Narasi

Literasi Media Untuk Generasi Millennial Yang Inspiratif

Generasi millennial atau banyak kalangan yang menyebut anak muda zaman now. Generasi millennial lahir setelah zaman generasi  x, tepatnya kisaran tahun 1980-an sampai tahun 2000-an. Dapat diperkirakan saat ini generasi millennial memiliki usia 17 hingga 37 tahun.

Di Indonesia sendiri, sekitar 80 juta orang yang berusia antara 17 hingga 37 tahun. Jumlah tersebut sangat signifikan, karena populasi generasi millennial sudah mencakup 30 persen dari total penduduk di Indonesia. Berkembangnya regenerasi zaman tersebut dibarengi dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat.

Generasi millennial juga memiliki sifat yang lebih toleran terhadap sesamanya. Arus globalisasi membuat generasi millennial menjadi lebih terbuka terhadap perbedaan, juga pengetahuan terhadap keberagaman pun menjadi lebih luas. Oleh sebab itu generasi millennial harus mampu menjadi pembaharu dan terus berinovatif dalam menjaga perdamaian Indonesia.

Sebarkan virus-virus toleransi dalam berkehidupan sehari-hari, tidak mencaci atau menghina kepercayaan seseorang, dan terus tebarkan konten positif di dunia maya.

Generasi millennial juga harus bersikap bijak dalam menggunakan sosial media, hindari perdebatan yang dapat memicu terjadinya perpecahan, karena berita hoax karena isi konten belum diketahui kebenarannya. Selalu biasakan saring sebelum sharring. Hal tersebut perlu diedukasi dan saling mengedukasi.

Baca juga : Ronda Maya: Tidak Terprovokasi Narasi Kebencian Ala Kaum Stoa

Seperti dikutip dari idntimes.com, dalam 7 Catatan Inspiratif Najwa Shihab untuk generasi millennial. Dalam kegiatan tersebut jurnalis inspiratif Najwa Shihab atau yang sering disapa Nana, menjelaskan generasi hari ini harus menjadi inspirasi untuk seluruh bangsa Indonesia dengan terus berinovatif.

Dalam salah satu cacatan inspiratifnya, Nana juga menegaskan untuk tidak menyebarkan virus dusta dalam bermedia sosial. Literasi media harus terus mengedukasi seluruh masyarakat.

“Dunia dirundung berita bohong seiring daya pikir yang semakin kosong, obsesi mengunyah berita cepat dan berbagai secepat kilat, membesarkan berita culas, semakin hebat. Penyebar virus dusta bisa siapa saja dari warga biasa hingga rekayasa yang punya kuasa, hasutan bercampur kebohongan membakar emosi dan memompa kebencian. Tsunami Hoax berjalin kelindan dengan kecamuk politik saat para calon berebut simpatik public,” ujarnya.

Dari kutipan tersebut generasi millennial dan bangsa Indonesia harus bersama-sama menjaga keberagaman dan tidak membuat konten hoax yang bersifat ujuran kebencian juga memicu emosi.

Nana juga menegaskan harus ada literasi media yang tidak instan, “Memblokir dan menangkap bukan akar masalah, mengoreksi sistem dan mutu Pendidikan adalah jawabannya. Tanggung jawab juga ada pada media arus utama, jika tidak bisa di percaya bisa sama berbahaya, Literasi media dan warga adalah tugas Bersama yang tidak bisa diselesaikan secara instan belaka, karena virus dusta hanya bisa dilawan dengan taktis oleh mereka yang berfikir logis dan kritis,” tegas nana.

Rini Ananing

Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Aktiv Di LPM SiGMA

View Comments

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

3 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

3 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

3 hari ago