harus dikedepankan dalam pergaulan bermasyarakat dan berbangsa.

Sosio nasionalisme juga mengajarkan tentang menghargai setiap perbedaan yang ada baik itu perbedaan suku, ras, agama, budaya dan juga perbedaan pendapat yang ada. Bagsa ini bukan lahir dari satu golongan tapi dilahirkan dari berbagai golongan yang ada. Apabila ada perbedaan pendapat dan juga orang yang ingin mengadu domba kita dengan ujaran kebencian seharusnya kita ingat semua pengorbanan yang pernah dipertaruhkan oleh para pendiri bangsa yang tidak pernah berbicara agama, ras, atau kepentingan mereka.

Bangsa ini memang sudah merdeka dan sudah terlepas dari tempurung besi, namun kenyataanya sekarang kita malah terkungkung dalam tempurung disintergrasi bangsa. Saya jadi teringat pesan Bung Karno yang menyatakan bahwa “Perjuanganku lebih mudah karena melawan panjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri”. Kutipan Bung Karno tersebut menyiratkan makna yang dalam bagi kita, sebuah pesan yang tegas mengatakan bahwa kita akan kesulitan melawan saudara sendiri, dalam hal ini orang orang yang menyebarkan ujaran kebencian yang menjadi saudara setanah air kita.

Rini Ananing

Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Aktiv Di LPM SiGMA

Recent Posts

Tafsir Al Hujurat Ayat 9; Pentingnya Rekonsiliasi Damai Pasca Pilkada 2024

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi puncak hajatan politik tahun 2024. Setelah sebelumnya kita menggelar Pemilu,…

20 jam ago

Mengintegrasikan Maqashid Syariah dalam Rekonsiliasi Politik Pasca Pilkada

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu proses demokrasi penting di Indonesia yang melibatkan masyarakat…

21 jam ago

Minoritas Menjadi Pemimpin : Ketidaklakuan Politik Identitas dan Kedewasaan Politik

Pilkada 2024 telah berjalan dengan lancar dan damai. Sebuah pencapaian bersejarah bagi bangsa ini, untuk…

21 jam ago

Residu Pilkada 2024 dan Rekonsiliasi Politik ala Rasulullah

Indonesia baru saja menyelesaikan Pilkada Serentak Nasional, yang tak bisa dinafikan, masih menyisakan residu politik,…

21 jam ago

Mengembalikan Kohesi Sosial Pasca Pilkada

Di desa tempat tinggal saya, ada pameo begini "pemilihan lurah/kepala desa itu bisa bikin dua…

2 hari ago

Peluang Rekonsiliasi Pasca Pilkada 2024, Belajar dari Kasus India

Di beberapa negara multikultur, fenomena intoleransi agama yang mengarah pada konflik sering kali menjadi ancaman…

2 hari ago