Keagamaan

Meredefinisi Nahi Mungkar sebagai Bagian dari Dakwah

Dalam ajaran Islam, nahi mungkar (mencegah kemungkaran) merupakan salah satu prinsip penting yang harus diterapkan oleh umat Muslim sebagai umat terbaik. Namun, banyak yang salah memahami konsep ini sebagai tindakan yang selalu dikaitkan dengan pemaksaan kehendak dan kekerasan. Padahal, nahi mungkar adalah bagian dari seni dakwah yang mengutamakan kelembutan dan hikmah.

Nahi mungkar sejatinya mencegah diri dan orang lain dari kerusakan agar meraih kemashlahatan. Namun, bila dilakukan dengan cara yang salah, nahi mungkar justru bisa menimbulkan mudharat dan konflik, bukan membawa kebaikan.

Sering kali, nahi mungkar dipahami sebagai konsep yang sangar dan menakutkan. Nahi mungkar seakan dianggap kewajiban untuk segera bertindak keras dalam mencegah kemaksiatan. Di banyak kasus, tindakan ini dilaksanakan dengan cara yang memaksakan kehendak, tanpa mempertimbangkan hikmah dan dampak jangka panjang.

Sebagai contoh, ada kejadian-kejadian di mana kelompok tertentu menghentikan konser musik, atau memaksa penutupan acara-acara budaya dengan alasan kemungkaran. Alih-alih membawa maslahat, tindakan tersebut justru menimbulkan kericuhan, menciptakan perpecahan, dan memperburuk citra dakwah Islam di mata masyarakat.

Pendekatan nahi mungkar yang berlebihan seperti ini menciptakan situasi yang merugikan semua pihak. Mereka yang dihadapkan pada pemaksaan kehendak akan cenderung merasa tertekan dan tidak dihargai, sehingga alih-alih menyadari kekeliruannya, mereka justru semakin jauh dari ajaran agama. Hal ini juga dapat memperburuk hubungan antar sesama dalam masyarakat, serta memunculkan citra negatif terhadap Islam sebagai agama yang tidak toleran.

Nahi Mungkar: Sebuah Seni Berdakwah 

Nabi Muhammad SAW telah memberikan banyak contoh bagaimana nahi mungkar bisa dilakukan dengan cara yang halus, penuh hikmah, dan tanpa kekerasan. Salah satu kisah terkenal adalah ketika seorang pemuda datang kepada Nabi dan meminta izin untuk berzina. Bukannya langsung melarang dengan keras, Nabi SAW menggunakan pendekatan yang lembut namun menyentuh hati.

Nabi tidak serta merta menegur pemuda itu atau memarahinya. Sebaliknya, Nabi mengajak pemuda tersebut untuk merenung dengan mengajukan pertanyaan sederhana, “Apakah kamu rela jika hal yang sama terjadi pada ibumu, saudaramu, atau keluargamu?” Pemuda itu tentu menjawab tidak. Pertanyaan ini membuka kesadaran sang pemuda, bahwa perbuatan zina bukan hanya soal keinginan pribadi, tetapi juga memiliki dampak yang besar bagi orang lain.

Dengan cara yang lembut ini, Nabi tidak hanya mencegah pemuda tersebut dari perbuatan mungkar, tetapi juga memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya menghargai orang lain. Inilah seni nahi mungkar yang sebenarnya—tidak harus dengan kekerasan, tetapi dengan sentuhan hati dan akal.

Contoh nyata dari pendekatan seni dalam nahi mungkar bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, daripada langsung memarahi dan merazia seorang remaja yang mengkonsumsi di tempat umum, seseorang bisa mengajak remaja tersebut berbicara tentang dampak kesehatan jangka panjang, serta bagaimana hal itu akan memengaruhi orang-orang yang mereka sayangi. Dengan pendekatan ini, kemungkinan besar remaja tersebut akan lebih mudah untuk mengubah perilakunya secara sukarela.

Contoh lainnya adalah dalam dunia pendidikan. Jika seorang siswa melakukan kecurangan, seorang guru yang bijak tidak hanya menghukum, tetapi juga mengajak siswa tersebut untuk merenung tentang pentingnya kejujuran dalam hidup. Dengan memberikan pemahaman yang mendalam, tindakan nahi mungkar akan lebih efektif dan tidak menimbulkan perlawanan.

Amar ma’ruf nahi mungkar adalah bagian dari kewajiban umat Muslim, tetapi cara melaksanakannya harus sesuai dengan prinsip-prinsip hikmah dan kelembutan. Islam mengajarkan bahwa mencegah kemungkaran tidak harus dilakukan dengan kekerasan atau pemaksaan kehendak, melainkan dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan menyentuh hati, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Nahi mungkar bukan konsep dan tindakan yang berkonotasi negatif apalagi kekerasan. Justru Nahi mungkar adalah cara agar orang tidak jatuh dalam hal negatif. Mempraktekkan nahi mungkar harus dengan pendekatan yang indah dan elegan. Bukan cara serampangan yang dapat menjauhkan hati dari iman. 

 

 

Farhah Sholihah

Recent Posts

Rebranding Pancasila 5.0: Memviralkan Kebangsaan Gen Z di Era Digital

Mari kita bayangkan Indonesia bukan dilihat dari 10 atau 20 tahun yang lalu. Tetapi, bayangkan…

7 jam ago

Dakwah Nge-Pop ala Influencer HTI; Ancaman Soft-Radicalism yang Menyasar Gen Z

Strategi rebranding Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI tampaknya cukup berhasil. Meski entitas HTI secara fisik…

11 jam ago

Performative Male: Ruang Gelap Radikalisasi yang Menggurita di Era Gen Z

Validasi adalah sebuah elemen yang melekat pada Generasi Z. Keduanya berkelindan. Tak terpisahkan. Beberapa tahun…

11 jam ago

Membedah Anatomi Gerakan Gen Z; Membangun Imajinasi Keindonesiaan yang Otentik

Geliat gerakan yang dimotori gen Z di sejumlah negara ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata.…

1 hari ago

Wajah Baru Radikalisasi di Dunia Game

Gen Z lahir dengan dua kewarganegaraan. Indonesian citizenship dan internet citizenship (netizen). Bagi mereka, tidak…

1 hari ago

Gen-Z dan Islam Moderat; Bagaimana Ekologi Media Membentuk Identitas Beragama yang Inklusif?

Hasil survei dari Alvara Institute pada tahun 2022 lalu menyebutkan bahwa agama menjadi salah satu…

1 hari ago