Narasi

Jemput Kemajuan, Jadikan Kearifan Lokal sebagai Modal!

Infiltrasi ideologi transnasional terus saja menusuk urat nadi kebangsaan kita. Kehadirannya sedikit banyak mampu membuat keraguan sebagian anak bangsa akan kekuatan filososi bangsanya sendiri. Apalagi bersamaan dengan situasi kehidupan kebangsaan yang terus bergejolak dengan berbagai problem, ideologi transnasional seolah menjadi “pelipur lara” dan jalan keluar.

Lihat saja slogan-slogan yang sering bermunculan di sekitar kita. Seperti contoh : Indonesia negara korup, maka solusinya khilafah. Belum lagi slogan-slogan lain seperti Indonesia bersyariah, Indonesia menganut sistem thoghut sehingga harus diislamkan, Indonesia masih negara kafir maka harus hijrah menuju islam kaffah, dan slogan-slogan lain.

Semboyan-semboyan ini memang menarik secara retorika, apalagi Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar. Sudah tentu semboyan-semboyan yang membawa nama Islam cukup memikat hati. Namun, kalau kita cermati sesungguhnya ada ideologi tersembunyi di dalam slogan tersebut. Ada kekuatan transnasional yang mencoba diimpor untuk menggantikan ideologi bangsa. Jika ini diterapkan, maka tentu akan merubah seluruh bangunan kebangsaan. Bukan semata soal-soal teknis kenegaraan, tapi seluruh sistem dan cara pandang kebangsaan akan berubah.

Inilah yang menjadi kekhawatiran terbesar jika ideologi transnasional merasuk dan menggantikan ideologi kebangsaan yang selama ini telah dibangun bertahun-tahun lamanya. Negara sebesar dan seluas Indonesia ini, harus ditata lagi dan dibangun pondasinya. Bisa dibayangkan betapa beratnya dan membuang banyak energi. Ratusan tahun kita dijajah dan kini terus berbenah demi meraih kemakmuran, tiba-tiba harus membangun lagi dari awal. Bukankah ini pekerjaan yang melelahkan atau bahkan sia-sia semata?

Sementara bangsa-bangsa lain di sekitar kita terus saja membangun kemajuan dan percepatan. Mereka sudah mampu menciptakan bermacam-macam inovasi dalam berbagai bidang. Daya jelajah kemajuannya bukan lagi antar suku, tetapi antar bangsa dan antar peradaban. Teknologi informasi contohnya, betapa canggihnya sehingga mampu menembus sekat antar bangsa. Teknologi luar angkasa bahkan sudah mampu membawa manusia keluar dari luar bumi. Dan ragam teknologi super canggih lainnya yang terus dikembangkan.

Meneguhkan Kearifan Lokal

Maka dari itu, sudah sepantasnya Indonesia bisa turut berlari bersama bangsa-bangsa lainnya. Bukan lagi meribukan soal ideologi bangsa, sebab sudah selesai dengan adanya Pancasila. Dalam wadah Pancasila inilah, aneka keragaman bangsa terwadahi. Pancasila betul-betul hadir sebagai kearifan lokal yang sesuai dengan garis-garis dan identitas kebangsaan.

Dari sisi keagamaan, Pancasila tidak bertentangan dengan syariah Islam, juga tidak bertentangan dengan berbagai agama di Indonesia. Dari sisi kebudayaan, kesukuan, dan sisi-sisi yang lain, Pancasila menjadi penopang. Bahkan dalam hal tatanan sosial politik modern, Pancasila cukup relevan jika diperlakukan dan dipahami sebagai ideologi terbuka, sebagaimana pandangan Nurcholish Majdid.

Ini artinya, Pancasila sudah memenuhi syarat sebagai pondasi bangunan kebangsaan. Selanjutnya tugas kita bersama untuk merawat kearifan lokal bernama Pancasila ini, dan menjadikannya sebagai modal lepas landas menggapai kemajuan. Tirulah negara-negara lain yang semakin maju justru setelah mereka memegang prinsip kebangsaannya demikian kuat. Kemajuan Jepang yang sering disinggung dalam berbagai obrolan, adalah karena percaya dengan kekuatan sendiri. Meski pernah dibom dengan bom atom yang dahsyat, namun bisa bangkit dan menjadi negara maju.

Sebaliknya, negara yang tidak percaya diri dengan kekuatan yang ada di dalamnya, akan mudah hancur. Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan sering menyinggung soal Afghanistan. Disana hanya ada tujuh suku, tapi telah terjadi perang suku selama empat puluh tahun. Mereka kehilangan kepercayaan diri, yakni tali persatuan. Maka sampai saat ini Aghanistan masih kerepotan dengan masalah internal sehingga sulit lepas landas.

Indonesia tentu tidak menginginkan situasi yang serupa. Karenanya, modal kearifan lokal berupa Pancasila harus benar-benar dipegang kuat-kuat dan dijadikan kekuatan bersama untuk terus melaju. Saatnya seluruh elemen bangsa dari pejabat hingga rakyat jelata, bahu-membahu dalam wadah Pancasila ini untuk bersama-sama membangun kemajuan.

Era tinggal landas sebagaimana yang dulu sering digaungkan, harus benar-benar kita jemput. Jangan sampai karena tergiur slogan-slogan yang datangnya dari luar, seperti yang digaungkan oleh ideologi transnasional, Indonesia malah menjauh dari era tinggal landas dan mendekati era tinggal kandas.

Fatkhul Anas

View Comments

Recent Posts

Alarm Kearifan Nusantara: Pulang, Sebelum Terasing di Rumah Sendiri

Di tengah riuh rendahnya panggung digital, sebuah paradoks ganjil tengah melanda bangsa ini. Secara fisik,…

7 jam ago

15 Tahun BNPT: Siap Jaga Indonesia

Tahun 2025 menandai usia ke-15 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai sebuah lembaga strategis penanggulangan terorisme…

8 jam ago

Reorientasi Dakwah; Dari Konversi Iman ke Harmoni Keagamaan

Bagi sebagian kalangan muslim, keberhasilan dakwah itu dinilai jika mampu menarik umat agama lain untuk…

8 jam ago

Menakar Kekuatan Dakwah Transnasional dan Dakwah Nusantara

Seiring terbukanya akses informasi global, arus dakwah transnasional masuk tanpa filter melalui media sosial, platform…

1 hari ago

Menghadapi Infiltrasi Dakwah Trans-nasional dengan Kebijaksanaan Lokal

Di era keterbukaan informasi saat ini, media digital telah mengubah cara umat beragama, khususnya umat…

1 hari ago

Bagaimana Seorang Da’i Berkompromi dengan Keberagaman?

Seorang pendakwah sesungguhnya memikul dua amanah besar di tengah masyarakat. Di satu sisi, pendakwah adalah…

1 hari ago