Maraknya konten bermuatan negatif di internet perlahan menggerogoti rasa nasionalisme masyarakat Indonesia. Tulisan bermuatan Radikalisme, paham Islam transnasional, hingga konten bermuatan anti pancasila kini mudah di temukan di Internet. Dilansir dari CNNIndonesia.com, Minggu (03/06/18), Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara telah memblokir sebanyak 4.078 akun di Facebook dan Instagram yang masif menyebar paham radikalisme.
Bahkan penyebar konten tersebut sudah gencar sejak 2016 lalu di internet. Survei yang dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tahun itu menyatakan bahwa empat persen pemuda Indonesia setuju dengan ISIS, bahkan 37 persen dari mereka tegas menolak Pancasila di Indonesia.
Sebagian kasus tersebut, bisa dipastikan bahwa pendorong terbesar mereka melakukan hal itu adalah paham Radikalisme (ISIS). Mereka menganggap Indonesia dengan jumlah mayoritas muslim terbanyak harus bangkit, dan menindak tegas segala bentuk perilaku yang tidak Islami di Indonesia.
Hal ini tentu sangat berbahaya, terlebih masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam agama. Mulai Islam, kristen, serta Hindu dan Budha. Praktek beragama serta saling menghormati satu sama lain menjadi hal yang patut dumiliki setiap warga. Ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Pasal 29 Ayat 2, bahwa negara menjamin kemerdekaan penduduk untuk memilih Agama sesuai dengan kepercayaan mereka.
Baca juga : Aksi Santri Millennial Bela Negara dengan Intervensi Kognitif
Pasal tersebut juga ditegaskan dengan UUD pasal 28 yang menyatakan, setiap warga wajib menghormati hak asasi orang lain dalam rangka tertib bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Melek Literasi Media
Kegaduhan akibat hal tersebut disebabkan minimnya literasi media masyarakat Indonesia. Di mana, sebagian masyarakat tidak membandingkan informasi satu dengan yang lain. Lebih parah lagi, sebgainnya langsung membagikan informasi yang ada di media sosial tanpa membacanya terelbih dahulu.
Hal tersebut seperti yang dikatakan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. Ia menjelaskan bahwa pemikiran masyarakat yang ingin menjadi orang pertama dalam menyebar informasi, membua mereka lupa untuk mengklarifikasi benar atau tidaknya informasi tersebut.
“Bangsa Indonesia pada umumnya senang menjadi nomer satu. Jadi, kalau melemparkan isu ingin dianggap pertama. Buktinya kirim lewat WA, Facebook, Twitter, dan sebagainya,” Ujar Rudiantara dalam sebuah acara diskusi, Senin (13/02/17) (Kompas.com, 14/02/17).
Guru Besar Ilmu Komunikasi Universias Padjajaran Bandung, Deddy Mulyana mengatakan, faktor lain yang menyebabkan masyarakat Indonesia mudah terpengaruh oleh informasi di internet adalah kurangnya budaya menyimpan data informasi. Sehingga untuk membadningkan kebenaran informasi yang satu dengan yang lain sulit dilakukan (Kompas.com, 08/02/17).
Banyaknya lembaga masyarakat yang sadar akan pentingnya literasi media harus dibarengi dengan tindakan nyata. Terutama, dalam hal ini adalah kaum muda. Siapkah Anda kaum muda?
Bela Negara Kekinian
Tan Malaka dalam pembukaan bukunya Semangat Muda mengatakan, “Senjata Feodalisme dan Kapitalisme terutama Peluru dan Pedang. Senjata Proletar Industri ialah Agitasi, Mogok dan Demonstrasi. Sebulan Massa-Aksi di Indonesia sekarang lebih berguna dari 4 tahun Dipo NegoroIsme. Zaman Baru membawa Senjata Baru !!!!”
Sebagai salah satu pemikir bangsa, Tan Malaka seakan menegaskan bahwa setiap zaman mempunyai senjata baru yang lebih ampuh dibandingkan peluru dan meriam. Bila pada masa kemerdekaan pahlawan menggunakan bambu runcing dan senjata api, saat ini tulisan menjadi lebih tajam sebagai bentuk perlawan terhadap kolonialisme.
Generasi Milenial sebagai ujung tombak negara, perlu memanfaatkan internet untuk perlawanan terhadap paham radikalisme serta Islam Transnasional di Indonesia. Terlebih bila melihat data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia menyatakan, sebanyak 132,7 juta masyarakat kita sudah memakai internet dalam kehidupan mereka.
Bela negara dengan tulisan informatit melalui internet kini lebih berharga daripada bambu runcing dan senjata api. Maka, pemuda bangsa perlu mempersiapkan diri untuk menguasai internet di Indonesia dengan konten-konten positif yang nasionalis dan toleran, sehingga paham radikalisme dan paham Islam Transnasional tidak akan mempengaruhi kesatuan bangsa. Berperanglah dengan menulis wahai generasi muda!
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…
View Comments