Semua entitas dan komunitas yang hidup dan berkembang di bumi pertiwi Indonesia harus mengakui Pancasila. Legalitasnya dijamin tidak disetujui pemerintah jika syarat pengakuan itu tidak dipenuhi. Pemerintah jelas mesti tegas.
Di sisi lain, pemerintah mesti adil dan bijaksana. Bagaimanapun setiap anak bangsa menjadi tanggung jawabnya. Jika ada organisasi kemasyarakatan (ormas) atau lembaga dalam bentuk apapun yang menolak Pancasila, maka langkah pertama tentu adalah membinanya. Pembinaan yang tidak diindahkan baru diikui tindakan tegas melarang hingga membubarkannya.
Finalnya Pancasila
Finalnya Pancasila sebagai dasar negara tidak ada yang menyangkal. Filosofi dan aktualisasi Pancasila mesti terus dipupuk dan dibuktikan dalam kehidupan bernegara. Jaminan regenerasi juga mesti diperhatikan melalui transformasi dan internalisasi nilai.
Fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara didasarkan pada Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundang Republik Indonesia (jo Ketetapan MPR No.V/MPR/1973, jo Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978) yang menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia.
Kemudian mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum ini dijelaskan kembali dalam Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan pada Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa ”sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila. Keberadaan Pancasila tersebut kembali dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan.
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum memberi makna bahwa sistem hukum nasional wajib berlandaskan Pancasila. Akan tetapi, keberadaan Pancasila tersebut semakin tergerus dalam sistem hukum nasional. Hal demikian dilatarbelakangi oleh tiga alasan yaitu: pertama, adanya sikap resistensi terhadap Orde Baru yang memanfaatkan Pancasila demi kelanggengan kekuasaan yang bersifat otoriter. Kedua, menguatnya pluralisme hukum yang mengakibatkan terjadinya kontradiksi-kontradiksi atau disharmonisasi hukum. Ketiga, status Pancasila tersebut hanya dijadikan simbol dalam hukum.
Untuk itu, perlu dilakukan upaya-upaya untuk menerapkan Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum dalam sistem hukum nasional yaitu: pertama, menjadikan Pancasila sebagai suatu aliran hukum agar tidak terjadi lagi disharmonisasi hukum akibat diterapkannya pluralisme hukum. Kedua, mendudukkan Pancasila sebagai puncak peraturan Perundang-undangan agar Pancasila memiliki daya mengikat terhadap segala jenis peraturan Perundang-undangan sehingga tidak melanggar asas lex superiori derogat legi inferiori (Boa, 2018).
Upaya Pembinaan
Pembinaan diberikan kepada ormas yang belum mau menerima maupun yang sudah jelas menerima Pancasila. Kepada ormas yang menolak Pancasila, pembinaan ditujukan untuk menyadarkan dan mendorong mereka agar bersedia mengakui. Sedangkan kepada ormas yang tunduk patuh pada Pancasila, pembinaan dilakukan untuk menyegarkan dan terus mengaktualisasikan nilai Pancasila dalam aktfitasnya.
Jusuf Kalla (2019) menyatakan bahwa Pancasila bukan sekadar slogan atau filsafat, tetapi merupakan pondasi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pondasi tidak perlu kelihatan, tetapi pondasi tersebutlah yang menjadikan negara. Penghayatan Pancasila dalam kehidupan masyarakat menjadi hal yang lebih penting dibandingkan penguraian Pancasila secara ilmiah yang justru menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda. Pancasila sebenarnya sangat sederhana dan tegas, tetapi diakui penafsiran dan pelaksanaannya bisa berbeda-beda. Forum-forum yang membahas Pancasila diharapkan dapat menghasilkan sesuatu yang sederhana, mudah dihayati dan mudah diukur.
Apa yang disampaikan JK di atas tentunya adalah autokritik bagi kita semua. Mendiskusikan Pancasila dibutuhkan dalam rangka doktrinasi, transformasi dan penyamaan persepsi nilai. Namun hal yang utama adalah konsekuensi atau tindak lanjutnya berupa aktualisasi dan implementasi di semua lini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ironi masih banyak terjadi di negeri ini. Korupsi masih merajalela, kesenjangan dan kemiskinan masih lebar, kriminalitas terus terjadi, dan banyak hal lagi. Padahal semua telah diwadahi oleh nilai dalam sila-sila Pancasila. Semua kita yang meresapi dan mengamalkannya hampir pasti akan terbebas dari segala ironi tersebut.
Pengakuan atas Pancasila membutuhkan pembuktian. Banyak sektor kehidupan yang menunggu pembuktian dari setiap komponen bangsa. Keadilan, kemakmuran, kesejahteraan dan keberlanjutan pembangunan tentu menjadi cita-cita dan bukan ilusi semata. Kuncinya adalah membuktikan dalam amal nyata.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments