Sebagai bangsa Indonesia, kita tentu yakin dan percaya bahwa Pancasila merupakan ideologi negara, rumah kita bersama. Sayangnya, usaha untuk menginternalisasikan Pancasila secara nyata, tampaknya masih jauh antara api dan tungkunya. Penerimaan ideologi yang masif di tingkat pengetahuan, tidak diikuti dengan langkah kongrit di level tindakan. Praktik Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di level elite pejabat pemerintahan menjadi ancaman serius bagi keberadaan ideologi Pancasila. Korupsi masih menjadi extra ordinary crime yang marak dilakukan pejabat. Tengok saja, Indeks Persepsi Korupsi Dunia, Indonesia pada 2015 masih menduduki urutan 88. Begitu pula indeks rule of law 2015, Indonesia berada di rangking 52.
Ancaman berikutnya terhadap Pancasila datang dari sikap menguatnya kontestasi simbol identitas mengenai Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan (SARA). Implementasi nilai-nilai Pancasila semakin terganggu dengan adanya perilaku menyimpang SARA yang malah justru kerap terjadi belakangan ini. Sila pertama, Ketuhanan Yang Mahaesa dilanggar dengan berbagai tindakan yang mengancam kebebasan kelompok minoritas. Data Komnas HAM merilis adanya peningkatan aduan masyarakat soal pelanggaran kebebasan beragama. Pada 2013, jumlah aduan 30 berkas dan 2014 naik menjadi 67 berkas.
Selanjutnya ialah munculnya Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) anti-Pancasila juga turut menghambat eksistensi Pancasila. Beruntung pemerintah pada Senin, 10 Juli 2017 telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2/2017 mengenai Organisasi Kemasyarakatan, yang dianggap penyempurna UU No.17/2013 tentang Ormas. Namun, rakyat masih menunggu bagaimana implementasi dari Perppu Ormas itu di lapangan, apakah Perppu tersebut efektif dan efisien atau malah tidak.
Berbagai tindakan anti-kebhinekaan sebagaimana diuraikan tentu sangat berbahaya dan bisa menjadi ancaman serius bagi keutuhan Pancasila. Jangan sampai pegangan dasar yakni Pancasila mengalami masa redup, ditinggalkan di pojok sejarah, diusangkan (outlived) atau bahkan terkoyak. Kewajiban kita sebagai bangsa Indonesia ialah menjaga keutuhan Pancasila, menghindari dan mencegah segala bentuk tindakan anti-Pancasila, dan yang tidak kalah penting bagaimana mengaktualisasikan serta menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Upaya menyebarluaskan pemahaman tentang hakikat Pancasila dengan segala fungsi dan kedudukannya, secara real dapat diimplementasikan dengan memasukkan sebagai bahan pembelajaran dari semua tingkatan, mulai tingkat rendah hingga tinggi. Namun, hal yang terpenting ialah tahap internalisasi dari Pancasila itu sendiri. Mata pelajaran (mapel) seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) tidak hanya dipelajari saja, tetapi diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk pada pergaulan di dunia maya.
Jadi, Pancasila wajib menjadi pelajaran yang perlu dipahamkan dan juga diinternalisasikan ke peserta didik mulai dari PAUD sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Tentunya, dengan metode dan cara serta level yang berbeda. Misalnya, pada tingkatan PAUD pembelajaran dapat dimulai dari mengenal simbol pancasila dan ke-Indonesiaan. Pada jenjang selanjutnya, pemahaman ditingkatkan secara berkala dan kontinyu serta dikemas semenarik mungkin. Seperti tingkatan PT, akan sangat dimungkinkan Pancasila diterapkan sebagai media mengkritisasi kebijakan penyelenggara pemerintahan. Tentunya dengan diskursus yang baik dan benar, bertanggung jawab serta masih dalam koridor hakikat Pancasila sebagai pedoman pokoknya.
Selain pendidikan formal, pembelajaran Pancasila dilakukan di berbagai pendidikan non-formal, lembaga, dan semua lapisan masyarakat. Hal ini dapat dilakukan melalui penataran ataupun seminar yang dilaksanakan secara rutin dan kontinyu. Tujuannya, ialah agar pemahaman masyarakat di semua lapisan dapat menyeluruh dan tidak keluar dari koridornya. Edukasi Pancasila inilah yang semestinya gencar dilakukan, kalau menghendaki Pancasila benar-benar dijiwai oleh setiap individu berbangsa Indonesia dari berbagai lapisan.
Berbagai pembelajaran tersebut tentu akan memunculkan pemahaman Pancasila oleh seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mempunyai keterpahaman yang seragam serta dapat merasakan dan menghayati nilai-nilai luhur Pancasila yang pada akhirnya mampu mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga, setiap permasalahan yang terjadi dan konflik yang muncul dapat terselesaikan dengan baik karena dalam diri setiap warga negara telah tertanam dengan mendarah daging nilai-nilai luhur Pancasila.
Oleh karenanya, Pancasila harus diamalkan secara real dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mampu mengamalkan Pancasila, negara sebagai pemegang otoritas tertinggi wajib menyediakan wadah dan melindungi masyarakat agar terliundungi serta terjamin keamananya ketika mengejawantahkan Pancasila. Apresiasi yang tinggi kepada pemerintah, mengingat saat ini banyak berdiri kampung Pancasila. Dengan adanya kampung atau desa pelopor seperti inilah, setiap orang mampu merasa bangga dan tidak malu lagi ataupun terancam dalam melaksanakan Pancasila. Dalam kampung Pancasila mesti ada program seperti gotong royong, kerja sama, hingga diskusi rutin dari berbagai bidang yang merupakan bagian dari kepentingan bersama, karena Pancasila adalah rumah kita bersama, Salam Bhineka Tunggal Ika.
Suwanto, Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM
This post was last modified on 3 September 2017 12:55 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…