Narasi

Permainan Tradisional: Edukasi Dini dalam Menangkal Radikalisme

Internet tidak lah barang yang langka. Setiap orang bisa menikmati kapan dan di mana saja. Jika dulu internet dinikmati kalangan tertentu, kini hampir semua orang bisa menikmatinya. Tidak hanya kalangan dewasa, namun juga anak-anak bisa mengakses melalui gadgetnya. Kemajuan internet itulah yang saat ini sering dimanfaatkan oleh kelompok radikal, untuk melakukan propaganda. Mereka sering menyebarkan paham radikalisme dan ujaran kebencian melalui internet dan media sosial.

Untuk membendung paham radikalisme di dunia maya, diperlukan kerja sama semua pihak. Pihak pemerintahan harus dapat membersihkan dari paham radikalisme. Masyarakat harus menciptakan konten positif dan mengawasi setiap pergerakan pengguna internet. Dua hal ini merupakan tindakan jangka pendek membendung radikalisme.

Dalam membendung radikalisme dalam jangka panjang, diperlukan edukasi kepada anak-anak untuk memahami radikalisme dan menghargai keberagaman yang ada. Kita tidak ingin anak-anak dan generasi berikutnya menjadi generasi radikal. Anak-anak harus dibentengi agar menjagi generasi yang kuat, dan tidak mudah terpengaruh oleh radikalisme.

Salah satu cara menyebarkan paham toleransi dan memutus paham radikalisme adalah menggunakan permainan tradisional. Permainan yang lebih mengutamakan kebersamaan dari pada individu. Kita lihat anak-anak sekarang sering permainan yang dianggap modern seperti seperti Play StationGame Online, Chatting di Smartphone maupun perangkat modern lainnya. Padahal ditilik dari sisi pesan moralnya, justru permainan tersebut menjauhkan anak untuk memiliki sifat sosial, toleran, serta humble.

Padahal di Indonesia banyak sekali permainan tradisional yang sarat akan makna kehidupan. Pesan-pesan tersebut disiratkan dalam tiap ucapan/tindakan maupun bentuk dari permainan itu sendiri. Sebagai contoh adalah ucapan Hompimpa.

Banyak dari kita [mungkin] tidak tahu makna dari kata Hompimpa tersebut. Kata Hompimpa sebenarnya adalah sebuah ucapan yang diambil dari bahasa sanskerta, yang kalimat lengkapnya adalah Hompimpa Alaihum Gambreng. Arti dari kata tersebut adalah “dari Tuhan akan kembali ke Tuhan, mari bermain.” Sangat sederhana, namun kalau ditelaah lebih jauh ini justru memiliki nasehat kehidupan yang sangat penting.

Beberapa nasehat tersebut antara lain; Pertama bahwa hakikat hidup manusia tidaklah ada yang abadi. Semua yang bernyawa pasti akan kembali pada yang menciptakan. Ini menyiratkan bahwa hidup itu seperti permainan. Bahwa kita harus terus bermain [baca : beribadah] agar kita bisa menjadi pemenang [baca : mendapatkan nirwana di kehidupan berikutnya].

Tidak ada waktu untuk beristirahat sampai menjadi pemenang. Sama seperti kehidupan, bahwa setiap detik dalam kehidupan ini adalah sebuah ibadah dan harus terus dijalankan agar kelak kita bisa merengguk nikmatnya nirwana sebagai seorang pemenang.

Kedua, rase Hompimpa digunakan sebagai media untuk menentukan siapa pemain yang berhak untuk maju/bermain terlebih dahulu. Ini bisa dimaknai bahwa dalam kehidupan bermasyarakat/sosial kita harus berbuat adil. Kita tidak bisa mengedepankan ego dan kepentingan pribadi. Istilah zaman sekarangnya kita harus fair” pada siapapun. Termasuk pada diri sendiri.

Kita lihat misal kita mau bermain lompat karet dengan beberapa orang, maka untuk memulai siapa yang bertugas memegang karet dan siapa yang bermain terlebih dulu, kita menggunakan hompimpa. Ini fair karena sama-sama tidak ada yang berebut dan ini ditentukan secara terbuka serta disaksikan pemain yang lain. Sama dengan kehidupan, tidak ada yang namanya bahwa saya harus didahulukan, saya harus yang menjadi pionir. Tentukan dengan adil kapan kita harus bertindak sebagai A, sebagai B, dan sebagai C.

Ketiga, berdoalah sebelum bermain. Pesan ini sangat jelas terlihat dengan pengucapan frase hompimpa tersebut. Tuhan setiap agama pasti selalu memerintahkan umatnya agar senantiasa berdoa sebelum memulai sebuah kegiatan/aktifitas. Ini dimaksudkan agar manusia senantiasa ingat akan keberadaan Tuhan dan agar aktifitas yang dilakukan mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Ketiga poin di atas hanyalah sedikit dari sekian banyak pesan dari sebuah permainan tradisional yang sarat akan makna. Dari satu permainan tradisional saja kita bisa meraup banyak petuah kehidupan di dalamnya. Apalagi jika kita bisa mempelajari sekian banyak permainan tradisional di Indonesia yang jumlahnya ratusan ini. Tentu kita bisa belajar lebih banyak lagi mengenai kebaikan-kebaikan yang nenek moyang kita sampaikan dan prasastikan melalui permainan tradisional tersebut.

Ngarjito Ardi

Ngarjito Ardi Setyanto adalah Peneliti di LABeL Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

Recent Posts

Jaminan Hukum Kebebasan Beragama bisa Menjamin Toleransi?

Indonesia, dengan kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan yang beragam, seharusnya menjadi contoh harmoni antar umat…

23 jam ago

Mencegah Persekusi terhadap Kelompok Minoritas Terulang Lagi

Realitas kekayaan budaya, agama, dan kepercayaan di Indonesia seharusnya menjadi fondasi untuk memperkaya keberagaman, namun…

23 jam ago

KH. Syukron Makmun: Singa Podium, Pelestari Akidah Ahlussunnah, dan Konter Wahabi

Di tengah ketegangan antarumat Islam akibat ikhtilaf mengenai hukum musik, yang diprakarsai oleh Wahabi dan…

23 jam ago

Gotong Royong: Menangkal Cacat Paham Individualisme Agama

Indonesia berdiri di atas keragaman sebagai salah satu pondasi utamanya. Oleh karena itu, keragaman itu…

23 jam ago

Noktah Hitam Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Indonesia Dalam Kacamata Umat Beragama

Situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia saat ini tidak dalam keadaan “baik-baik saja”.…

2 hari ago

Toleransi Bukan Sekedar Menghormati, Tetapi Menjamin Hak yang Berbeda

Egoisme beragama adalah salah satu penghambat dalam membangun harmoni sosial antar umat beragama. Fenomena ini…

2 hari ago