Categories: Narasi

Lebih Kaya Dari Tuhan

Anda boleh saja menganggap Panjul sudah kelewatan sombongnya kali ini, sepanjang hari tak ada hentinya ia sunggingkan senyum di bibirnya itu. Perasaan bahagia meluap-luap dalam dirinya. Padahal untuk orang seperti dirinya, yang belum pasti dapat mengisi perutnya dengan makanan sebanyak dua kali dalam sehari, perasaan bahagia tentu hal yang sangat sulit untuk didapat. Bukankah hal ini sudah menjadi hal yang lumrah, orang yang memiliki banyak harta selalu identik dengan orang yang hidup dengan bahagia? Kalau anda masih berfikir begitu, itu tandanya kalau anda belum mengenal Panjul!

Ia adalah orang yang mampu merubah anggapan di atas dalam skala seratus delapun puluh derajat! Panjul adalah bukti nyata betapa orang yang miskin sekalipun mempunyai kesempatan untuk bahagia, sama halnya dengan seorang kaya. Namun bukan Panjul namanya kalau tidak mengisi otaknya dengan hal-hal yang aneh (saya juga kurang terlalu ngerti apa arti aneh ini…). suatu ketika, selepas melaksanakan sholat sunnah duha, Panjul menengadahkan tangannya untuk berdoa. Awalnya, ia terlihat sangat khusyuk kala berdoa. Kepalanya tertunduk layaknya orang yang memang benar-benar memasrahkan dirinya hanya untuk Tuhan. Sesekali bibirnya komat-kamit menyampaikan unek-uneknya kepada Tuhan. Anda jangan beranggapan kalau Panjul ini selalu berdoa dengan menggunakan bahasa Arab.

“Tuhan itu maha tau, jadi biarpun saya berdoa menggunakan bahasa Indonesia, Tuhan juga tahu maksudnya” demikian kata Panjul saat salah seorang tetangganya menegur dirinya karena memimpin doa di masjid dekat rumahnya dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Antum ini gimana, berdoa kok pake bahasa Indonesia? Bid’ah itu!” diprotes demikian, Panjul hanya tersenyum saja. Ia menghargai keyakinan orang lain, meski dalam hati ia kurang sreg juga. Ia hanya tidak mau ambil pusing dengan orang-orang yang belum bisa free dengan agamanya, biarin saja. Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. pusing kebanyakan omong, enaknya di timpuk batu! Hehe..

Dalam doanya kali ini, kembali ia menggunakan bahasa Indonesia. Bukannya ia tidak mengetahui keunggulan bahasa Arab, namun hal ini ia lakukan sebab ia menolak untuk menjadi orang Islam yang lupa akan budaya dimana ia berasal. “Lha wong saya ini orang Indonesia. jadi, meskipun saya beragama Islam, tapi saya tetap orang Indonesia, Bukan orang Arab! Menjadi orang Indonesia sekaligus menjadi seorang Muslim yang baik juga bisa kok!”

Mendapati orang yang masih bangga dengan identitas kebangsaannya ditengah kencangnya gempuran budaya luar seperti Panjul sangat sulit rasanya untuk ditemukan saat ini, sebab banyak kini orang yang beranggapan bahwa menjadi seorang Muslim sama dengan menjadi orang Arab. Saat berbicara, menggunakan banyak kosa kata Arab untuk dicampur dengan bahasa asli mereka. Mode berpakaianpun disama-samakan dengan orang-orang Arab pula, meskipun kita sebenarnya juga kurang tau, Arab yang bagian mana? Lha wong disana juga banyak diskotik.

Dalam artian bahwa Arab bukanlah satu-satunya bentuk ideal untuk Islam. Meskipun Islam tumbuh dan berkembang di negeri gurun pasir itu, tetapi bukan berarti Islam harus selalu berkiblat ke sana. Sebab Islam sangat menghargai kebudayaan lokal. Bangga dan tidak lupa diri terhadap identitas kebangsaan yang dimiliki merupakan juga bentuk pelaksanaan fitrah Allah, bukankah Ia memang menciptakan manusia dalam keadaan yang berbeda-beda dan berbangsa-bangsa? Hal ini ada loh di Al Qur”an, tuh di surat Al Hujurat; 13. Chek deh…

Panjul kini bersiap untuk berangkat menjalankan tugasnya sebagai seorang guru bantu di sebuah SMA swasta yang terletak lumayan jauh dari rumahnya. Sepanjang perjalanan menuju sekolah yang beberapa bagian gedungnya sudah mulai rusak ini, senyum bahagia itu tak kunjung lepas dari sepasang bibirnya yang hitam legam akibat seringnya asap rokok yang keluar masuk melewati daging bibirnya itu. Yah, Panjul memang perokok numero uno!! Katanya sih, dia sebenarnya benci dengan rokok, bahkan kalau bisa, dia mau bakar semua pabrik rokok di dunia ini! ah lebay…. Tapi hal itu tidak mungkin bisa dilakukannya. Makanya dia memutuskan untuk membakar pabrik rokok itu dengan cara pelan-pelan. yang dibakar bukan pabriknya, tapi rokoknya dulu. Ia bakar rokok itu satu-persatu, nanti kalau sebungkus sudah habis, ya beli lagi, Begitu seterusnya!

Sesampainya di sekolah, senyum manis itu masih setia nempel di bibirnya. Hingga salah seorang dari teman mengajarnya menghampiri, “Assalamualaikum akhi, antum terlihat bahagia sekali hari ini, sudah mendapat hidayah kah dari Allah SWT?” mendapat pertanyaan sinis begini, ia menjawab tak kalah sinisnya juga,

“Jangan ngomong hidayah pagi-pagi begini, males aku. Dia udah ga pernah menang lagi kalau maen bulu tangkis sekarang”

“Hah, Hidayah main bulu tangkis? Apa maksud antum?” kejar orang ini tak mengerti dengan bergaya Arab gitu deh…

“Ah, kamu sih, ga pernah baca Koran. Itu loh, si Taufik Hidayah!”

“Astaugfirullah, itu bukan Taufik hidayah, tapi Taufik Hidayat!!!”

“Huf, dasar payah. Kamu kalau mau jadi orang Arab jangan tanggung-tanggung dong!”

“Masyaallah, ana semakin tidak mengerti”

“Gimana sih, menurut aturan bahasa Arab tuh, yang bener kan Hidayah, bukan hidayat”

“Ha,ha,ha,ha. Ana paham sekarang, antum memang pintar” orang ini tampak senang kini, meskipun dua orang ini sering terlibat dalam aksi saling mengejek, namun sebenarnya mereka ini teman akrab, sering bepergian bareng. Nempel terus…… kayak belek!

Tetapi ada juga yang unik dari dua orang ini, meskipun mereka adalah teman baik, dan senang melaksanakan sholat berjamaah, namun, ucup bin can, yang tak lain adalah teman baik yang dari tadi saya certain ini tak pernah mau berjamaah jika imam sholatnya adalah Panjul. Katanya, Panjul terlalu sering melakukan hal-hal bid’ah dalam sholatnya. Misalnya nih, panjul terlalu sering garuk-garuk, badan Panjul juga tidak tahan untuk berdiri tegak, jadi sering miring-miring kalau berdiri pas sholat, dan tentu masih banyak lagi hal-hal lain yang dianggap Bid’ah darinya.

Tapi yang paling membuat ucup bin can ill-feel kalau jamaah dengan Panjul adalah tidak bisa hilangnya selera membalap dalam diri guru bantu yang tak pernah terbantu ini. Bagaimana tidak? Sholat Duhur saja bisa ia sikat dalam waktu tak kurang dari 2 menit! Speednya hampir sama dengan catatan waktu yang di torehkan Valentino Rossi saat sesi kualifikasi di sirkuit Sepang, Malaysia.

“Heh pacul! Antum ini ngajak jamaah ato ngajak ribut?! Sholat kok cepet banget! Bisa patah pinggang ana!” sungut Ucup yang tidak kuat dengan gaya sholat panjul yang ugal-ugalan ini.

“Loh, kamu ini gimana, habis sholat kok malah marah-marah, ga takut di tempeleng malaikat?” huh, gitu deh si Panjul, susah banget disuruh serius….

“Sini deh, ana pengen tau, antum kalau sholat kok cepet banget, memangnya antum tidak baca doa-doa ya? Hayo, ngaku!”

“Fiuh, denger ya Cup, saya ini sudah lama jadi orang Islam, doa-doa yang digunakan sebagai bacaan sholat, sudah saya hafal luar kepala. Jadi saya bisa sholat dengan cepat, karena saya sudah lancar!” kata Panjul sok menjelaskan,

“Kamu sholat kok lama, memangnya belum hafal ya bacaan-bacaan sholat?” Panjul ganti bertanya.

“Astaghfrullah, Antum menghina ana ini namanya! Ana sholatnya lama sebab ana menghayati ibadah ini” bela ucup tak mau kalah.

“Yup! Itulah makanya kamu beda denganku, saya hanya membutuhkan sedikit waktu untuk penghayatan terhadap ibadah, dengan kata lain, loading saya lebih cepet!”

“HUH!!! Terserah keluargamu deh, Panjul!”

Bagi yang belum akrab dengan gaya berteman mereka berdua, perdebatan-perdebatan semacam ini sebenarnya merupakan bumbu dari pertemanan Panjul dengan Ucup bin Can, sering mereka berdua terlibat dalam perdebatan sengit, namun nyatanya hal semacam itulah yang justru membuat mereka semakin akrab. Memang aneh…

Siang itu, mereka berdua tampak sedang bersantai di kantin sekolah. Drumband yang dari tadi berisik di dalam perut memaksa mereka untuk segera mendapatkan makanan, atau jika tidak, bunyi perut mereka tidak hanya akan menyerupai drumband, tetapi akan seperti konsernya Avenged sevenfold! Kenceng banget!

“Loh, kok antum malah senyum-senyum. Cepet dimakan sotonya, nanti keburu dingin!” tegur Ucup bin Can yang merasa janggal dengan ulah temannya siang ini.

“Saya lagi berterimakasih sekaligus mentertawakan Tuhan….” Sahut Panjul singkat.

“Hus! Kena setan mana lagi orang ini, antum jangan kurang ajar sama Tuhan, mentertawakan Tuhan itu sama dengan menghina Tuhan. Memangnya Tuhan itu kurang apa kok sampai antum hina?” Kalau sudah menyangkut Tuhan, Ucup bin Can bisa cepat bereaksi. Mungkin ia memang terlalu sering merasa menjadi wakilnya Tuhan, jadi kalau ada orang yang menyepelekan, apalagi menghina Tuhan, ia bisa jadi orang pertama yang berteriak “Allahuakabar!!!!!”

Dengan santai Panjul menanggapi temannya yang kelihatannya sudah mulai “panas” ini, “Pertama, saya berterimakasih kepada Tuhan atas rizki yang Ia berikan kepada saya hingga detik ini. semua itu adalah pemberian yang tiada tara. Dahsyat banget engkau Tuhan….”

“Ya! Tentu saja itu!” kata Ucup cepat.

“Tetapi saya juga tertawa, sebab saya baru sadar kalau ternyata untuk beberapa hal, saya lebih kaya daripada Tuhan…” Panjul menghela nafas sebentar… “Saya memiliki beberapa hal yang tidak dimiliki Tuhan” Panjul sengaja memotong pembicaraannya kali ini, ingin melihat reaksi temannya yang irit tinggi badannya ini.

“Innaliallahi…. Awas musrik antum! Menganggap diri lebih hebat dari Tuhan. Bahaya itu!”

“Kamu ini gimana to Cup, saya kan Cuma merasa lebih kaya, bukan lebih hebat!” bela Panjul, ia lalu melanjutkan,

“Saya hanya merasa memiliki beberapa hal yang Tuhan tidak punya”

“Apa? Hal apa yang sampai Tuhan tidak sanggup memilikinya? Padahal Tuhan itu maha segalanya!” Ucup bin Can menantang Panjul untuk menguak ketidaktahuan dirinya itu.

“Simple saja, saya punya istri, anak, keluarga, teman, dan yang terbaru, saya punya Facebook account! Semua itu Tuhan Tidak punya! Weeek!” kata panjul yang kemudian disusul dengan tawa lebarnya! Hahahahahahaa…..

“Ah, sontoloyo antum ini! hampir saja ana jantungan!” sungut Ucup bin Can sebel.

Kayaknya pengertian tentang kaya sudah saatnya untuk dikoreksi, jika kaya harus selalu diidentikan dengan kemampuan untuk memiliki, maka beginilah jadinya. Sebab nyatanya memang banyak hal yang tidak dimiliki Tuhan, Jangan dikira pak Gufron kaya hanya gara-gara memiliki banyak tanah dan harta warisan lainnya, jangan di kira pula Pak Wahib, pak Jamal, Pak Nanang, Bu ince, dan lain-lain sebagai orang-orang kaya hanya gara-gara memiliki deposito dalam jumlah yang besar di bank-bank terkemuka di negeri ini.

Ini usul saja loh ya, harusnya kita mikir bareng-bareng, mikir bahwa ada sesuatu yang jauh lebih penting dari sekedar memiliki, dan hal itu adalah kemampuan untuk menguasai.

 Apa gunanya memiliki seratus motor keren bin unik jika tak satupun dari motor-motor itu yang sanggup kita kuasai? Buat apa?

Tuhan memang tidak memiliki semuanya, tetapi Tuhan berkuasa atas segalanya, jangankan Ferrari, mobil Timor aja Tuhan ga punya! Tapi Tuhan tentu memiliki kuasa atas mobil-mobil itu. Tuhan boleh dan sangat sah untuk mengambil, merusak, atau bahkan merubahnya menjadi kolang-kaling! Tuhan kok dilawan…

Tokoh-tokoh besar agama juga banyak yang merupakan orang-orang yang ‘tidak memiliki’. Sebut saja mulai Ibrahim, Musa, Yesus, Muhammad, Sidharta, dll. Tak seorangpun dari mereka yang memiliki banyak harta benda untuk dibanggakan, tapi mereka adalah orang-orang yang sangat berkuasa dan terkenal, sangat terkenal bahkan. Tentu saja hal ini disebabkan kemampuan mereka dalam menguasai beberapa hal. So, kaya bukan berarti memiliki kemampuan untuk memiliki, tapi kemampuan untuk menguasai.

Mungkin terkadang kita memang harus merasa menjadi makhluk yang hebat, yang tidak selalu bergantung terhadap hal-hal yang berada di luar “kita”. Berbagai kemampuan yang diberikan Tuhan kepada kita seharusnya cukup untuk membuktikan betapa kita memang makhluk yang hebat. Ingat! Hanya kita yang bisa membuat mobil, malaikat ga bisa! Hanya kita juga yang bisa menyusun sinetron sampai ribuan episode! Setan ga bisa! Hanya kita juga yang bisa menyebarkan dan mengakses video-video pribadi, Jin ga bisa! Kita ini hebat!

Panjul juga hebat, berani menyimpulkan diri lebih kaya dari Tuhan, bukan berarti ia sedang melakukan makar terhadap kekuasaan Tuhan, oh tidak! Ia hanya sedang berusaha untuk “bercengkrama” dan kalau bisa, mengajak Tuhan tertawa. Panjul adalah satu dari sekian banyak orang yang ikut prihatin terhadap “nasib” Tuhan saat ini. terlalu banyak orang yang menggambarkan Tuhan dengan pandangan-pandangan miring, “gosip” yang selama ini beredar tentang Tuhan adalah citra-Nya sebagai Tuhan yang galak, gampang marah, sering ngambek, dll.

Banyaknya tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama bisa jadi cerminan dari kelompok-kelompok tertentu yang merasa sangat yakin bahwa Tuhan menyukai tindak-tindak kekerasan dan berbagai kegilaan lainnya yang mereka lakukan. Kelompok-kelompok ini juga sesungguhnya sedang menghina Tuhan, dengan melakukan berbagai tindakan yang mengatasnamakan “untuk kepentingan” Tuhan, mereka telah secara tidak langsung menganggap Tuhan itu lemah, oleh karenanya Tuhan perlu dibela! Tuhan kok dibela?

Dalam pandangan Panjul, Tuhan itu tidak galak. Tuhan itu santun, baik, murah senyum, bahkan tak jarang Tuhan itu memiliki selera humor yang tinggi! Suatu ketika, pernah Panjul bergumam, “Huf, Tuhan,,Tuhan sungguh engkau ini dzat yang lucu. Orang-orang di Afrika Kau cat hitam, orang-orang di China Kau cat putih, di Eropa orangnya Kau cat merah, tidak cukup hanya dengan satu jenis cat, kau cat kuda zebra hitam dan putih. Hehe”

“Terimakasih Tuhan, Kau telah membuatku tertawa lagi,,,, semoga setelah tertawa ini, ada hambaMu yang bisa aku pinjam uangnya dulu… aku dan keluargaku belum makan sedari tadi pagi Tuhan,,,”

This post was last modified on 8 Mei 2015 1:42 PM

Khoirul Anam

Alumni Center for Religious and Cross Cultural Studies (CRCS), UGM Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Salafiyah Syafiyah, Sukorejo, Situbondo, Jatim dan Ponpes al Asyariah, kalibeber, Wonosobo, Jateng. Aktif menulis untuk tema perdamaian, deradikalisasi, dan agama. Tinggal di @anam_tujuh

View Comments

  • Because men and women are not equal. Islam does not require women to be sutroppers for men. Men has to pay all expenses bills, children's education, women's daily expenses etc. There's no binding on women to pay for any expenses. In fact as per Islamic Legal rules, women are not even bound to take care of the family. There's nothing men can do if women do not take care of the family and wants to engage servants to do all the job. Women is not required to fight, does not have to go to war, do nasty jobs like clean sewerage, become construction workers and so on. Men has to do all those nasty, physically challenging jobs.Men and women have different qualities, role and responsibilities and thus difference in them requires different guidance.The verse 4:128 explains the situation when men is the troublemaker instead of women and what women should do in that situation.

    • Well...we agreed for that but there's also another issued that you could give more attention. Above all that we thank you for your comment and stay tune for our coming soon articles.

Recent Posts

Aisyah dan Kartini : Membumikan Inspirasi dalam Praktek Masa Kini

Dua nama yang mengilhami jutaan orang dengan semangat perjuangan, pengetahuan dan keberaniannya: Katakanlah Aisyah dan…

1 minggu ago

Kisah Audery Yu Jia Hui: Sang Kartini “Modern” Pejuang Perdamaian

Setiap masa, akan ada “Kartini” berikutnya dengan konteks perjuangan yang berbeda. Sebagimana di masa lalu,…

1 minggu ago

Bu Nyai; Katalisator Pendidikan Islam Washatiyah bagi Santriwati

Dalam struktur lembaga pesantren, posisi bu nyai terbilang unik. Ia adalah sosok multiperan yang tidak…

1 minggu ago

Semangat Kontra-Radikalisasi dalam Proses “Memperempuan”

Mana yang benar: identitas seseorang sebagai perempuan atau laki-laki yang membentuk perilaku seseorang itu, atau…

1 minggu ago

Pesantren Menguatkan Daya Tahan Perempuan dari Jeratan Narasi Radikalisme yang Patriakis

Peran pesantren putri dalam mencetak kader ulama perempuan yang memiliki wawasan religius, nasionalis, dan pancasilais…

1 minggu ago

Menyelami Gagasan Moderasi Beragama Kartini

Selama ini, pembahasan tentang Kartini selalu difokuskan pada ide emansipasi perempuan. Hal itu tidak salah.…

1 minggu ago