Narasi

Perempuan yang Berdaya atau Terpedaya : Kisah Teroris Perempuan

Peran perempuan dalam konteks radikalisme dan terorisme telah mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Dulu, perempuan sering dianggap sebagai simpatisan atau pendukung kelompok radikal, tetapi sekarang mereka juga menjadi aktor utama dalam aksi teror. Bahkan, militansi perempuan lebih kuat dari pada laki-laki.

Fenomena ini menunjukkan transformasi peran perempuan dalam jaringan radikal terorisme yang cukup signifikan. Perempuan sering dijadikan sasaran oleh kelompok radikal terorisme karena beberapa alasan. Awalnya, mereka ditarik dengan iming-iming menjadi bagian dari gerakan yang “memerangi ketidakadilan” dan “membela agama.” Mereka disajikan kisah-kisah heroik tentang perempuan di medan perang di masa lalu.

Namun, di balik propaganda yang menggiurkan itu, banyak perempuan yang akhirnya terjerumus ke dalam jaringan terorisme dengan dalih membela agama dan keyakinan mereka. Kelompok ini seolah ingin menjadikan perempuan berdaya melalui peran yang setara dengan laki-laki, tetapi sejatinya perempuan lagi-lagi terpedaya oleh kaum laki-laki. Mereka tetap dijadikan obyek laki-laki dalam aksi terorisme.

Sebelumnya, perempuan dalam kelompok teroris lebih cenderung memainkan peran sebagai pendukung, penggalang dana, atau penyedia logistik. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi pergeseran paradigma di mana perempuan juga terlibat secara langsung dalam aksi teror, termasuk menjadi pelaku bom bunuh diri atau anggota kelompok bersenjata.

Di Indonesia, terdapat beberapa kasus teroris perempuan yang menunjukkan bagaimana mereka tergugah untuk melakukan aksi teror karena terpedaya oleh doktrin sesat kelompok teroris. Salah satu contoh yang mencolok adalah kasus Dian Yulia Novi, seorang mantan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Taiwan yang sangat bersungguh-sungguh ingin melakukan aksi bom bunuh diri di istana pada tahun 2016.

Tidak butuh lama bagi Dian setelah menikah secara online dengan NS yang dikenal melalui media sosial. Ia menyatakan siap menjalankan perintah agama sebagai kewajiban bagi seorang perempuan. Laki-laki itu yang bertindak suaminya mendoktrin kesiapan Dian untuk melakukan aksi bom panci.

Kasus seperti ini menyoroti bagaimana propaganda dan rekruitmen radikalisme memengaruhi perempuan untuk terlibat dalam aksi kekerasan. Perempuan menjadi korban dari ulah laki-laki yang mencuci otaknya untuk kepentingan aksi teror.

Proses rekrutmen terhadap perempuan oleh kelompok teroris seringkali dimulai dengan penyampaian ideologi radikal yang disamarkan dengan narasi keagamaan dan perjuangan. Mereka diberitahu bahwa melalui aksi-aksi terorisme, mereka menjadi bagian dari gerakan yang mengangkat martabat umat dan membela agama mereka.

Doktrin yang digunakan cenderung mengilhami perempuan untuk merasa memiliki peran yang penting dalam “membela agama” dan “menghadapi musuh-musuh agama.” Konsep “mujahidah” sering digunakan untuk menggambarkan perempuan sebagai pejuang yang berani dan penuh pengorbanan dalam melawan musuh-musuh agama.

Mencegah terorisme perempuan merupakan tantangan kompleks yang memerlukan pendekatan yang holistik. Pendidikan dan Kesadaran keagamaan menjadi penting. Meningkatkan pemahaman masyarakat, terutama perempuan, tentang bahaya radikalisme dan terorisme, serta mengedukasi mereka tentang nilai-nilai kedamaian, toleransi, dan kebhinekaan.

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah radikalisasi. Mereka perlu membentengi anggota keluarga, terutama perempuan, dari pengaruh doktrin yang menyimpang dan memberikan dukungan serta pendampingan yang kuat.

Memberdayakan perempuan secara ekonomi, sosial, dan politik dapat menjadi benteng yang kuat dalam melawan radikalisme. Mereka perlu diberdayakan agar memiliki kemandirian dan kepercayaan diri yang tinggi, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh ajakan-ajakan radikal.

Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan masyarakat, terutama perempuan, dapat lebih waspada terhadap ancaman radikalisme dan terorisme, serta bersama-sama membangun masyarakat yang damai, toleran, dan berkeadilan.

This post was last modified on 7 Maret 2024 10:42 AM

Farhah Sholihah

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

14 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

14 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

14 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

14 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago