Editorial

Ramadhan, Jihad dan Spirit Perdamaian untuk Bangsa

Bulan Ramadhan merupakan bulan istimewa bagi umat Islam. Selama bulan Ramadhan grafik ibadah umat Islam semakin meningkat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Panorama pemandangan relijius terpancar di berbagai sudut kehidupan dari pagi hingga malam. Namun, pertanyaannya apakah peningkatan kuantitas ibadah di bulan ini diikuti dengan peningkatan kualitas ibadah?

Pertanyaan ini hanya mampu dijawab apabila umat Islam tidak hanya memaknai Ramadhan hanya batas harfiyah menahan lapar dan haus semata. Hadis yang sangat populer telah memberikan peringatan bahwa “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga”. Tentu saja ibadah di bulan yang istimewa dan setahun sekali ini tidak boleh menjadi sia-sia dengan hanya memaknai sebatas ibadah artifisial belaka, tetapi tidak bisa memetik makna subtansial puasa.

Ramadhan secara subtansial merupakan pusat latihan untuk peningkatan ibadah, keimanan, perbaikan akhlak dan kepekaan sosial. Dalam konteks pengertian ini kata kunci utama dari pemaknaan Ramadhan adalah menahan diri. Pengertian ini didapat dari pengertian harfiyah puasa (shiyam) yang berarti pengendalian diri atau menahan diri. Menahan diri tidak hanya pada sebatas aspek fisik makan dan minum, tetapi memiliki aspek spiritual dan moral menahan hal yang tidak baik dan berdampak negatif pada kehidupan sosial.

Dalam pengertian inilah puasa merupakan arena jihad umat Islam untuk menaklukkan hawa nafsu. Memahami jihad dalam bulan Ramadhan harus diletakkan dalam konteks yang relevan bagaimana umat Islam bersungguh (mujahadah) dalam mengontrol perbuatan dan pikiran yang negatif yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Ramadhan merupakan bulan jihad besar di mana umat Islam ditempa untuk menahan dari berbagai hal negatif yang didorong oleh hawa nafsu yang jelek.

Spirit Ramadhan dalam pengertian menahan diri merupakan pesan berharga bagi Indonesia saat ini. Belakangan ini muncul berbagai aksi kekerasan baik fisik maupun verbal yang diakibatkan oleh perilaku yang kurang pandai dalam menahan diri. Kekerasan atas nama agama seringkali bergema di tengah umat yang memaknai sempit agama dan lepas kontrol untuk menahan diri. Kekerasan verbal banyak menjelma dalam ucapan kebencian, fitnah, hasutan dan provokasi yang pada gilirannya akan mereproduksi kekerasan fisik.

Berbagai problem kekerasan ini muncul karena acapkali masyarakat tidak bisa menahan diri untuk memprovokasi, menanamkan kebencian, mengintimidasi dan mengajak kekerasan melalui ujaran kebencian. Di bulan suci ini umat Islam dan masyarakat Indonesia pada umumnya diajak untuk meninggalkan berbagai bentuk kekerasan, kebencian dan hasutan dengan cara menahan diri. Hal ini selaras dengan penegasan Rasulullah SAW. dalam sebuah hadis: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh darinya untuk meninggalkan makanan dan minumannya.” (H.R. Bukhari).

Makna hadis itu menyiratkan suatu pesan penting bahwa Ramadhan merupakan bulan di mana umat Islam berlatih dalam aspek fisik, mental, dan spiritual melalui upaya mengontrol diri. Ramadhan memberikan perspektif perdamaian dengan cara menahan pikiran, ucapan dan tindakan yang dapat merusak tatanan kehidupan sosial.  Bulan Ramadhan mengajarkan bahwa mengidamkan perdamaian sejati harus dimulai dari diri sendiri untuk mengontrol dan mengendalikan pikiran, perasaan dan tindakan. Ramadhan tidak hanya mengajarkan untuk menahan lapar dan haus, tetapi mengajarkan umat untuk tidak berdusta, tidak membenci, tidak menghasut, dan tindak berperilaku keras dan kasar terhadap orang lain. Inilah makna Ramadhan yang selaras dengan spirit bangsa ini untuk membangun perdamaian.

Ramahadan hanya pintu gerbang untuk menuju perjuangan yang sesungguhya dalam mengarungi sebelas bulan berikutnya. Semoga nilai-nilai spiritual dan sosial yang ditempa selama bulan ini dapat terus terpancar sebagai bagian yang inheren dalam perilaku umat Islam di negeri ini. Kita berharap bahwa puasa yang telah kita lalui akan membuahkan hasil seperti yang dijanjikan oleh Nabi : Barang siapa berpuasa Ramadhan dengan iman dan menghisab diri, maka diampuni dosanya yang telah lewat. Amin.

Redaksi

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

1 hari ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

1 hari ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

1 hari ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

2 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

2 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

2 hari ago