Faktual

Membantah Zakir Naik; Indonesia Bukan Negara Sekuler

Penceramah yang dikenal suka merendahkan agama lain, Zakir Naik tampil dalam podcast Richard Lee. Lee adalah seorang influencer kosmetik yang belakangan mengaku mualaf dan sering membuat konten bersama tokoh Islam. Sayangnya, tokoh Islam yang sering diajak podcast ini kerap problematik pandangan keagamaannya. Mulai dari Ferry Sulaiman, Felix Shiaw, dan sekarang malah Zakir Naik.

Berita tentang masuk Islamnya Lee ini cukup kontroversial. Karena pernyataan ia masuk Islam itu berbarengan dengan munculnya kasus dugaan penipuan yang menerpa produk skincare yang ia pasarkan. Di media sosial, sejumlah netizen menduga pengakuan mualaf itu juga dimaksudkan untuk menutupi isu yang tengah mencuat tersebut.

Kembali ke podcast bersama Zakir Naik, dalam podcast itu muncul pernyataan yang cukup kontroversial dan berpotensi melukai perasaan warga Indonesia. Bagaimana tidak, Zakir mengatakan bahwa Malaysia adalah tempat tinggal terbaik bagi umat Islam. Alasannya, di Malaysia hukum Islam ditegakkan, meski jumlah penduduk muslim hanya 63 persen dari total populasi.

Sebaliknya, ada negara yang penduduknya mayoritas muslim, sampai 80 persen tapi tidak menerapkan hukum Islam. Zakir tidak menyebut secara eksplisit bahwa negara yang dimaksud adalah Indonesia. Namun, netizen tentu bisa menebak arahnya kemana. Toh, di bagian yang lain Zakir secara jelas menyebut Indonesia sebagai negara sekuler.

Ada banyak hal yang bisa dipersoalkan dari kemunculan Zakir di podcast Richard Lee ini. Pertama, tentu pernyataan Zakir tentang Indonesia sebagai negara sekuler. Pernyataan ini jelas ngawur dan salah kaprah. Indonesia bukan negara sekuler dalam artian memisahkan antara urusan agama dan negara.

Di Indonesia, agama tidak dianggap sebagai wilayah privat. Negara dalam banyak hal masih mengurusi urusan keagamaan. Buktinya nyata Indonesia bukan negara sekuler itu banyak. Antara lain, Indonesia punya Kementerian Agama yang mengurusi semua agama. Indonesia menyelenggarakan pendidikan agama Islam yang dibiayai negara melalui sekolah Islam negeri dari level dasar, menengah pertama, menengah atas, hingga perguruan tinggi.

Pemerintah membangun masjid di seluruh wilayah sebagai rumah ibadah muslim. Belum lagi urusan haji dan umroh yang juga diselenggarakan secara resmi oleh pemerintah. Dan masih banyak urusan keagamaan lain yang diatur pemerintah.

Lantas, dimana letak sekuler-nya Indonesia. Jika kita jalan-jalan ke seluruh wilayah Indonesia, maka mencari masjid sangat mudah. Di jalanan dan ruang publik simbol dan nuansa Islam begitu kuat. Tradisi keislaman dirayakan meriah. Sekali lagi, dimana letak sekuler yang dikatakan Zakir tersebut?

Kedua, kita perlu menyoroti sosok Zakir Naik yang kerap dianggap sebagai pendekar panggung, jago debat agama, sosok yang malu menyalahkan ribuan orang selama ini. Di balik imagenya sebagai penceramah yang jago retorika agama dan dengan lugas menjawab pertanyaan dari umat agama lain, Zakir punya banyak kasus hukum yang sampai saat ini belum selesai.

Di India, negara asalnya, ia diduga terlibat sejumlah kasus. Antara lain, pendanaan gerakan teroris, penyebaran ujaran kebencian, menghasut publik agar benci dengan pemerintah, dan pencucian uang. Di India, ia menjadi buron aparat keamanan.

Makanya, ia tinggal di Malaysia. Tentu ironis, seorang buron kasus kriminal besar, membicarakan dan menilai Indonesia sebagai negara yang kurang islami, dan bukan negara terbaik untuk ditinggali oleh umat Islam.

Ketiga, sejumlah negara mencekal Zakir dan melarang ia berceramah. India sudah jelas mencelanya. Bahkan, Malaysia pun melarang Zakir berceramah. Lalu pemerintah Inggris dan Singapura secara resmi melarang Zakir masuk negaranya.

Pakistan, sebagai negara Islam pun sebenernya keberatan ketika Zakir melakukan road show ceramah di negara tersebut. Kekhawatiran itu valid dan normal. Tersebab, setiap kali Zakir ceramah, ancaman ekstrmisme di Pakistan meningkat.

Keempat, kita patut menyoal sikap Richard Lee yang memberikan panggung kepada Zakir Naik. Podcast dengan Zakir itu berbarengan dengan rencana Zakir melakukan road show ceramah di banyak kota besar di Indonesia bulan Juni 2025 ini.

Bisa dibilang, podcast ini adalah awal alias pembukaan dari serangkaian ceramah Zakir di sejumlah kota tersebut. Pertanyaannya, apakah ini bagian dari skenario besar, yang publik tidak tahu?

Hari ini, kita tengah menikmati suasana yang lumayan kondusif. Aksi teror dan kekerasan nihil terjadi. Kerukunan dan toleransi agama nisbi berada dalam kondisi baik-baik saja. Rencana kedatangan Zakir ini berpotensi merusak stabilitas itu.

Seperti kita tahu, ceramah Zakir kerap secara terbuka merendahkan kelompok agama lain. Jangan sampai kedatangan Zakir ini menjadi bagian dari skenario besar membangkitkan ekstrmisme dan kekerasan di Indonesia.

Ulil Abshar Abdalla dalam sebuah tulisannya menyebut Zakir Naik sebagai seorang apologetik. Yakni sosok yang menjaga kemurnian agama sendiri dengan menyerang agama lain. Teknik yang dipakai Zakir adalah mencari ayat-ayat dalam kitab suci lain yang kontradiktif untuk menunjukkan bahwa kita suci itu tidak otentik. Tanpa ia sadari, bahwa kontradiksi ayat itu sebenarnya juga ada dalam Alquran.

Teknik lain yang dipakai adalah menghakimi ajaran agama lain sebagai tidak rasional. Sekaligus mengklaim Islam sebagai agama yang paling masuk akal. Klaim ini kerap dibarengi dengan pernyataan yang merendahkan bahkan menghina agama lain. Ulil menyebutnya sebagai retorika supremasisme.

Pendek kata, perbuatan Zakir bahwa Indonesia bukan negara yang sempurna untuk umat Islam, bahkan disebut negara sekuler itu tidak bisa dipertanggungjawabkan baik dari sisi ilmiah, maupun etis. Dari sisi ilmiah, pernyataan itu menunjukkan bahwa Zakir gagal memahami Indonesia sebagai negara Pancasila. Ia jelas tidak membaca sejarah bangsa Indonesia. Dan tidak membaca sejarah adalah sebuah aib bagi seorang yang mengaku dirinya intelektual rasional.

Sedangkan dari sisi etis, pernyataan itu tentu tidak menunjukkan sikap bijaksana. Ada lebih dari 245 juta umat Islam di Indonesia hari ini. Mereka hidup nyaman di Indonesia. Beribadah, bekerja, mencari ilmu dengan bebas tanpa intevensi apa pun.

Lalu, datanglah Zakir dengan pernyataan bahwa Indonesia bukan negara terbaik untuk ditinggali muslim, dan menyebutnya sebagai negara sekuler. Sudah selayaknya tokoh seperti ini tidak diberikan panggung di lanskap keislaman kita.

Desi Ratriyanti

Recent Posts

Berkurban ala Nusantara; Titik Temu Syariat dan Adat

Masyarakat Nusantara dikenal kreatif dan imajinatif. Termasuk dalam menerjemahkan ajaran agama, tidak terkecuali Islam. Maka,…

4 menit ago

Qurban sebagai Sarana Penyatuan Identitas Nasional

Setiap tahunnya, Hari Raya Idul Adha menjadi momen penting yang membawa pesan universal, tidak hanya…

6 menit ago

Refleksi Hari Raya Qurban: Menyembelih Fanatisme dan Ananiah dalam Diri

Hari raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban merupakan salah satu bentuk dari simbol pengorbanan,…

1 hari ago

Titik Temu Kurban: Dari Abraham, Gotong Royong, hingga Etika Bernegara

Setiap tahun, sayup-sayup takbir menggaung, disusul prosesi penyembelihan hewan kurban yang menjadi penanda salah satu…

1 hari ago

Idul adha, Ritus Suci yang Menutup Celah Konflik di Akar Rumput

Idul adha bukan hanya dirayakan sebagai momen spiritual tetapi juga kultural di Indonesia. Tesis ini…

1 hari ago

Kesiapsiagaan Merupakan Daya Tangkal dalam Pencegahan Terorisme

Ancaman terorisme yang terus berkembang bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dengan pendekatan konvensional atau sekadar…

6 hari ago