Categories: Kebangsaan

Menjadi Duta Pancasila Untuk Perbaikan Indonesia

Minggu ini negeri kita diramaikan dengan perdebatan dan diskusi tentang PKI, rekonsiliasi dan segala hal yang bersangkut paut dengan tragedi 1965 ini kembali memenuhi ruang-ruang perbincangan masyarakat kita. Berbagai gagasan tetang partai komunis itu dan bagaimana kita (termasuk Negara) seharusnya mengambil sikap mulai mengemuka, ada yang menyarankan negara untuk secara lapang dada meminta maaf, ada pula yang mengusulakn rekonsiliasi nasional, nemun ada juga yang berpikir untuk menjadikan PKI –dan segala hal yang terkait dengan partai itu—sebagai bagian dari masa lalu dan karenanya cukup sebagai catatan sejarah saja.

Ramainya perbincangan tentang PKI yang menyeruak belakangan ini merupakan indikasi bahwa negara ini sehat; masyarakatnya berani berbicara, sejarah tidak dilupakan dan respo npun tidak berlebihan. Semua itu adalah gambaran yang sempurna dari negara yang demokratis, dan dengannya kiranya kita bisa optimis dengan masa depan negeri ini.

Salah satu wujud optimisme di atas adalah dengan kembali menghayati dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Terutama karena Pancasila sempat kehilangan gaungnya di tengah-tengah kehidupan berbangsa kita. Di masa pasca orde baru, Pancasila seakan menjadi bagian dari orde baru yang hilang seturut dengan reformasi, sebagai ‘gantinya’, Ideologi global (asing) masuk dengan derasnya dan mempengaruhi anak bangsa. Cita-cita dan semangat utama bangsa tertutup timbunan ideologi luar hingga sebagai dari kita lupa Indonesia.

Dengan kondisi ini, sudah sewajarnya bagi kita untuk menyegarkan kembali Pancasila, yakni dengan mengamalkan nilai-nilai luhur yang ada di dalamnya. Pancasila adalah adalah dasar dan prinsip-prinsip hidup bernegara di Indonesia, dimana persatuan dan kesejahteraan bangsa menjadi poros utamanya. Karenanya tidak berlebihan untuk menyebut Pancasila sebagai cita-cita bangsa yang akan terus dijaga dan diwujudkan.

Hari ini, 1 Oktober 2015, bangsa kita bersatu untuk menjunjung tinggi-tinggi Pancasila sebagai dasar negara, karenanya di peringatan hari kesaktian Pancasila ini kita dengan penuh kesadaran menyatakan komitmen untuk tetap setia pada Pancasila. Kesetiaan tersebut harus mampu diwujudkan dalam kehidupan nyata kita, yakni dengan menjadikan setiap kita sebagai Duta Pancasila, hal ini tentu dimaksudkan untuk menjadikan Pancasila sebagai bagian nyata dalam kehidupan yang kita jalani sehari-hari.

Menjadi duta Pancasila tidaklah sulit, setiap kita hanya perlu terus belajar dan memperbanyak pengetahuan tentang pancasila, sambil pula terus belajar mengejawantahkan pancasila dalam kehidupan nyata dengan selalu berusaha menjadi model yang baik bagi orang disekitarnya, serta fokus pada lingkaran pengaruh.

Penghayatan dan pengamalan atas nilai-nilai Pancasila dapat menjadikan kita insan yang tangguh dan tidak mudah terpengaruh. Kita sadar bahwa keutuhan dan kesatuan NKRI saat ini sedang terus-menerus dirongrong pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, mereka adalah kelompok yang tidak segan untuk mengadu domba kita, sesama tumpah darah Indonesia.

Tema-tema seputar agama dan hasutan kebencian terhadap pemerintah selalu menjadi senjata untuk membuat kita lupa bahwa kita semua sesungguhnya bersaudara. Mereka pun tidak pernah berhenti mencoba menyingkirkan Pancasila dari kehidupan berbangsa dan bernegara kita, karena mereka tahu Pancasila terlalu perkasa untuk ditandingkan dengan isu-isu negatif pemecah bangsa. Dengan menjadi duta Pancasila, kita membuktikan komitmen nyata kita terhadap dasar negara. Karenanya, menghayati dan mengamalkan Pancasila adalah wujud nyata menjaga Indonesia.

 

 

This post was last modified on 2 Oktober 2015 12:57 PM

Imam Malik

Adalah seorang akademisi dan aktifis untuk isu perdamaian dan dialog antara iman. ia mulai aktif melakukan kampanye perdamaian sejak tahun 2003, ketika ia masih menjadi mahasiswa di Center for Religious and Sross-cultural Studies, UGM. Ia juga pernah menjadi koordinator untuk south east Asia Youth Coordination di Thailand pada 2006 untuk isu new media and youth. ia sempat pula menjadi manajer untuk program perdamaian dan tekhnologi di Wahid Institute, Jakarta. saat ini ia adalah direktur untuk center for religious studies and nationalism di Surya University. ia melakukan penelitian dan kerjasama untuk menangkal terorisme bersama dengan BNPT.

Recent Posts

Masjid Rasa Kelenteng; Akulturasi Arsitektural Islam dan Tionghoa

Menarik untuk mengamati fenomena keberadaan masjid yang desain arsitekturnya mirip atau malah sama dengan kelenteng.…

2 bulan ago

Jatuh Bangun Konghucu Meraih Pengakuan

Hari Raya Imlek menjadi momentum untuk mendefinisikan kembali relasi harmonis antara umat Muslim dengan masyarakat…

2 bulan ago

Peran yang Tersisihkan : Kontribusi dan Peminggiran Etnis Tionghoa dalam Sejarah

Siapapun sepakat bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia tidak didominasi oleh satu kelompok berdasarkan…

2 bulan ago

Yang Diskriminatif adalah yang Jahiliyah

Islam melarang sikap diskriminasi, hal ini tercermin dalam firman Allah pada ayat ke-13 surat al-Hujurat:…

2 bulan ago

Memahami Makna QS. Al-Hujurat [49] 13, Menghilangkan Pola Pikir Sektarian dalam Kehidupan Berbangsa

Keberagaman merupakan salah satu realitas paling mendasar dalam kehidupan manusia. Allah SWT dengan tegas menyatakan…

2 bulan ago

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Ideologi : Pilar Mereduksi Ekstremisme Kekerasan

Dalam visi Presiden Prabowo, ketahanan pangan menjadi salah satu prioritas utama untuk mewujudkan kemandirian bangsa.…

2 bulan ago