Narasi

Lord Didi dan Pesan Kemanusian

Didi Kempot tidak hanya meninggalkan jejak kesenian bagi penggemarnya, tetapi juga legasi kemanusiaan bagi masyarakat. Penyanyi campur sari ini, yang bernama lengkap Dionisius Prasetyo, menghadap Yang Kuasa pada Selasa 5 Mei 2020. Selain konsistensinya dalam meniti karir, Didik Kempot merupakan sosok yang sangat peduli dengan sesama. Hidupnya penuh dengan cinta kasih terhadap orang lain. Maka tidak heran, jika di waktu mendatang, bukan hanya melodi dan syair lagunya saja yang kerap hinggap di otak masyarakat, tetapi kebaikan-kebaikan yang pernah dilakukan akan sulit sirna dari pikiran kita. Teladan kemanusiaan itulah yang perlu dicontoh  oleh rakyat Indonesia.  

Banyak peristiwa yang dapat disodorkan untuk menunjukkan kuatnya spirit kemanusian Didi Kempot. Sebelum meninggal, penyanyi yang memiliki ciri khas berupa lagu-lagu melownya ini, mengadakan konser amal dari rumah. Bersama Kompas TV, Didi Kempot mengadakan kegiatan tersebut pada Sabtu 11 April 2020. Hasilnya, terkumpul donasi sebesar Rp7,6 miliar. Adik dari Mamiek Praksoso itu juga merencanakan mengadakan konser amal pada 14 November 2020 di Stadion Gelora Bung Karno. Dalam akun IG didikempot_official, tiket konser #AmbyarTakJogeti sudah bisa dibeli mulai tanggal 1 Mei 2020. Sebagian hasil penjualan tiket akan disumbangkan untuk pembuatan jamu, masker, dan alat pelindung diri lainnya.

Selain melakukan penggalangan dana, putra dari seniman Ranto Edu Gudel ini mengkampanyekan agar masyarakat memenuhi anjuran physical distancing. Bersama Walikota Solo, dia menyanyikan lagu berjudul ojo mudik. Beberapa baris liriknya berbunyi “jaga jarak/cuci tangan/pakai masker/maju bareng/ngelawan corona ben klenger/neng ngomah wae, di rumah saja/bersama-sama/ayo lawan corona”. Penyanyi berambut panjang ini sadar, bahwa suatu anjuran bisa bisa diterima masyarakat melalui cara-cara yang santai. Seperti memanfaatkan media lagu. Dia pun sadar, pendengarnya setianya (khususnya masyarakat jawa) banyak yang biasanya melakukan mudik lebaran. Oleh sebab itu, dia menghimbau agar sementara tidak ke kampung halaman hingga kondisinya memungkinkan.

Baca Juga : Puasa dan Ketahanan Pangan Warga di Masa Pandemi

Teladan kemanusian yang tulus dilakukan oleh Didi Kempot inilah yang perlu dilestarikan dan disebarluaskan. Bukan kemanusiaan yang pamrih. Apalagi jika sampai ada yang menjadikan solidaritas kemanusiaan sebagai bahan candaan dan olok-olok. Seperti kasus prank sampah di Bandung yang viral beberapa hari ini. Pada kasus tersebut, salah seorang youtuber (bersama timnya), membagikan kardus “bantuan” kepada masyarakat pada dini hari. Akan tetapi,  kardus tersebut telah diisi batu bata dan sampah yang diambil dari keranjang sampah. Waria dan anak-anak yang sedang bermain menjadi korbannya. Orang-orang yang membuat video seperti ini jelas sekedar mencari sensasi demi membuat channel youtube-nya dikunjungi banyak penonton. Lebih ironis lagi, karena pelaku belum mengakui kesalahan perbuatannya. Inilah salah satu contoh manusia yang semakin menipis rasa kepeduliannya terhadap sesama.

Ramadan merupakan saat tepat bagi Muslim untuk menguatkan solidaritas kemanusiaan. Selama ramadan, mereka yang berpuasa dipaksa tuhan untuk merasakan bagaimana menahan haus dan lapar selama berjam-jam. Menajamkan rasa, bahwa masih banyak orang-orang di sekitar kita -yang tanpa puasa pun-kesulitan untuk mengakses makanan dan minuman yang sehat dan bergizi. Terlebih di masa pandemi Covid-19, saat semakin banyak orang yang ekonominya menurun drastis hingga tidak bisa memenuhi kebutuhan layak untuk keluarganya. Mereka yang berada di level menengah saja merasakan dampak pandemi ini, apalagi masyarakat yang kondisinya telah berada di bawah garis kemiskinan. Mereka adalah golongan yang berpotensi semakin terpuruk.

Disinilah Islam bisa berkontribusi. Melalui aksi praksis yang langsung menyentuh jantung persoalan. Apalagi Islam merupakan agama yang sarat dengan doktrin untuk menolong sesama. Misalnya melalui instrumen zakat, infak, dan sedekah. Terlebih di bulan yang mulia ini, ketika ganjaran kebaikan dilipat gandakan, maka kita harus berbondong-bondong membantu sesama. Mulai saja dari lingkungan terdekat. Lihat rumah tetangga yang berada di depan, samping, dan belakang kita. Jika mereka membutuhkan bantuan dan kita memiliki kelebihan, salurkan segera. Dengan begitu, kita telah menerapkan perintah untuk menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain.

This post was last modified on 6 Mei 2020 3:38 PM

Rachmanto M.A

Penulis menyelesaikan studi master di Center for Religious and Cross-cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM. Jenjang S1 pada Fakultas Filsafat UGM. Bekerja sebagai peneliti.

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

21 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

21 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

21 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

21 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

2 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

2 hari ago