Narasi

Pancasila Dasar Bersama Terorisme Musuh Bersama

Radikalisme dan terorisme kini telah menjadi tantangan dunia yang paling berbahaya. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pernah menyatakan bahwa ada 2,7 juta orang Indonesia terlibat dalam serangkaian serangan teror. Jumlah tersebut sekitar 1 persen dari total penduduk Indonesia.

Tentu saja, ini bukan jumlah yang kecil, karenanya, jika diabaikan, maka kebrutalan-kebrutalan dari teroris ini tidak bisa dihindarkan. Yang pasti, kita tidak ingin ada korban yang jatuh lagi karena ulah para teroris, terlebih kita juga tidak ingin keutuhan NKRI menjadi rusak karena tindakan-tindakan kekerasan yang mereka lakukan.

Sebagai warga negara Indonesia, kita punya tanggung jawab untuk memerangi terorisme di bumi Indonesia ini. Kerinduan inilah yang membuat saya akhirnya bergabung dengan Duta Damai Indonesia regional Jakarta. Dengannya, saya berharap bisa ikut bersama membantu pemberantas paham radikal dan terorisme di Indonesia.

Pada saat ingin bergabung dengan Duta Damai Jakarta, saya pernah ditanyakan soal agama, kebetulan saya adalah seorang Kristen. “Apakah kamu bisa bekerja sama dengan rekan-rekan lain yang mayoritas bukan Kristen?” Dengan tegas saya menjawab, “harus bisa, karena teroris adalah musuh kita bersama, bukan hanya musuh agama Islam. Oleh karena itu, kita harus memeranginya bersama-sama.”

Teroris adalah Musuh Bersama

“Islam adalah teroris”. Stigma inilah yang banyak berkembang, dan saya dulu pernah memahami seperti demikian. Tuduhan ini tidak serta-merta tanpa alasan. Semuanya berawal dari banyaknya kelompok radikal yang mengatasnamakan dirinya sebagai Islam. Misalnya saja kelompok  NIIS (Negara Islam di Irak dan Suriah) atau ISIS (Islamic State in Iraq and Suriah), yang banyak melakukan tindakan-tindakan brutal dan menamakan dirinya sebagai Islam. Tapi, seiring berjalannya waktu, saya tahu bahwa ini adalah pemahaman yang keliru. Melalui pertemuan-pertemuan lintas agama dan diskusi dengan teman-teman yang beragama Islam, saya sebagai orang Kristen menyadari bahwa Islam bukan teroris.

Pada dasarnya, agama Islam mengajarkan kedamaian bukan kekerasan, jadi setiap orang yang mengatasnamakan agama untuk melakukan kekerasan, dipertanyakan apakah dia itu benar beragama? Saya mengingat perkataan Gusdur, “agama dilahirkan untuk kedamaian, bukan untuk kekerasan.” Jadi, segala bentuk kekerasan yang mengatasnamakan agama adalah kegagalan memahami tentang agama  itu sendiri.

Dalam hal ini, terorisme yang mengatasnamakan agama adalah sebuah paham yang terang-terangan gagal memahami arti beragama, sehingga kekerasan dilegalkan. Oleh karena itulah, tidak bisa ditolerir lagi, paham radikalisme dan terorisme adalah musuh semua agama, musuh kita bersama. Sebab itu, seluruh elemen masyarakat bersama pemerintah harus ikut mengambil peran dalam memerangi radikalisme dan terorisme di bumi Indonesia ini.

Pancasila Sebagai Dasar Bersama

Indonesia adalah negara plural yang terbentuk dari beragam perbedaan Di tengah perbedaan agama, suku, ras, dan budaya yang ada di Indonesia, harus diakui bahwa ada kesulitan memerangi terorisme jika perbedaan-perbedaan yang ada ini tidak bisa disatukan. Oleh karena itu, dalam memerangi terorisme semua elemen masyarakat dari semua agama harus berpijak pada dasar bersama, dan dasar yang paling tepat untuk menjadi pijakan hanya satu, yaitu Pancasila.

Pancasila adalah ideologi yang paling sakti di seluruh dunia dalam memerangi radikalisme dan terorisme. Dengan Pancasila, perbedaan dapat direngkuh. Melalui Pancasila berbagai agama, suku, budaya, bisa bersatu, dan hidup berdampingan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sekaligus membendung paham-paham kekerasan. Dalam Pancasila terdapat nilai-nilai luhur yang mampu meyantukan segala perbedaan, termasuk bersama dalam memerangi ideologi-ideologi radikal.

Tanpa Pancasila sulit untuk memerangi terorisme di bumi Indonesia yang plural ini. Semua elemen masyarakat yang ingin berperang melawan terorisme harus berpijak di atas dasar Pancasila sebagai dasar hidup bersama. Oleh karena itu, dalam upaya memerangi terorisme  tidak boleh melupakan untuk membarenginya dengan dengan usaha edukasi mengenai nilai-nilai Pancasila.

Setiap generasi perlu diajarkan tentang pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua kelompok, termasuk agama  perlu bergandeng tangan dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam diri anak-anak bangsa, sejak usia dini. Dalam berbagai pembinaan dan pengajaran yang dilakukan, nilai-nilai luhur Pancasila juga harus ditanamkan. Tujuannya, agar anak-anak bangsa sadar bahwa “Pancasila adalah dasar bersama, sedangkan terorisme dan radikalisme itu musuh kita bersama.”

This post was last modified on 26 September 2018 1:31 PM

Yunus Septifan Harefa

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

20 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

20 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

20 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

20 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago