Narasi

Maqashid Syariah Diterapkannya PPKM Darurat

Pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Sebaliknya, tren kasus orang yang terinfeksi semakin naik. Hingga tanggal 05 Juli 2021, berdasarkan data dari situs covid19.go.id, virus asal Wuhan ini sudah menginfeksi sebanyak 2.313.829 orang di Indonesia.

Sudah barang tentu, penularan Covid-19 yang semakin tak terkendali tersebut mengancam keselamatan jiwa bangsa Indonesia. Berdasarkan data itu, Presiden Jokowi mengambil keputusan untuk menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Pulau Jawa dan Bali. PPKM Darurat dilaksanakan sejak tanggal 3-20 Juli mendatang.

Seperti yang sudah-sudah, PPKM Darurat menuai pro kontra. Salah satu poin yang banyak ditentang adalah adanya penutupan sementara masjid/musala. Nyatanya, poin tersebut tidak pernah membuat umat Islam di Indonesia satu suara. Banyak yang mendukung, tapi banyak pula yang menentang.

Bahkan, ada tokoh yang mengatakan bahwa Tuhan akan marah jika bangsa Indonesia menutup masjid/musala. Belum lagi, kelompok-kelompok Islam radikal menggunakan isu tersebut untuk menyerang pemerintah. Mereka menyebarkan isu bahwa pemerintah melarang umat Islam beribadah.

Padahal, pemerintah tidak hanya menutup sementara tempat ibadah umat Islam. Gereja, Wihara, Pura dan lainnya juga ditutup oleh pemerintah. Tapi mereka tidak mau tahu. Mereka tetap saja ngeyel dan menuduh pemerintah zalim terhadap umat Islam.

Akhirnya, isu-isu destruktif tersebut membuat umat Islam di grass root menjadi terpecah. Pertanyaannya kemudian, apakah PPKM Darurat yang salah satu poinnya menutup sementara rumah ibadah memang perlu dilakukan?

Syariat Islam diturunkan oleh Allah Swt., sebagai rahmat sekaligus pedoman hidup untuk manusia. Sebagai pedoman, syariat Islam memiliki tujuan-tujuan yang universal. Secara garis besar, maqashid syariah atau tujuan-tujuan ditetapkannya syariat Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan atau kebaikan bagi manusia dan menghindarkan keburukan atau mudarat.

Murid al-Juwaini yang digelari Hujjatul Islam, al-Ghazali kemudian merumuskan konsep bahwa maqashid syariah atau tujuan-tujuan ditetapkannya syariat atau hukum Islam tercermin dalam lima hal pokok, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Setiap hukum Islam yang mengandung lima prinsip tersebut, dinamakan maslahat. Sebaliknya, jika tanpa memperhatikan lima hal itu, berarti mafsadat. Bisa dikatakan, setiap hukum dalam Islam yang ditetapkan berdasarkan al-Qur’an dan Hadits, harus mencakup kelima dasar prinsip-prinsip universal syariat Islam tersebut.

Sesuai

Soal penutupan rumah ibadah dalam aturan PPKM Darurat yang selalu dipermasalahkan sebagian umat Islam sesungguhnya sudah sesuai dengan kaidah fikih tidak boleh membahayakan diri dan membahayakan orang lain. (la dhororo w ala dhiroro). Atau kaidah lainnya, yakni menolak mafsadah didahulukan dari pada mencari kemaslahatan (dar’ul mafasid muqoddam ala jalbil masholih).

Secara garis besar, PPKM Darurat yang ditetapkan oleh pemerintah sudah sesuai dengan konsep maqashid syariah.

PKKM Darurat tidak hanya menjaga jiwa dan akal manusia, tapi juga agama, keturunan dan juga harta. Jika rumah ibadah yang menjadi tempat ibadah umat beragama menjadi biang kerok penyebaran covid-19, tentu hal itu akan menimbulkan dampak negatif bagi agama tertentu yang rumah ibadahnya menjadi kluster Covid-19.

PPKM Darurat juga menjaga keturunan dari keganasan Covid-19. Jika bangsa ini tidak segera menang melawan virus ini, maka hal itu juga akan mengancam generasi penerus atau keturunan bangsa ini. Oleh karenanya, disetujui atau tidak disetujui, dipuji atau dimaki, pemerintah tetap melaksanakan PPKM Darurat untuk menekan penyebaran Covid-19.

Akhir kata, setiap hukum-hukum atau aturan-aturan ditetapkan dengan melakukan kajian secara mendalam. Hal itu untuk menghindarkan dari kerusakan atau mafsadat.

Sebagai umat Islam, kita harus percaya bahwa PPKM Darurat yang ditetapkan oleh pemerintah sudah melalui berbagai pertimbangan dan kajian. Bukan aturan yang ditetapkan dengan sembarangan, apalagi serampangan. Tugas kita, menaatinya dan menjalankan dengan sepenuh hati. Seraya berdoa agar pandemi ini berlalu.

Tak perlu melakukan apalagi menyebarkan isu-isu propaganda yang mendiskreditkan pemerintah dengan menggiring opini bahwa umat Islam dilarang beribadah. Sebab, faktanya bukan demikian. Rumah ibadah yang ditutup, bukan hanya milik umat Islam, tetapi juga rumah ibadah umat agama lain.

Marilah jadi umat  cerdas, yang tidak mudah tertipu dengan propaganda-propaganda murahan para pembenci dan pendengki pemerintah. Semoga bangsa ini diselamatkan dari pandemi covid-19 dan juga dari kerusakan akibat perpecahan. Aamiin.

This post was last modified on 7 Juli 2021 2:54 PM

Nur Rokhim

Alumnus Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga. Aktif di Lembaga Ta’lif wa Nasyr (LTN) NU DIY.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

22 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

22 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

22 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago