Narasi

Mencetak Santri yang Memiliki Kesalehan Kebangsaan

Santri merupakan salah satu komponen strategis bagi NKRI. Partisipasi dan kontribusi santri selalu menyertai setiap dinamika perjalanan bangsa, mulai dari masa perjuangan merebut hingga mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Kementerian Agama (2011) melaporkan bahwa terdapat sekitar 3,65 juta santri  yang tersebar di 25.000 pondok pesantren se-Indonesia.

Santri merupakan sosok yang dinisbatkan memiliki kecakapan agama yang mumpuni. Kesalehan merupakan produk ketakwaan yang  menjadi indikator kualitas seorang muslim. Salah satu bentuk pembuktian takwa adalah beramal soleh. Kata iman dalam Alqur’an banyak yang bersanding atau diikuti oleh amal saleh. Misalnya dapat dijumpai pada surat al-Ashr ayat 3 dan At-Tin ayat 6.

Allah SWT juga menegaskan bahwa kualitas manusia hanya dilihat dari kadar takwanya. Manusia berkualitas itu antara lain dinamakan sebagai integrated personality, healthy personality, normal personality, dan productive personality (Dahlan, 1990). Dalam teologi Islam dikenal penamaan manusia berkualitas sebagai insan kamil, manusia kaffah, manusia yang hanief., dan lainnya.

Nabi Muhammad SAW pernah menjelaskan bahwa setelah mati, seluruh amal manusia otomatis terputus, kecuali tiga hal yakni anak saleh, ilmu yang bermanfaat, dan amal jariyah. Artinya kesalehan dituntut untuk diregenerasikan dan bersifat berkelanjutan.

Sebagaimana Islam yang bersifat komprehensif dan  holistik (syamil wa mutakammil), maka bentuk kesalehan juga multi dimensi. Setidaknya ada kesalehan ritual dan kontekstual. Saleh ritual berarti rajin dan tekun dalam beribadan vertikal. Sedangkan saleh kontekstual sifatnya seluas aspek kehidupan. Salah satu bentuknya adalah saleh berkebangsaan.

Islam memang tidak mengenal sekat-sekat bangsa kecuali untuk saling berinteraksi. Teologi Islam bersifat universal dan  menganut globalisme. Namun demikian kecintaan terhadap bangsa atau bisa disejajarkan saleh berbangsa tidaklah dilarang dan cenderung dianjurkan dalam konteks kebaikan bukan saling berpecah belah.

Rahman (2015) menyatakan bahwa kehidup­an berbangsa ini membutuh­kan jiwa kesalehan. Sebaliknya penting diminimalisasi kesalahan-kesalahan apalagi sekadar saling menyalahkan. Kaum muda termasuk santri menjadi kunci sukses hadirnya praktik kesalehan berkebangsaan. Outputnya yang didambakan adalah ke­hidupan damai dan berkemajuan.

Pemahaman terhadap pancasila, UUD 1945, konsep Bhineka Tunggal Ika dan NKRI mesti kembali digiatkan. Sasaran utamanya adalah generasi muda. Peran pemuda penting dalam penciptaan kedamaian serta pencegahan terorisme dan radikalisme. Pelaku teror didominasi oleh golongan usia muda. Peran pemuda dalam mencegah radikalisme dan terorisme yaitu dengan menanamkan rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap NKRI, perkaya wawasan keagamaan dan kebangsaan, waspada terhadap provokasi, hasutan dan pola perekrutan teroris baik secara langsung maupun lewat media. Selain itu  pemahaman dan penanaman rasa nasionalisme melalui sejarah perjuangan (Alfin, 2016).

Santri banyak digembleng oleh wawasan kebangsaan hingga diikutkan dalam program bela negara. Pesantren dan ormas-ormas kepemudaan dapat berperan aktif mengupayakannya. Ajaran Keislaman yang penuh perdamaian, toleransi, dan perjuangan mesti diberikan secara bijak. Bahkan dapat dimulai sejak dini, misal melalui TPA, PAUD, dan lainnya.

Pemuda secara umum dipahami memiliki tiga fungsi yang harus diketahui dan dipahami oleh pemuda itu sendiri untuk diaktualisasikan dalam kehidupannya. Pertama, Pemuda merupakan cadangan keras (iron stock). Cadangan dalam konteks penerus estafet kepemimpinan bangsa. Pemuda sangat diharapkan rakyat untuk mampu mengimplementasikan idealisme dan kemampuannya dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.

Fungsi kedua sebagai agent of change (agen perubahan). Idealnya pemuda tidak akan rela melihat setiap ketidakberesan dan penyelewengan, sehingga akan tampil memperjuangkan perubahan menuju perbaikan.

Fungsi ketiga sebagai sang penyeru kebenaran. Seruan pemuda yang idealis akan murni tanpa ada keberpihakan terhadap suatu kepentingan kecuali kepentingan rakyat dan bangsa. Ketiga fungsi tersebut mesti menyatu dalam bentuk kesalehan kebangsaan pemuda.

Selanjutnya pemuda dapat dijadikan agen gerakan pembangunan generasi yang saleh berkebangsaan. Fasilitasi melalui pelatihan dan media lainnya dapat diberikan. Inovasi dan kreasi dibutuhkan guna menyesuaikan dengan dunia anak muda.

Wujud kesalehan kebangsaan adalah nasionalisme atau cinta tanah air yang tentunya harus karena Allah SWT.  Allah berjanji tidak akan membinasakan negeri yang tidak dzalim dan durhaka (Huud ayat 117). Sebaliknya, akan membinasakan negeri yang durhaka dan penuh kedzaliman (Al Haaqqah (9) dan Al Israa’ (16)). Aplikasi kesalehan kebangsaan telah dicontohkan para pahwalan bangsa. Jiwa nasionalisme-lah yang menggelorakan perjuangan kemerdekaan oleh para pahwalan yang banyak berlatar belakang muslim bahkan ulama.

”Jangan tanyakan apa yang kita dapat dari negara namun tanyakan apa yang telah kita lakukan untuk bangsa ini”. Inilah falsafah kebangsaan yang harus ditancapkan kuat dalam setiap diri pemuda. Hanya dengan kesalehan kebangsaan, santri akan memiliki nasionalisme, mampu menbentengi dari radikalisme dan terorisme hingga produktif dan kontributif dalam pembangunan mengisi kemerdekaan. Pemerintah dan semua komponen mesti memberikan porsi kepercayaan dan fasilitas kepada santri.

 

RIBUT LUPIYANTO

Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration); Blogger

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

21 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

21 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

21 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

2 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

2 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

2 hari ago