Categories: Keagamaan

Pesantren Potret Keberagaman dan Legitimasi Masyarakat

Sebagai sebuah lembaga pendidikan yang menganut sistim pemondokan bukan saja menjadi daya tarik setiap masyarakat untuk menitipkan anak-anaknya di Pesantren tetapi juga sebagai potret pembinaan karakter yang majemuk.

Seorang santri yang umumnya masih sangat muda belia telah mulai berinteraksi dengan berbagai suku di pemondokannya khususnya jika pesantren tersebut memiliki nama yang cukup popular di kalangan masyarakat, misalnya Pondok Pesantren Moderen Gontor dan sejumlah pesantren lainnya yang berada pada posisi papan atas dalam dunia pesantren dimana santri-santri mereka bukan saja dari daerah di sekitar pesantren tetapi juga dari luar daerah bahkan dari luar negeri. Lebih dari itu, telah mampu memproduksi alumni-alumni yang memiliki kemampuan ilmiah dan skill yang memadai.

Pesantren yang demikian, umumnya diminati oleh masyarakat di tanah air, bukan saja di sekitar pesantren tetapi juga dari berbagai daerah di Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Mereka yakin bahwa dengan memasukkan anak-anaknya atau keluarganya ke Pesantren, maka mereka akan mampu bersaing dengan orang lain baik secara karakter dan kepribadian maupun di bidang keilmuan dan skill lainnya.

Kegiatan-kegiatan di luar sekolah juga menjadi salah satu unsur penting dalam pembentukan karakter setiap santri karena biasanya pesantren sengaja menyelenggarakan berbagai macam kegiatan yang merangsang santrinya untuk berinteraksi dengan orang lain sehingga dengan sendirinya setiap santri menyadari pentingnya pergaulan dan saling menghormati antara satu dengan yang lain seperti lomba budaya daerah, lomba pidato menggunakan bahasa daerah, bahasa Indonesia dan bahasa asing.  Kegiatan-kegiatan tersebut selain bertujuan agar setiap santri semakin akrab dan merasa saling bersaudara sehingga hubungan mereka semakin akrab juga bertujuan untuk membangun karakter santri yang serba bisa sehingga nantinya akan mampu beradaptasi dengan siapapun baik ketika masih dalam pemondokan maupun setelah mereka meninggalkan pesantren.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika alumni-alumni pesantren umumnya mampu bermasyarakat dibanding mereka yang tidak pernah belajar di pesantren sehingga jika ada alumni pesantren yang menganggur maka perlu dipertanyakan sejauh mana integritas mereka terhadap pesantren ketika mereka masih berada dalam pemondokan.  Jika mereka tidak mampu mendapatkan pekerjaan di sektor formal seperti, pegawai negeri maka mereka akan mampu menciptakan pekerjaan sendiri, paling tidak aktif di masyarakat sebagai tokoh agama.

Fenomena inilah yang membuat pesantren mampu menunjukkan eksistensinya hingga saat ini walaupun berbagai tantangan yang dihadapi khususnya di era globalisasi. Bahkan beberapa dekade terakhir muncul istilah pesantren modern dan berbagai jenis penamaan lainnya yang memadukan sistim pengajian pesantren dengan sistim pendidikan modern sehingga terus menarik masyarakat dan calon santri untuk menjadikan lembaga tersebut sebagai tujuan belajar.

Pemerintahpun turut memberikan dukungan terhadap keberadaan pesantren bahkan sejumlah tokoh politik yang pensiun ikut mendirikan pesantren karena menilai sebagai sebuah lembaga pendidikan yang sangat strategis dalam membangun kader-kader bangsa yang kapable dan mandiri. Bahkan Pesantren menjadi sasaran utama para politisi setiap kali menjelang pemilu karena menganggap legitimasi pesantren di masyarakat sangat kuat sehingga siapapun yang mendapat dukungan dari pesantren maka dipastikan akan meraup suara terbanyak paling tidak di lingkungan pesantren yang dikunjungi.

Wallahu a’lam

Suaib Tahir

Suaib tahir adalah salah satu tim penulis pusat media damai (pmd). Sebelumnya adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi timur tengah. Selain aktif menulis di PMD juga aktif mengajar di kampus dan organisasi

Recent Posts

Rebranding Pancasila 5.0: Memviralkan Kebangsaan Gen Z di Era Digital

Mari kita bayangkan Indonesia bukan dilihat dari 10 atau 20 tahun yang lalu. Tetapi, bayangkan…

7 jam ago

Dakwah Nge-Pop ala Influencer HTI; Ancaman Soft-Radicalism yang Menyasar Gen Z

Strategi rebranding Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI tampaknya cukup berhasil. Meski entitas HTI secara fisik…

10 jam ago

Performative Male: Ruang Gelap Radikalisasi yang Menggurita di Era Gen Z

Validasi adalah sebuah elemen yang melekat pada Generasi Z. Keduanya berkelindan. Tak terpisahkan. Beberapa tahun…

10 jam ago

Membedah Anatomi Gerakan Gen Z; Membangun Imajinasi Keindonesiaan yang Otentik

Geliat gerakan yang dimotori gen Z di sejumlah negara ternyata tidak dapat dipandang sebelah mata.…

1 hari ago

Wajah Baru Radikalisasi di Dunia Game

Gen Z lahir dengan dua kewarganegaraan. Indonesian citizenship dan internet citizenship (netizen). Bagi mereka, tidak…

1 hari ago

Gen-Z dan Islam Moderat; Bagaimana Ekologi Media Membentuk Identitas Beragama yang Inklusif?

Hasil survei dari Alvara Institute pada tahun 2022 lalu menyebutkan bahwa agama menjadi salah satu…

1 hari ago