Narasi

Menanamkan Mental Paranoid Melalui Berita Hoax

Serbuan China terhadap Indonesia. Komunisme mulai tumbuh di Indonesia. Syiah mempunyai agenda besar di Indonesia. Umat Islam terdzalimi dengan kebijakan negara yang memihak non-muslim. Umat dan ulama dalam ancaman.

Begitulah deretan narasi yang marak dan enak dibaca sembari kita abai menelusuri siapa sumbernya, dari mana asal berita, dan siapa yang menyampaikan. Dengan judul yang sangat provokatif, agitatif dan propagandis emosi pembaca mudah disentuh. Pada satu kali kesempatan mungkin kita pernah mencoba menelusuri ketidakbenaran berbagai isu tersebut. Tetapi konsistensi isu dan berita setiap hari serta metode penyebarannya yang membuatnya menjadi viral akan menggeser status isu itu dari semula fiktif menjadi seakan fakta.

Siapa yang sebenarnya berada dalam ancaman dan kepungan? Pertanyaan ini untuk sedikit membuka pengetahuan bagaimana sebagian kelompok sedang rajin menabur benih mental paranoid di tengah masyarakat. Derasnya arus informasi melalui media sosial menjadi arena potensial bagi terciptanya lahan subur perasaan sedang terancam, ketakutan serangan lawan dan posisi umat yang sedang dalam intaian. Masyarakat seakan diajak dalam kotak pengap untuk bersembunyi dari ancaman serangan lawan. Dalam kotak pengap dan gelap itu masyarakat menjadi buta mana sumber informasi yang benar dan akurat dan mana yang sebenarnya fitnah dan hoax.

Masyarakat dipaksa untuk menjadi takut dengan berbagai serangan. Pola menanamkan ketakutan itu akan menimbulkan rasa perlawanan. Mereka akan dibiasakan dengan isu: akidah kita harus dibela, umat kita harus dibela, ulama kita perlu dibela dan seterusnya.  Pertanyaan berikutnya adalah mana musuhnya? Langkah berikutnya adalah menciptakan musuh. Masyarakat diajak berjiwa militan dengan cara memproduksi “musuh” imajinatif. Ketika musuh sudah dikonstruksi maka seolah ada sesuatu yang harus dibela dari serangan musuh.

Di Indonesia, mental paranoid ini justru dihujamkan pada kelompok mayoritas, katakanlah umat muslim. Syiah minoritas merupakan ancaman, komunis yang entah di mana sekarang sedang mengintai merebut negara, Barat telah mendanai proyek kristenisasi dan berbagai narasi hoax lainnya yang dapat memproduksi militansi pembedaan diri antara “kita” dan “mereka”. Ketakutan adalah cara efektif untuk menanamkan perbedaan dan perpecahan.

Apakah itu efektif? Bagi sebagian masyarakat yang tidak gemar membandingkan konten, berita hoax sangat efektif dan mujarab. Masyarakat Indonesia yang santun, ramah, tidak mudah curiga dan berprasangka buruk dipaksa masuk dalam kotak pengap bernama mental paranoid. Berita dan konten hoax adalah cara efektif menanamkan mental paranoid kepada masyarakat. Akses yang mudah, cepat, dan instan merupakan sarana efektif bagi penyebaran hoax di dunia maya yang bertujuan menanamkan ketakutan dan kebencian terhadap yang lain.

Sebenarnya harapannya bukan saja agar masyarakat mudah terpengaruh dengan berita hoax tetapi masyarakat terbiasa menyebarkannya atau bahkan membiasakan diri untuk membuat berita hoax. Apabila hoax sudah menjadi kultur subjektif dalam komunitas kultur di ruang maya, maka saling menghujat, menghina, mengutuk, memfitnah dan memprovokasi akan menjadi nilai dan norma yang tanpa sadar melandasi cara bergaul di dunia maya.

Dalam konteks Indonesia yang majemuk dalam berbagai aspek, mental paranoid merupakan ganjalan besar dalam pergaulan multi etnis, relijius, suku bangsa dan bahasa. Rasa ketakutan berlebihan akan menyebabkan diri selalu mengambil jarak dalam pergaulan sehari-hari. Rasa takut akan selalu menimbulkan kecurigaan dan pra sangka buruk terhadap orang lain. Yang berbeda dalam pikirannya adalah ancaman dan musuh yang harus dilawan.

Karena itulah, sesungguhnya yang harus diwaspadai dari merebaknya berita hoax di dunia maya saat ini adalah penanaman mental paranoid di tengah masyarakat. Masyarakat harus cerdas membaca, menangkap, dan menilai berita melalui proses filterisasi dan cek kebenaran konten dan sumber. Selanjutnya masyarakat harus mempunyai pikiran terbuka untuk tidak merasa puas dengan satu konten tertentu.

 

Abdul Malik

Redaktur pelaksana Pusat Media Damai BNPT

View Comments

Recent Posts

Prebunking vs Propaganda: Cara Efektif Membendung Radikalisme Digital

Di era digital, arus informasi bergerak begitu cepat hingga sulit dibedakan mana yang fakta dan…

15 jam ago

Tantangan Generasi Muda di Balik Kecanggihan AI

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah membawa dampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Pengaruhnya…

18 jam ago

Belajar dari Tradisi Islam dalam Merawat Nalar Kritis terhadap AI

Tak ada yang dapat menyangkal bahwa kecerdasan buatan, atau AI, telah menjadi salah satu anugerah…

18 jam ago

Kepemimpinan Kedua Komjen (Purn) Eddy Hartono di BNPT dan Urgensi Reformulasi Pemberantasan Terorisme di Era AI

Presiden Prabowo Subianto kembali melantik Komjen (Purn) Eddy Hartono sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme…

2 hari ago

Hubungan Deepfake dan Radikalisasi: Alarm Bahaya bagi Kelompok Rentan

Dunia digital kita sedang menghadapi sebuah fenomena baru yang mengkhawatirkan: krisis kebenaran. Jika sebelumnya masyarakat disibukkan…

2 hari ago

Evolusi Terorisme Siber; Dari Darkweb ke Deepfake

Sebagai sebuah ideologi dan gerakan sosial-politik, terorisme harus diakui memiliki daya tahan alias resiliensi yang…

2 hari ago