Spirit kepahlawanan membangun bangsa kembali bergelora setiap bulan November. Suntikan spirit didapatkan dari momentum peringatan Hari Pahlawan pada setiap tanggal 10 November.
Refleksi penting dilakukan terkait revitalisasi dan optimalisasi peran rakyat Indonesia, khususnya muslim sebagai mayoritas dalam menjawab tantangan peradaban kekinian. Tantangan terberat adalah menghadapi globalisasi dan berkontribusi dalam upaya deradikalisasi.
Peradaban dunia telah memasuki arus modernitas dan globalisasi. Hal ini tidak bisa dihindari dan menuntut kontribusi kebaikan guna mewarnai. Islam berpotensi berperan besar dan tampil dalam garda terdepan menyodorkan gagasan mengelola peradaban agar rahmatan lil ‘alamin.
Upaya untuk membawa kesejahteraan dunia bersama Islam membutuhkan langkah kolektif dalam menandingi skenario global serta melakukan terapi atas penyakit diri sendiri. Muslim di Indonesia memiliki modal besar dan penting didorong untuk tampil dalam garda terdepan guna mewujudkan peradaban yang adil, sejahtera, dan damai.
Tantangan Peradaban
Salah satu tantangan dunia kontemporer adalah globalisasi. Lebih dari 15 abad silam, jauh sebelum istilah glogalisasi sekarang mengemuka ke seluruh pelosok bumi, Islam telah mendengungkan globalisme ajarannya. Tidak sembarangan, slogan yang telah menjadi prinsip itu diserukan oleh Allah sang Pencipta, bukan sekadar buatan makhluk-Nya seperti globalisasi versi Barat yang sarat akan kepentingan dunia dan kekuasaan. “ Tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam” (Q.S Al-Anbiya’:107), demikianlah proklamasi Islam yang didengungkan kepada dunia atas ajaran universal dan globalnya.
Sejak masa Rasulullah SAW, sahabat sampai generasi berikutnya membuktikan pada dunia akan pernyataan tersebut, bersama Islam kehidupan global bahkan bagi kalangan non muslim hidup penuh kesejahteraan, tidak ada diskriminsi seperti yang ditudingkan Barat selama ini. Jika Globalisasi versi Barat berdiri diatas ikatan kepentingan dunia, maka globalisasi dslam Islam lebih dari itu berdasar pada ikatan keyakinan (iman) yang mengintegrasikan aspek duniawi dan ukhrowi.
Konsep komprehensif globalisasi dalam Islam tersebut berangkat dari tataran konseptual sampai pada tataran aktual, dimana di dalamnya memiliki keistimewaan, antara lain memiliki keseimbangan antara hak dan kewajiban, berusaha membangun masyarakat adil dan berkekuatan, dimulai dari kesetaraan diantara sesama manusia, menjadikan mesyawarah sebagai landasan sistem politik, serta menjadikan ilmu sebagai kewajiban umat.
Fakta tersebut telah menjawab kegamangan sebagian manusia bahwa ada globalisasi dalam Islam, karena Islam sendiri adalah globalisme.
Optimalisasi Kontribusi
Upaya membangun atau revitalisasi peradaban penting dimulai dari level mikro. Indonesia memiliki potensi besar memberikan keteladanan bagi dunia dalam upaya tersebut. Kuncinya bagaimana kesuksesan menyemai keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian dalam negeri serta menguatkan geopolitik guna mentransformasikannya ke kehidupan internasional. Beberapa strategi penting diperhatikan umat Islam Indonesia dalam optimalisasi kiprahnya menyemai peradaban yang berkeadilan, sejahtera, dan damai.
Pertama, menciptakan kondusifitas keberagaman dan keberagamaan. Aksi penistaan atau penodaan terhadap suatu agama mesti disikapi secara bijak, tanpa reaksi kekerasan. KH. Mustofa Bisri (2015) melalui akun Twitternya @gusmusgusmu pernah memberikan wejangan “Yang menghina agamamu tidak bisa merusak agamamu, tetapi yang bisa merusak agamamu justru perilakumu yang bertentangan dengan ajaran agamamu”. Jalur formal dan konstitusional mesti dikedepankan. Nalar akademik penting ditonjolkan daripada kekuatan fisik. Konsekuensinya negara harus hadir menciptakan rasa keadilan.
Kedua, memandang masalah konflik, kekerasan, hingga terorisme secara komprehensif. Semua ini menjadi kunci mencerabut semua akar permasalahan. Permasalahan berbau SARA sering hulunya adalah ketimpangan ekonomi. Untuk itu penyikapan mesti terpadu dan sinergi lintas lini, misalnya dengan upaya pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, dan lainnya.
Ketiga, semua pihak penting menahan diri dan menghindari provokasi. Reaksi kekerasan terkadang merupakan respon atas aksi tertentu. Etika verbal dan tulisan penting dijunjung tinggi dengan prinsip toleransi. Atas nama pembelaan monirotas, jangan pula dilakukan dengan tindakan atau ucapan provokatif. Semua meski berada pada kesamaan tensi dan kejernihan berpikir.
Keempat, melakukan revitalisasi geopolitik Indonesia dengan negara-negara Islam. Diplomasi dan kontribusi lainnya penting diupayakan demi mewujudkan keadilan global. Standar ganda Barat mesti diimbangi dan dilawan. Penggalangan dukungan dapat melalui OKI dan PBB. Indonesia memiliki pengalaman besar dan banyak berhasil dalam mewujudkan perdamaian konflik.
Filosofi Bhineka Tunggal Ika menjadi unggulan yang dapat ditularkan. Beberapa konflik pun berhasil diatasi dengan ujung perdamaian, seperti kasus Gerakan Aceh Merdeka, konflik Maluku, konflik Poso, dan lainnya. Semua ini modal besar yang dapat dijadikan bahan mediasi bagi konflik di negara lain. Prinsip politik luar negeri bebas aktif tetap harus dijunjung. Kunci mediasi akan berhasil jika Indonesia menunjukkan netralitas dan objektifitasnya. Muslim nusantara terbuka ruangnya berkontribusi hingga bisa menjadi pahlawan peradaban.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…