Keagamaan

Meluruskan Doktrin Al Wala’ wal Bara’ di Era Negara-Bangsa: ”Yang Bukan Saudara dalam Seiman adalah Sesaudara dalam Kemanusiaan”

Al wala’ wal bara’ adalah salah satu doktrin ajaran yang dipakai oleh kelompok radikal untuk melancarkan misi-misi gerakannya. Dalam al wala” wal bara’, kelompok radikal memunculkan dua konsep secara  vis-a-avis, yakni antara konsep mencintai dan membenci.

Bagi mereka, dengan konsep al wala’ wal bara’, mencintai hanya terkhusus bagi mereka sebagai mereka sesama muslim, atau lebih tepatnya yang sepemahaman saja dengan mereka. Sedangkan mereka yang diluar golongan, diposisikan sebagai musuh.

Terkait dengan konsep al wala’ (saling mencintai sesama muslim), penulis kira ini tidaklah problematis. Sebab, memang banyak ayat dalam Al-Quran yang mengatakan dan menegaskan bahwa semua umat Islam adalah saudara.

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS. Al-Hujarat [49]: 10). Ayat ini sungguh sangat jelas menegaskan tentang persaudaraan sesama muslim.

Dalam ayat yang lain, Allah Swt. juga berfirman bahwa: ”Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) wali (penolong) bagi sebagian lainnya. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 71).

Semua yang terkait dengan persaudaraan sesama muslim yang disinggung dalam konsep al wala’ penulis kira impas. Akan tetapi, akan sangat terasa ganjil ketika kita membaca dan memahami konsep al bara yang dijadikan doktrin oleh kelompok radikal. Sebab, dalam konsep ini, hal yang paling ditonjolkan oleh kelompok radikal adalah memusuhi orang-orang non-muslim.

Dalam beberapa ayat, memang terdapat beberapa perintah dalam Islam yang menegaskan agar umat muslim tidak bekerja sama dengan orang-orang non-muslim.  Akan tetapi, meski begitu, bukan berarti umat Islam diperbolehkan memusuhi umat non-muslim.

Umat Islam dilarang bekerja sama dengan umat non-muslim dalam beberapa hal: pertama, mengenai soal aqidah, karena ini menyangkut hal yang paling prinsipil antara hamba dan Rab-nya.

Kedua, tidak boleh bekerja sama dalam beberapa konteks. Sebab, ditakutkan, jika ada umat Islam yang bekerja sama (berhubungan dengan umat non-muslim) ia akan dicap sebagai pengkhianat. Sehingga, dari situ ditakutkan akan timbul konflik sesama umat muslim itu sendiri.

Lalu, bagaimana di luar dua konteks itu. Di dalam kehidupan sosial sehari-hari yang relatif aman, misalnya, di mana muslim dan non-muslim hidup secara berdampingan. Tentu tidak ada masalah menjalin hubungan dengan non-muslim. Menjalin hubungan bisnis, misalnya.

Karena itu, pada titik ini, kelompok radikal yang memahami dan menafsiri al bara’ sebagai dasar dan justifikasi untuk menebar api permusuhan terhadap orang-orang non-muslim, adalah kesesatan yang mesti kita luruskan. Sebab, secara tidak langsung, dengan mengamini bahwa konsep al bara’ itu benar, itu sama saja dengan kita mengatakan bahwa Islam adalah agama permusuhan.

Sedangkan dalam kenyataannya, Islam bukanlah agama permusuhan. Islam adalah agama kasih sayang. Islam mengajarkan umatnya untuk saling mengasihi, saling tolong menolong dalam mengarungi samudera kehidupan.

Umat Islam diperintahkan bersikap baik kepada sesama manusia. Termasuk pula kepada orang-orang non-muslim. Selama orang-orang non-muslim tidak menebar ancaman dan api permusuhan, dilarang bagi umat Islam memusuhi dan memerangi umat non-muslim. Seperti di Indonesia, misalnya.

Di Indonesia, umat muslim dan non-muslim hidup berdampingan. Saling menghormati dan saling menghargai satu sama lain. Tidak ada api permusuhan yang ditebarkan oleh orang-orang non-muslim kepada umat muslim itu sendiri.

Karena itu, dalam konteks Indonesia yang sudah damai, di mana muslim dan non-muslim hidup berdampingan, terlarang bagi umat Islam untuk memusuhi dan memerangi orang-orang non-muslim. Sebab, kondisi dan konteksnya tidak sedang dalam perang sebagaimana yang terjadi di masa-masa awal Islam.

Islam bukan agama permusuhan. Sebaliknya, ia agama kasih sayang. Konsep permusuhan (al bara) yang ditonjolkan oleh kelompok radikal dalam memahami al bara’ adalah kesesatan. Sebab, bagaimanapun, tidak mungkin Islam memerintahkan umatnya hidup dalam dendam dan bara api permusuhan.

Sebagaimana kata Ali bin Abi Thalib: ”Yang tidak sesaudara dalam Islam, adalah sesuadara dalam kemanusiaan.” Islam adalah agama kasih sayang, pembenaran atau justifikasi bahwa Islam, dengan konsep al Bara, menghendaki kekerasan dan permusuhan adalah pemahaman yang sesat.

This post was last modified on 29 November 2023 10:27 AM

Rusdiyono

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

3 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

4 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

4 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

4 hari ago