Narasi

Pemuda dan Kebangkitan Nasional dari Paham Radikal

Gemuruh suara para propagandis radikalisme, kini semakin lantang tersebar luas di bumi nusantara ini. Kekompakan dan loyalitas mereka secara ideologi, tingkah laku dan organisasi, seolah tidak bisa terbendung dan tidak ada yang bisa membungkamnya. Organisasi masyarakat, politik, keagamaan di Indonesia yang bergerak di bidangnya masing-masing, seolah tidak memiliki suara lantang. Sekalipun organisasi-organisasi ini sangat merespon dengan upaya-upaya preventif, namun pertumbuhannya masih sulit untuk dipangkas, bahkan banyak yang kerepotan dalam menanganinya. Terlebih lagi para pemuda yang dijadikan sebagai harapan bangsa, kini terpesona dengan arus radikalisme di Indonesia. Tidak sedikit di antara mereka yang merelakan dirinya untuk menjadi anggota dan simapatisan radikalisme di Indonesia.

Pemuda yang digadang-gadang sebagai agen sosialisasi dan aktor nasionalisme dan patriotisme, dalam kenyataannya bertepuk sebelah tangan. Sebagian dari pemuda-pemuda Indonesia telah menutup lembaran nasionalisme dan patriotisme, kemudian membuka lembaran radikalisme dan terorisme di Indonesia. Lalu sampai kapankah lembaran radikalisme dan terorisme di Indonesia terbuka? Apakah ini hanya sementara, atau selamanya?

Kita sebagai bangsa Indonesia perlu untuk merangkul dan menyadarkan sebagian pemuda tersebut agar tetap membuka lembaran nasionalisme untuk selamanya. Momen yang sangat tepat untuk merangkul dan menyadarkannya pada saat ini ialah pada momen Hari Kebangkitan Nasional, yang diperingati pada 20 Mei. Dalam momen ini para pemuda Indonesia dapat membuka kembali lembaran-lembaran sejarah para pendahulunya dalam menyebarluaskan nasionalisme untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Kebangkitan Nasional merupakan masa bangkitnya semangat persatuan, kesatuan, nasionalisme dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Momen ini ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908, yang kemudian tanggal pendirian Budi Utomo dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Organisasi Budi Utomo yang didirikan oleh Soetomo dan mahasiswa STOVIA (Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji), menghimpun banyak pemuda sebagai penggerak organisasi tersebut.

Oleh karena itu, momen peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini dapat direfleksikan berdasarkan situasi dan kondisi saat ini. Jika dulu momen Kebangkitan Nasional dijadikan sebagai titik balik untuk mewujudkan kemerdekaan, namun kini momen peringatan Hari Kebangkitan Nasional bisa kita jadikan sebagai titik balik untuk bangkit dari radikalisme dan terorisme.

Arah Bangkitnya Pemuda

Dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan, menjelaskan bahwa pelayanan kepemudaan diarahkan untuk a) menumbuhkan patriotisme, dinamika, budaya, prestasi dan semangat progesionalistas; b) meningkatkan partisipasi dan peran pemuda dalam membangun dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan hal tersebut, maka pada Hari Kebangkitan Nasional, para pemuda yang sudah terjangkit radikalisme dan terorisme harus bangkit menjadi pemuda yang aktif dalam membangun diri, masyarakat dan negaranya untuk selalu menumbuhkan nasionalisme dan patriotisme dalam meraih prestasi terbaik.

Hari Kebangkitan Nasional dapat dijadikan sebagai pupuk dan tonggak para pemuda sebagai pemuda yang aktif dalam menggerakkan organisasi-organisasi penangkal radikalisme yang telah merasuki teman-temannya dan masuarakat pada umumnya.

Semangat Hari Kebangkitan Nasional yang merepresentasikan persatuan dan kesatuan bangsa, dapat mengarahkan para pemuda lebih greget dalam mengamankan kemerdekaan Indonesia dari radikalisme dan terorisme. Dalam semangat ini, para pemuda tidak lagi membedakan suku, ras, agama dan golongan dengan sesamanya. Tetapi yang dutamakan ialah bersatunya para pemuda dari suku, ras, agama dan golongan manapun untuk memberikan kontribusi yang positif dalam menutup lembaran-lembaran radikalisme dan terorisme.

Kebangkitan pemuda dari radikalisme dan terorisme, menjadi harapan baru yang bisa diandalkan untuk melestarikan semangat Hari Kebangkitan Nasional dalam dirinya, masyarakat dan negaranya. Dengan demikian, arus radikalisme dan terorisme dapat dianulir pergerakannya dengan tepat.

Arief Rifkiawan Hamzah

Menyelesaikan pendidikan jenjang magister di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Al-Hikmah 1 Benda, Sirampog, Brebes dan Ponpes Darul Falah Pare, Kediri. Saat ini ia sebagai Tutor di Universitas Terbuka.

Recent Posts

Kesiapsiagaan Merupakan Daya Tangkal dalam Pencegahan Terorisme

Ancaman terorisme yang terus berkembang bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dengan pendekatan konvensional atau sekadar…

3 hari ago

Zero Attack; Benarkah Terorisme Telah Berakhir?

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia tampak lebih tenang dari bayang-bayang terorisme yang pernah begitu dominan…

3 hari ago

Pembelajaran dari Mitologi Kuda Troya dalam Ancaman Terorisme

Di tengah sorotan prestasi nihilnya serangan teror dalam beberapa tahun terakhir, kita mungkin tergoda untuk…

4 hari ago

Jejak Langkah Preventif: Saddu al-Dari’ah sebagai Fondasi Pencegahan Terorisme

Dalam hamparan sejarah peradaban manusia, upaya untuk mencegah malapetaka sebelum ia menjelma menjadi kenyataan bukanlah…

4 hari ago

Mutasi Sel Teroris di Tengah Kondisi Zero Attack; Dari Faksionalisme ke Lone Wolf

Siapa yang paling diuntungkan dari euforia narss zero terrorist attack ini? Tidak lain adalah kelompok…

4 hari ago

Sadd al-Dzari’ah dan Foresight Intelijen: Paradigma Kontra-Terorisme di Tengah Ilusi Zero Attack

Selama dua tahun terakhir, keberhasilan Indonesia menangani terorisme dinarasikan melalui satu frasa kunci: zero terrorist…

5 hari ago