Hadirnya paham radikalisme di berbagai perguruan tinggi,.nampaknya sudah mulai mendapat respon yang serius dari internal kampus. Rektor, dosen, mahasiswa, dan para pegawainya sudah mulai memahami bahwa gerakan radikalisme merupakan gerakan yang bisa membuat carut-marut perguruang tinggi, agama, dan negara. Gerakan radikalisme sudah lazim dikenal sebagai komplotan yang menebar pemahaman anti terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Gerakan ini selalu mencari masa untuk mendukung dan mengembangkan gerakan radikalisasi di setiap perguruan tinggi.
Perkembangan gerakan radikalisme di kampus, secara lebih masif dilakukan dengan menyusup ke berbagai organisasi di kampus, baik internal maupun eksternal. Penyusupan ini dilakukan dengan tujuan untuk merubah pandangan yang sudah mapan menjadi pemahaman yang radikal. Mereka menyusup dengan bebas, karena masa organisasi belum banyak yang mengetahui mengenai indikator pemahaman yang radikal.
Oleh karena itu upaya menangkal radikalisme di kampus harus secara kontinyu dilakukan, bisa dilakukan mulai dari individu dan organisasi, baik dari rektor hingga tingkat yang paling bawah. Secara individu, civitas akademika bisa melaksanakan berbagai hal yang mengarah pada gerakan moderat, toleran, dan saling menghormati. Gerakan individu lebih simpel dan bisa menyusup ke berbagai kegiatan untuk bisa menebarkan paham-paham keagamaan dan kebangsaan. Dari gerakan individu ini, besar kemungkinan akan menjadi gerakan yang mengelompok, sehingga bisa menjadi kekuatan besar yang tidak terprediksi.
Kemudian organisasi yang paling disoroti di kampus dalam kegiatan menangkal radikalisme ialah Lembaga Dakwah Kampus. Lembaga ini dikenal sebagai organisasi intra kampus yang konsen terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan. Lembaga dakwah kampus (LDK) ini memiliki posisi strategis dalam mengoordinir gerakan anti radikalisme, karena LDK ini memiliki status legal, dekat dengan mahasiswa, dan didukung oleh segenap civitas akademika maupaun instansi pemerintah.
Dukungan dan ajakan kepada LDK dalam menangkal radikalisme di kampus, sangat gencar dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Di lampung, BNPT melalui FKPT Bandar Lampung secara khusus mengadakan dialog dengan lembaga dakwah kampus bertajuk “Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus dalam Pencegahan Terorisme melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme” (damailahindonesiaku.com, 08/03/2017). Kemudian di Jawa Timur BNPT melalui FKPT mengadakan dialog di Unesa dengan tema “Dialog Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus dalam Pencegahan Terorisme melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme di Provinsi Jawa Timur” (www.antarajatim.com, 20/09/2017). Lalu FKPT Jawa Tengah saat berkunjung ke UNS Solo juga memandang bahwa LDK harus dilibatkan dalam gerakan pencegahan radikalisme (fkptjateng.damai.id). Pelibatan ini tidak dikhususkan bagi tempat yang dikunjungi, tetapi juga berlaku kepada LDK di seluruh kampus.
Otimalisasi Gerakan
Kuatnya dukungan yang diberikan dari civitas akademika dan BNPT tersebut, harus membuat LDK mengoptimalkan gerakan-gerakan anti radikalisme di kampus. Lembaga dakwah kampus dalam melaksanakan dakwahnya harus memadukan unsur-unsur agama, kebangsaan, dan nilai-nilai lokal. Kemudian dakwah yang dilakukan harus bisa menjadikan hikmah, kasih sayang, moderat, dan integratif sebagai pendekatan inti. Optimalisasi gerakan ini bisa dilakukan melalui dua hal, yaitu optimlisasi gerakan melalui strategi struktural dan optimalisasi gerakan melalui strategi kultural.
Pertama, strategi struktural dilakukan untuk mengubah struktur. Perubahan ini untuk memperbarui pandangan secara kolektif melalui legislasi. Kriteria gerakan ini ialah pemberdayaan, kolektif, legislatif, dan eksekutif. Strategi struktural ini harus imbang antara yang abstrak dan yang konkrit, tidak hanya pemahaman-pemahaman anti radikalisme yang dimiliki, tetapi jiwa responsif dan eksekusi menangkal radikalisme juga harus ada. Melalui gerakan ini, LDK bisa memberdayakan mahasiswa-mamahasiswa untuk memiliki cara pandang yang sama mengenai radikalisme, dengan tujuan agar bisa bersama-sama mencegah radikalisme di kampus. Strategi ini menghendaki perubahan dari luar, artinya ada pengaruh besar untuk merubah cara berpikir seseorang, tidak peduli seseorang tersebut menyadari perubahan atau tidak (Kuntowijoyo, 2001: 155-117).
Kedua, optimalisasi gerakan LDK dalam menangkal radikalisme di kampus ialah melalui strategi struktural. Tujuan dari strategi ini ialah untuk merubah cara berpikir perorangan, dan tidak berusaha mengubah pandangan atau pemikiran secara kolektif. Strategi ini menghendaki perubahan pola berpikir dari dalam diri seseorang, karena perubahan dari kesadaran diri sendiri akan lebih awet (Kuntowijoyo, 2001: 120).
Melalui strategi tersebut, diharapkan lembaga dakwah kampus yang berada di kampus manapun bisa mengoptimalkan gerakannya dalam memainkan peran sebagai koordinator anti radikalisme. Jika gerakan anti radikalisme di kampus ini semakin masif, maka para mahasiswa akan banyak yang tersadarkan mengeni bahaya radikalisme dan keharusan melakukan gerakan anti radikalisme di kampus.
This post was last modified on 18 Oktober 2017 1:44 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…