Narasi

Mengubah Nasib Bangsa: Tinggalkan Kekerasan, Kuatkan Perdamaian

 “Kita tunjukkan bahwa kita adalah benar-benar orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita, saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: MERDEKA atau MATI”. (Bung Tomo 1945)

Petikan pidato Bung Tomo dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya tersebut masih terngiang kuat di dalam ingatan kita. Semangat menggebu para pahlawan untuk mengusir para penjajah dari bumi Indonesia. Terhitung dua bulan sejak teks proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Moh. Hatta di kediaman Sukarno Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56. Ancaman kembali muncul dari pasukan Inggris NICA yang ingin menguasai lagi Indonesia yang baru merdeka. Ancaman melalui selebaran yang diberikan pada rakyat surabaya tersebut justru tidak menjadikan nyali masyarakat menciut namun justru sebaliknya.

Melalui Bung Tomo yang berpidato di hadapan ribuan rakyat Surabaya membakar semangat mereka untuk berani melawan pasukan Inggris NICA yang hendak merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Semangat untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut merupakan semangat perdamaian yang dibawa oleh para pejuang bangsa. Perdamaian dari segala penindasan yang sekian lama telah menimpa bangsa ini. Para pejuang kemerdekaan tersebut ingin merubah nasib bangsannya menuju bangsa yang merdeka dan damai.

Ir. Soekarno dalam pidatoh kemerdekaan Indonesia pada tahun 1964 mengatakan, “Tuhan tidak merubah nasib suatu bangsa sebelum bangsa itu merubah nasibnya”. Ungkapan Sukarno tersebut terinspirasi dari ayat Al Qur’an Surah Ar-Ra’d ayat 11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka”. Hal tersebut menjadi salah satu semangat bagi bangsa Indonesia untuk maju bersama merubah nasibnya untuk menjadi lebih baik lagi.

Tinggal menghitung jam kita akan memperingati kemerdekaan Indonesia yang ke-72. Kerja bersama di angkat untuk memberi sinyal kepada seluruh rakyat Indonesia agar bersatu padu memaknai kemerdekaan dengan perdamaian. Seluruh elemen masyarakat harus dapat memaknai peringatan kemerdekaan Indonesia ini untuk menjadikan bangsa ini lebih baik. Pemerintah mendorong masyarakat untuk menjunjung tinggi toleransi dan perdamaian dalam kebersamaan menjaga keutuhan Negara Kesatauan Republi Indonesia (NKRI).

Semangat kebersamaan yang dicontohkan oleh para pejuang kemerdekaan wajib kita tiru. Perjuanagan kita sebagai penerus mungkin tidak sesulit perjuanagan para pahlawan terdahulu, namun juga tidak semudah perjuanagan para pahlawan terdahulu. Ir. Soekarno mengatakan, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Pesan sukarno tersebut sekarang terbukti,  kita dihadapkan dalam situasi yang sulit, tidak lagi melawan para penajajah yang jelas-jelas akan mengancam kita namun melawan sesama penerus bangsa padahal sebagai penerus bangsa kita memiliki kewajiban untuk menjaga persatuan dan kesatuan NKRI.

Bersatu Menjaga Indonesia Damai

NKRI yang kini kita tinggali ini adalah hasil kesepakatan bangsa “mu’adalah wathaniyyah, dengan Pancasila sebagai dasar negara. Indonesia di bangun atas janji bersama dari semua golongan. Bersatu membangun Indonesia dari segala perbedaan yang ada dan bersatu dalam Bhineka Tunggal Ika.

Semua lapisan masyarakat harus bersatu tanpa melihat perbedaan yang ada, ego harus di singkirkan jangan hanya melihat perbedaan saja namun bagaimana dari perbedaan tersebut menjadi suatu persatuan yang kokoh tak mudah untuk di goyahkan. Sebagai manusia harus belajar dari pengalaman hidup, jika kita mampu belajar dari hidup pasti kita akan menemukan bahwa hidup bermasyarakat secara damai merupakan suatu kebutuhan yang pada akhirnya akan menadatangkan keberuntungan.

Momen peringatan hut kemerdekaan harus bisa menjadi pengingat terhadap sejarah bangsa ini, “Jas Merah” Kata Sukarno. Sejarah tersebut menjadi bukti bahwa kebersamaan dalam perbedaan akan mendapatkan hasil yang luar biasa yaitu kemerdekaan. Mengutip pendapat Umar Kayam di Majalah Prisma No.3 Th XVI 1987 bahwa, “Sejak manusia bergabung dalam suatu masyarakat, agaknya keselarasan menjadi suatu kebutuhan. Betapa tidak, ketika pengalaman mengajari manusia hidup bermasyarakat jauh lebih menguntungkan, efisiensi dan efektif daripada hidup soliter, sendirian maka pada waktu itu pula manusia belajar untuk menenggang dan bersikap toleran terhadap yang lain”.

Pendapat Umar Kayam tersebut menjelaskan bahwa kita sebagai manusia saling membutuhkan dalam kebersamaan untuk mencapai perdamaian. Kebersamaan dalam persatuan harus kita tegakkan, sikap toleran harus kita kedepankan untuk mencapai Indonesia yang damai dan sejahtera.

Semangat kemerdekaan ini harus mampu mempersatukan kita untuk membangkitkan semangat keindonesiaan. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah mengatakan, “Keindonesiaan adalah ketika agama-agama atau keyakinan di Indonesia berdiri sejajar dan memiliki kontribusi yang sama terhadap negri”. Ungkapan Gus Dur tersebut dapat menjadi pengingat bagi penerus bangsa untuk bersatu dalam perbedaan, tanpa memandang perbedaan agama dan keyakinan. Bersatu dalam perbedaan akan menjadikan persatuan yang kokoh, bersama menjaga kedamaian Indonesia agar tercapai menjadi suatu negara yang “baldatun thayyibatun warabbun ghofur”. Menjadi negara yang damai, sejahtera, adil dan makmur.

Ahmad Lailatus Sibyan

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

13 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

13 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

13 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago