Aksi terorisme di Indonesia seakan mengalami perkembangan peran. Yang tadinya hanya dilakukan oleh laki-laki, kini ikut melibatkan kalangan perempuan. 11 Desember tahun 2016, seorang yang sedang mengandung, Dian Yulia Novia berencana akan meledakan istana presiden. Namun, hal itu berhasil digagalkan oleh aparat keamanan.
Lalu pada tahun 2018, aksi terorime kembali dilakukan oleh perempuan, bahkan ia tergolong masih belia. Dita Siska Millenia, wanita delapan belas tahun ini berencana akan melakukan penusukan terhadap anggota Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Seperti dilansir TribunNews.com, Dita dan Siska, merencanakan aksi mereka dengan cara berkunjung ke Mako Brimob dengan niat memberi makanan untuk para narapidana teroris. Namun, saat makanan diperiksa oleh petugas, Dita mengeluarkan gunting dan menyerang polisi. Ketika ditelusuri, mereka melakuakan aksi itu karena termotivasi ajaran yang tersebar di media sosial.
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro Surabaya, Jawa Timur menjadi salah satu dari tiga gereja sasaran teror pada Minggu (13/5). Di gereja ini, pelaku diduga seorang ibu yang membawa dua anak usia di bawah lima tahun (balita). Ketiganya tewas seketika di lokasi kejadian.
Aksi teroris perempuan yang paling mengerikan terjadi di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro Surabaya, Jawa Timur. Aksi itu terjadi ketika jemaat melakukan misa sekitar pukul 07.00 WIB. Seorang perempuan dan kedua anak yang ikut bersamanya melakukan bom bunuh diri di area parkiran gereja dan menewaskan tiga orang. Dalam laporan CNNIndonesia, disebutkan kedua anak tersebut bahkan belum diketahui mempunyai hubungan saudara dengan pelaku atau tidak.
Baca juga : Menjadi Wanita yang Siap Tangkis Radikalisme dan Hoax
Kekejaman terorisme yang melibatkan para wanita ini, tentu perlu diwaspadai. Kejadian itu seakan menjadi pengakuan terhadap kelompok radikal bahwa mereka merupakan sosok wanita yang pemberani dan memiliki kekuatan besar untuk melibatkan anggota keluarga dalam aksi bom bunuh diri. Bisa dibayangkan, bila sosok Ibu yang menyayangi serta mengasihi menjadi monster yang menakutkan, bahkan mengajak anggota keluarganya melakukan aksi terorisme. Terlebih, jumlah mereka lebih banyak dari pada laki-laki, bukan?
Penebar Kedamaian
Data Badan Pusat Statistika menyebutkan bahwa ada sebanyak 86,57 juta perempuan berumur 20-64 di Indonesia.
Data Badan Pusat Statistika (BPS) menjelaskan bahwa begitu banyaknya perempuan dewasa, bahkan sebagian sudah menikah di usia tersebut tinggal di Indonesia. Dengan jumlah tersebut, peran perempuan sebagai penebar perdamaian di Indonesia, sangat mungkin diwujudkan.
Proses pendidikanpun, lebih sering dilakukan di rumah. Dan yang mendampingi mereka adalah seorang ibu. Selain pengelola rumah tangga, ibu juga sangat menentukan anaknya akan menjadi radikal, agamais, atau bahkan atheis.
Teringat sebuah pepatah mengatakan, rumah merupakan pendidikan awal pertama seorang anak, maka dalam hal ini ibu mempunyai peran sangat penting terhadap pembetukan karakter anak.
Bisa dibayangkan bila jumlah tersebut bersatu dan membentuk karakter “damai” dalam diri anak serta keluarga yang ada di Indonesia. Tentunya, paham radikalsime bahkan aksi terorisme tidak akan pernah terjadi di Indonesia, bukan?
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…
View Comments