Narasi

Membumikan Pers Kebangsaan di Era Digital

Informasi dan berita di media, terlebih di dunia maya seperti medsos seringkali diwarnai dengan hoax, ujaran kebencian, dan konflik atau pertentangan. Di tengah-tengah belenggu hegemoni global, berbagai bibit permusuhan yang disebarkan oleh jagat maya seperti hoax, ujaran kebencian, isu SARA atau konflik kedaerahan malah justru makin mengemuka. Ini tentu jangan dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya solusi dari bangsa kita sendiri yang selama ini menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika.

Mungkin kita perlu merenung sejenak apa yang pernah diungkapkan Iswandi Syahputra (2006) dalam bukunya “Jurnalisme Damai: Meretas Ideologi Peliputan di Area Konflik”, bahwa “Perang melawan diri sendiri adalah bentuk peperangan terbesar di antara perang yang ada”. Betapa tidak, di kawasan masyarakat digital akan hadirnya informasi yang cepat, akurat, dan sesuai dengan fakta yang ada, terkadang ada saja bangsa kita yang memanipulasi informasi atau berita untuk kepentingan dirinya sendiri, walaupun konflik pertikaian imbasnya.

Tak pelak berbagai serangan cyber-war seperti hoax dan ujaran kebencian menyulut api konflik kian berkobar. Tidak peduli bangsanya sendiri, terkadang saudaranya sendiri pun bisa menjadi musuh hanya karena lantaran perbedaan pandangan, seperti halnya perbedaan dalam pilihan politik. Padahal kita tahu, bahwa perbedaan di negeri majemuk ini adalah suatu keniscayaan. Indonesia ada karena keberagaman yang oleh para pendahulu kita diterima dan dihormati. Pesan moral seperti inilah seharusnya kita jaga untuk menyatukan langkah, bersatu padu dalam membangun negeri ini.

Perang melawan bangsanya sendiri memang jauh lebih sulit dari pada dengan yang lain, Sukarno pun pernah berujar bahwasanya “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Dan sekarang ini terbukti, hadirnya konten-konten informasi hoax pemecah belah umat justru mayoritas dilakukan oleh bangsa kita sendiri. Merespon hal ini, tentu harus ada media peredam, di antaranya adalah perlu adanya pers kebangsaan yang paham akan keberagaman dan kebhinekaan.

Baca juga : Tantangan Pers dalam Kepungan Hoax di Media Sosial

Pers kebangsaan perlu dikembangkan untuk meningkatkan peranan media massa dalam mendukung pembangunan masyarakat heterogen atau multi-kultural. Adapun pers kebangsaan bermakna kegiatan pemberitaan atau penyebaran informasi yang memberikan perhatian kepada kepentingan masyarakat bhinneka yang multikultural guna memelihara kondisi damai. Pers kebangsaan menjalankan upaya-upaya konstruktif di dalam pembangunan masyarakat heterogen yang multikultural dan menghindari berita atau informasi yang dapat menyentuh sensitivitas atau mengganggu hubungan multikultural.

Dalam masyarakat multikultural media massa terlebih media digital di dunia maya seperti medsos memegang peranan penting dalam menjalankan pers kebangsaan, mengingat media informasi digital punya potensi besar menciptakan perbedaan tajam konflik antargolongan di tengah masyarakat. Media digital yang tidak dikelola dengan spirit menegakkan pers kebangsaan, akan berubah menjadi agen utama dalam menciptakan hukum rimba, siapa yang kuat akan menang (survival of the fittest) di sekitar masyarakat plural kita.

Agar terbentuk kondisi damai pada masyarakat multikultural, Lynch dan Mc. Goldrick (2005) mengemukakan pers damai terwujud ketika redaktur dan reporter menetapkan pada pilihan-pilihan yang bersifat damai tentang berita apa yang akan dilaporkan dan bagaimana cara melaporkannya. Pun demikian tentang informasi apa yang akan dipublikasikan dan bagaimana cara mensintesis naskah publikasinya. Upaya-upaya ini mengantisipasi tanggapan berupa ujaran kebencian, manuver kotor, dan jurnalisme balas dendam.

Konten di media digital dimunculkan dengan karakter, lebih banyak mengembangkan wacana kebhinnekaan atau multikulturalisme yang menonjolkan konstruksi dan posisioning nilai-nilai sosial dan nilai-nilai budaya berbagai kelompok etnik yang ada. Nilai-nilai universal seperti mobilitas sosial, individualisme, dan pemberian semacam “privilege terhadap kelas marginal atau yang dianggap minoritas, ditayangkan dengan karakter kebangsaan. Perihal yang bersifat ideal dari golongan (etnis dan budaya) yang memegang hegemoni justru cenderung tidak memperoleh penonjolan (Gray, 2002). Dengan adanya pers kebangsaan, khususnya di jagat maya maka akan meredam berbagai konflik yang bermuara pada perbedaan. Harapannya pers di tahun politik ini termasuk model kampanyenya menerapkan pers kebangsaan.

This post was last modified on 13 Februari 2019 3:20 PM

Suwanto

Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM

Recent Posts

Pilkada dan Urgensi Politik Santun untuk Mencegah Perpecahan

Pilkada serentak 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 merupakan momentum penting bagi masyarakat…

3 jam ago

Pilkada Damai Dimulai dari Ruang Publik yang Toleran

Dalam menghadapi Pilkada serentak, bangsa Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan untuk menciptakan atmosfer damai yang…

3 jam ago

Tiga Peran Guru Mencegah Intoleran

Tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru Nasional. Peringatan ini sangat penting lantaran guru merupakan…

4 jam ago

Guru Hebat, Indonesia Kuat: Memperkokoh Ketahanan Ideologi dari Dunia Pendidikan

Hari Guru Nasional adalah momen yang tepat untuk merenungkan peran penting guru sebagai motor penggerak…

4 jam ago

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 hari ago