Narasi

Menghadang Provokasi Dengan Pancasila

Identitas Nasional bangsa Indonesia yakni Pancasila mulai mendapatkan ancaman dan tantangan, seiring dengan adanya  oknum tertentu yang ingin seolah-olah berpura-pura membela Pancasila. Padahal, sejatinya terkadang mereka ingin membenturkan dengan kelompok yang lainnya. Maka dari itu ditengah gejolak disintegrasi bangsa Indonesia, merawat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia menjadi sebuah keniscayaan. Karena itu, seluruh lapisan masyarakat Indonesia dan aparatur pemerintahan perlu meneguhkan hati untuk setia terhadap NKRI

 Karena itu, Keberadaan Pancasila sudah seharusnya mampu kita refleksikan secara kritis akan arti penting Pancasila sebagai pedoman hidup dan falsafah kehidupan bangsa Indonesia dalam upaya proses merajut kerukunan berbangsa. Pancasila harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan dan aktivitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang, politik, pendidikan, agama, budaya, sosial dan ekonomi. Ini berarti semua tingkah laku dan tindak tanduk perbuatan manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari Pancasila.

Dalam sila ke tiga, yang berbunyi ‘Persatuan Indonesia’, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia harus menciptakan dan melahirkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia di atas perbedaan agama, ras, suku dan golongan. Bangsa adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan adat, bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri. Bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi. Oleh karena itu, di dalam sila ketiga Pancasila sesungguhnya tersirat arti pentingnya menjaga kerukunan berbangsa antar-sesama umat manusia Indonesia.

Karena itu, negara harus dapat mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu maupun agama. ‘Mengatasi’ dalam arti memberikan wahana tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Negara memberikan kebebasan invidividu, golongan, suku, ras maupun golongan agamanya dalam merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat integral sehingga terlahir rasa toleransi dan kerukunan antar-warga masyarakat di Indonesia.

Pada dasarnya, rukun juga bisa berarti berusaha untuk menghindari pecahnya konflik-konflik dan kekerasan antar-suku, ras, dan agama.  Dengan keadaan rukun inilah yang kemudian kita akan mampu mengimplementasikan nilai-nilai kebhinekaan bangsa Indonesia. Hildred Geertz menyebut keadaan rukun sebagai upaya harmonious social appearance. Harmonisasi sosial kebangsaan itu adalah perwujudan dan watak yang dimiliki budaya nusantara, yakni sikap saling hormat-menghormati setiap perbedaan agama, sikap sopan-santun antar perbedaan pandangan politik, sikap saling menghargai pendapat orang lain. Sikap saling hormat-menghormati perbedaan agama, tertera dalam sila Pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Sedangkan sikap rukun, sejatinya juga telah tertera dalam Pancasila, khususnya pada sila ketiga, yakni ‘Persatuan Indonesia’. Pancasila juga memberikan petunjuk kepada bangsa Indoesia untuk selalu mengedepankan sikap rukun dan damai. Sikap rukun itu selalu mengutamakan sikap-sikap etika yang baik dalam berkomunikasi terhadap sesamaya. Mereka tidak ingin membuat konflik dan perpecahan di antara sesamanya.

Prinsip kerukunan dalam persatuan dan kesatuan merupakan cerminan dan kultur bangsa Indonesia yang semakin menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah masyarakat yang beretika dan mengedepankan nilai-nilai moral dan kerukunan antar umat manusia dan antar kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Karena itu, dengan selalu mengedepankan prinsip kerukunan yang berdasarkan persatuan dan kesatuan ini masyarakat Indonesia diajak menggunakan rasio dan logikanya, cerdas dalam bersikap, dan selalu siaga untuk mengantisipasi segala macam provokasi. Karena itu, kesadaran dan kecerdesana dalam memahami segalam macam isu sangat penting bagi warga negara Indonesia agar tidak mudah diadu domba. Dengan begitu, kita harus selalu memegang teguh nilai-nilai Pancasila yakni Persatuan Indonesia yang memiliki kehalusan dan hati nurani baik dalam menjalin hubungan dengan umat manusia, yang berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila.

Driyarkara menjelaskan, untuk mencapai prinsip kerukunan berbangsa, maka paradigma yang digunakan adalah selalu mengedepankan cinta kasih dalam pemersatu sila-sila. Karena, titik tolaknya adalah manusia. Aku manusia mengakui bahwa keberadaanku itu merupakan ‘ada-bersama-dengan-cinta-kasih. Jadi, keberadaanku harus dijalankan sebagai perwujudan cinta kasih pula. Cinta kasih dalam kesatuanku dan kerukunan dengan sesama manusia. Jika hal itu dipandang dari sisi perikemanusiaan.

Dengan demikian, persatuan Indonesia harus dilaksanakan dalam hubunganya dengan kesatuan, kebudayaan, dan peradaban bersama. Kesatuan itu ikut serta menentukan dan membentuk diri kita sebagai manusia yang konkret dengan perasaan semangat dan pikirannya. Ada bersama pada konkretnya berupa hidup dalam kesatuan itu. Jadi, hidup kita sebagai manusia Indonesia itu harus merupakan bagian dari pelaksanaan nilai-nilai persatuan dan kerukunan. Kesatuan yang besar itu, tempat manusia pertama harus melaksanakan persatuan yang disebut kebangsaan.

Kerukunan dalam persatuan bangsa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua dimensi. Pertama, kerukunan yang berdimensi sosial, kerukunan harus dipaksakan dalam masyarakat sebagai wujud menjaga rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Kedua, kerukunan yang berdimensi personal. Kerukunan ini menekankan pada sikap seseorang dalam upaya menyesuaikan dengan kepentingan masyarakat. Kerukunan berbangsa merupakan sikap yang harus dilestarikan dalam batin diri manusia.

Prinsip kerukunan dan persatuan mempunyai kedudukan yang sangat tinggi ini merupakan bagian dari merawat keharmonsan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dengan begitu, keselarasan sosial dan kedamaiaan akan selalu terjaga di dalam bangsa Indonesia. Karena itu, masyarakat Indonesia sesungguhnya memiliki ajaran-ajaran moral dan etika yang baik, yang bersumber pada nilai luhur Bhineka Tunggal Ika. Nilai-nilai etika filosofis tampaknya melekat pada  Bhinekka Tunggal Ika  yang selalu menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia harus diimplementasikan oleh seluruh warga negara Indonesia. Semoga.

This post was last modified on 7 Oktober 2020 3:34 PM

Syahrul Kirom, M.Phil

Penulis adalah Alumnus Program Master Filsafat, Fakultas Filsafat UGM, Yogyakarta.

Recent Posts

Pentingnya Etika dan Karakter dalam Membentuk Manusia Terdidik

Pendidikan memang diakui sebagai senjata ampuh untuk merubah dunia. Namun, keberhasilan perubahan dunia tidak hanya…

3 jam ago

Refleksi Ayat Pendidikan dalam Menghapus Dosa Besar di Lingkungan Sekolah

Al-Qur’an adalah akar dari segala pendidikan bagi umat manusia. Sebab, Al-Qur’an tak sekadar mendidik manusia…

3 jam ago

Intoleransi dan Polemik Normalisasi Label Kafir Lewat Mapel Agama di Sekolah

Kalau kita amati, berkembangbiaknya intoleransi di sekolah sejatinya tak lepas dari pola normalisasikafir…

3 jam ago

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

1 hari ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

1 hari ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

1 hari ago