Faktual

MencopotGereja di Tenda Bantuan Gempa Bumi Cianjur demi Kehormatan Agama?

Dengan sikap angkuh beberapa oknum mencopot label Gereja Reformed di tenda bantuan gempa bumi Cianjur. Mereka bertindak seolah menjaga “marwah/kehormatan agama”. Merasa “najis” dibantu oleh yang berbeda agama dengan sebuah alasan demi kehormatan agama dan lain sebagainya.

Lantas, mengapa yang dicopot hanya label (tulisan) Gereja reformed saja? Mengapa tidak mencopot tenda dan menolak semua bantuan yang diberikan? Pertanyaan ini sebetulnya mengacu ke dalam sebuah kondisi bahwa perilaku amoral yang semacam ini bukan tentang kehormatan agama, melainkan sentiment dalam beragama.

Sebab, kebaikan yang dilakukan oleh tim aksi kemanusiaan Gereja reformed itu sama-sekali tidak ada kaitannya dengan sosialisasi atau-pun provokasi agama. Ini murni panggilan kemanusiaan untuk membantu korban gempa bumi yang ada di Cianjur. Label itu sebagai bukti bahwa keberagaman kita harus hidup dalam wadah untuk saling membantu.

Lantas yang menjadi problem penting dari perilaku pencopotan label bantuan yang diberikan oleh tim aksi kemanusiaan Gereja Reformed ini sebetulnya tidak berdasar pada prinsip agama apa-pun. Melainkan ini adalah ego identitas, sentiment yang kebablasan serta prinsip beragama yang dipenuhi dengan sifat keangkuhan diri.

Bahkan, perihal label di dalam sebuah bantuan, pada dasarnya merupakan hal normal yang dilakukan banyak pihak, banyak instansi dan bahkan banyak lembaga yang melakukan tindakan itu. Bahkan, umat Islam sendiri di beberapa bantuan juga selalu memberikan label seperti dari Masjid mana, lembaga apa dan instansi mana.  .

Namun, mengapa hanya label Gereja Reformed yang dicopot? Apakah ini sebagai bukti nyata bahwa toleransi di Indonesia belum mencapai taraf implementasi (pengamalan)? Di mana, toleransi hanya kokoh ke dalam wilayah “ucapan” semata namun mati secara tindakan.

Tentunya, perilaku beberapa oknum ini Saya rasa perlu adanya ketegasan dari pihak yang berwajib. Sebab, persoalan ini tidak hanya berkaitan dengan sikap intoleransi apa tidak. Melainkan sebagai satu bentuk protes atas keragaman, kebersamaan dan persatuan di tengah perbedaan yang ada di negeri ini.

Karena, perilaku yang demikian sama-halnya tidak mengakui keberadaan agama lain sebagai saudara dalam kemanusiaan, dalam kebangsaan dan bahkan perilaku yang demikian sangat menunjukkan sikap yang tidak tahu cara berterima-kasih.

Kondisi yang semacam ini akan membangun musibah ganda terhadap masyarakat Cianjur akibat olah beberapa oknum itu. Sebab, di satu sisi ini akan semakin memperburuk hubungan sosial-harmonis antar umat beragama dan kondisi musibah yang menimpa masyarakat Cianjur justru semakin dikotori oleh perilaku yang mutlak sebagai tindakan intolerant itu.

Sebab, tindakan yang demikian tidak hanya mengacu terhadap perilaku yang tidak mengakui adanya perbedaan. Melainkan, sikap menolak atas perbedaan itu untuk hidup bersama. Di sinilah yang dimaksud sebagai kondisi toleransi yang belum mencapai taraf pengamalan. Karena dalam kehidupan sehari-hari, perbedaan agama menjadi satu hal yang sensitif dan semakin berjarak.

Tentunya ini merupakan perilaku yang tidak bisa dibenarkan oleh alasan apa-pun atau prinsip apa-pun. Sebab, bantuan yang diberikan oleh tim aksi kemanusiaan Gereja Reformed pada dasarnya tidak ada motif membawa keyakinan. Ini murni bantuan kemanusiaan atas musibah yang menimpa masyarakat Cianjur.

Karena semua agama tidak mengajarkan membenci melainkan mengajarkan sikap untuk saling tolong-menolong serta saling mengasihi. Jadi, tidak ada alasan agama yang membenarkan perilaku pencopotan label agama tertentu dalam bantuan bencana alam di Cianjur. Sebab, perilaku yang demikian merupakan perilaku yang mengedepankan ego identitas, keangkuhan dalam beragama dan kebablasan diri yang tidak tahu cara bagaimana untuk berterima kasih yang hanya akan merusak hubungan sosial harmoni di negeri ini.

This post was last modified on 28 November 2022 2:11 PM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

23 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

23 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

24 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

24 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago