Debat merupakan bagian yang sangat penting dalam pesta demokrasi. Di ajang inilah, setiap paslon mempromosikan visi-misinya. Selain sebagai sarana untuk menguji seberapa jauh paslon menguasai permasalahan yang dihadapi oleh negara yang akan dipimpinnya, juga bisa dijadikan oleh paslon sebagai wahana untuk meyakinkan publik dan menaikkan elektabilitasnya. Ketepatan argumen, ketangkasan menjawab soal dari paslon lain, keakuratan data, konsistensi dalil, dan rasionalitas jawaban, semua diperagakan di forum ini. Paslon berdebat, publik menilai.
Debat adalah forum mulia. Sudah seharusnya tidak dikotori oleh tindakan yang tidak mencerminkan nilai-nilai luhur yang dianut oleh bangsa ini. Dalam konteks ini, etika debat perlunya menjadi pegangan bersama. Baik oleh paslon yang berdebat maupun oleh para pendukungnya di dunia nyata dan maya. Dengan etika debat, akan melahirkan debat yang beretika. Mengapa kedua ini perlu? Alasan utamanya adalah karena dalam logika demokrasi lawan ini bukanlah musuh, melainkan kompetitor. Berkompetisi dengan dan demi kebaikan bersama. Beda halnya dengan logika perang, yang menempatkan lawan sebagai musuh. Sehingga apapun caranya akan dilakukan demi menumbangkan musuh.
Etika Debat: Lawan itu Kompetitor Bukan Musuh
Konsekuensi dari etika ini, maka dalam debat tidak ada lagi kalah-menang, apalagi jika kalah-menang itu ditafsirkan sebagai benar-salah. Jika lawan itu dianggap sebagai musuh, maka akan menimbulkan tindakan destruktif, baik itu sikap, lebih-lebih perkataan. Dengan demikian, semua yang berasal dari pihak lawan akan ditolak dengan mentah-mentah, dan berusaha sekuat tenaga dengan segala cara untuk menjatuhkan lawan. Ini tentu menyelahi logika demokrasi.
Baca juga : Debat Itu Adu Argumen Bukan Adu Urat Leher
Dalam sila kedua Pancasila disebutkan, Kemanusian yang Adil dan Beradab. Artinya dalam segala aspek dan lini kehidupan anak bangsa sila ini harus jadi pedoman, tak terkecuali dalam forum debat, terkhusus dalam debat capres-cawapres. Sila ini menggariskan, jika ada kebenaran, program dan solusi yang pas untuk negeri ini harus diambil, sekalipun untuk datang dari pihak lawan. Kita harus adil dan beradab sejak dini, bahkan sejak dalam pikiran –meminjam Bahasa Paramudya Ananta Tour.
Proposisi Adil dan Beradab, juga logika demokrasi itu, harus dijadikan sebagai pegangan bersama. Ini bukan hanya ditujukan kepada paslon, melainkan juga kepada para pendukung masing-masing. Tak jarang, justru para pendukung kedua belah pihak –terutama di media sosial –justru tidak memperhatikan kedua poin ini. Akibatnya, hinaan, caci-maki, percekcokan, dan ujaran kebencian menjadi santapan sehari-sehari di media sosial. Berita akhir-kahir ini, gara-gara beda pilihan harus pindah makam, adalah jauh dari Kemanusia Adil dan Beradab. Jangan sampai, politik praktis -apalagi pasca debat pertama ini, dan selanjutnya –justru membunuh kemanusian kita. Matinya kemanusia sama dengan matinya masa dengan negeri ini.
Dengan dua poin penting ini, dengan sendirinya akan melahirkan debat yang beretika. Debat beretika jangan dimaknai tidak bisa mengkritisi lawan, bukan seperti itu. Debat beretika adalah debat yang memanusiakan manusia, sekaligus bermatabat. Etika berdebat melahirkan debat baretika. Debat beretika muncul dari ruang publik yang sehat. Maka etika debat tidak cukup jika tidak diiringi oleh ruang publik yang sehat. Ketiga komponen ini, berkait-kelindan. Jika ketiganya terwujud, maka akan melahirkan demokrasi yang berkualitas, sebagaimana yang kita dambakan selama ini.
This post was last modified on 23 Januari 2019 4:05 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments