Narasi

Mendamaikan Pancasila dan Syariat Agama

Belakangan ini isu pembentukan negara penggantian ideologi kembali menguat. Wacana khilafah islamiah yang merupakan ide lama kembali memunculkan eksistensinya. Tak butuh waktu lama, ide ini segera mendapat penolakan banyak pihak. Mereka khawatir jika khilafah islamiyah akan merusak tatanan kerukunan dan kedamaian yang sudah lama dibangun oleh ideologi Pancasila.

Dalam sisi sejarahnya, wacana ini khilafah bukanlah kali pertama digelar. Ada beberapa wacana serupa namun berbeda nama yang pernah hinggap di negeri ini. Tercatat, pembentukan negara Indonesia berasaskan konstitusi Islam pernah digelar saat perumusan Piagam Jakarta. Banyak kelompok yang menolak, kalimat pertama dari pencetusan piagam Jakarta tersebut. Kalimat tersebut dinilai terlalu meniadakan peran warga non muslim di Indonesia. Akhirnya terjadi penghapusan beberapa kalimat yang tidak menyinggung semua pihak.

Setidaknya ada tiga alasan mengapa isu pembentukan negara Islam terus menerus bergema. Pertama, adanya anggapan berlebihan dari sejumlah kelompok bahwa agama Islam merupakan agama sempurna yang harus diterapkan oleh semua manusia, termasuk mereka yang tidak memeluknya. Anggapan ini akan memberlakukan syariat Islam sebagai satu-satunya rujukan, dan meniadakan rujukan lain di luarnya.

Kedua, kondisi Indonesia yang menempatkan Islam sebagai agama mayoritas. Sehingga muncul rasa egoisme berlebihan untuk memberlakukan syariat Islam sebagai hukum negara. Ketiga, adanya ketidakpercayaan pada peraturan perundang-undangan yang saat ini dijalankan. Negara dinilai gagal dalam menegakkan supremasi hukum dan kesejahteraan masyarakat melalui peraturan yang telah dibuatnya.

Ketiga alasan ini selalu menjadi dalih dibalik perdebatan panjang mengenai ideologi negara. Walaupun begitu, ideologi Pancasila masih kerap diunggulkan oleh mayoritas warga. Mayoritas masyarakat menganggap pemberlakuan ideologi khilafah di negara multikultural hanya akan menimbulkan dan kekacauan belaka. Mereka takut jika terjadi kekacauan akibat penyeragaman. Oleh karena itu, mereka tetap mengunggulkan Pancasila dibandingkan dengan ideologi agama.

Baca Juga : Membina(sakan) Ormas Anti-Pancasila

Lima asas Pancasila dapat mewakili semua agama sekaligus. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan tidak bertentanagan dengan agama dan golongan manapun. Semua asas itu merupakan pengamalan luhur dari ajaran semua agama.

Meskipun agama Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia. Akan tetapi, tak selayaknya memaksakan ideologi agama Islam kepada mereka yang berbeda. Akan lebih santun untuk menawarkan nilai-nilai Islam yang mampu diterapkan oleh semua golongan. Dengan begitu selogan rahmatan lil alamin bukan hanya sebuah selogan, namun sebuah pandangan hidup yang wajib diwujudkan oleh umat Islam.

Di sisi lain, formalisasi syariat Islam akan dihadapkan pada permasalahan dominasi satu golongan. Diamana mereka sering melakukan blunder keras dalam menerapkan syariat Islam. Ketika mereka berkuasa, mereka akan menghancurkan kelompok yang berlawanan. Mekanisme hukum akan dibuat mengerikan kepada mereka yang menentang. Sebaliknya, dibuat lunak kepada mereka yang sepaham.

Kekacauan ini terlihat jelas dari bagaimana cara penerapan hukum di negara khilafah. Pembantaian, peledakan bom, serta peperangan menjadi jalan pintas untuk meraih tujuan. Mereka tidak memperdulikan efek sosial yang ditimbulkan setelahnya. Yang mereka perdulikan hanyalah sekelompok ambisi yang harus segera diwujudkan.

Dari persoalan ini, jelaslah bahwa penegakkan syariat Islam akan membuat dampak yang lebih parah di segala bidang. Syariat hanyalah dimanfaatkan sebagai alat untuk meraih dominasi belaka. Tidak ada keseriusan dari mereka untuk menggunakan agama sebagai pendorong persatuan.

Betapapun itu, menegakkan syariat Islam adalah hal yang mulia. Namun begitu, jika ada banyak masalah yang mengikutinya, maka rencana itu haruslah didiskusikan lagi agar mendapatkan solusi yang terbaik. Negara bisa saja hancur karena satu wacana yang tidak didiskusikan dengan matang. Yang dibutuhkan adalah kesepakatan bersama bukan wacana yang disetujui satu golongan saja.

Sekarang yang terpenting bukanlah memformalkan syariat Islam dalam konstitusi negara. Akan tetapi mengamalkan nilai-nilai Islam yang menjadi kesepakatan bersama. Disinilah peran Pancasila sebagai asas persatuan umat. Asas itu harus dilaksanakan oleh setiap golongan.

Menegakkan kembali nilai ketuhanan tanpa diskriminasi, memberantas kasus kemanusiaan yang melanda negeri. Hingga menjalin kesepakatan guna merajut persatuan dan kesejahteraan bersama. Cara seperti inilah yang dinilai lebih efektif untuk menjaga persatuan sekaligus menegakkan ajaran agama Islam. Harapannya, persatuan dan agama Islam dapat berjalan berdampingan untuk membangun negara yang lebih relevan.

Nur Faizi

View Comments

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

6 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

6 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

6 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago