Belakangan ini, wajah Islam seolah menjadi seram, ngamukan, identik dengan kekerasan dan kebencian. Tindakan segelintir kelompok yang membawa nama agama untuk melegalkan tindak kekerasan menjadi sebab utamanya. Terbaru, peristiwa bom panci di Bandung menambah deretan peristiwa kekerasan yang dibungkus apik dengan baju agama. Ironisnya, berbagai peristiwa teror tersebut dilakukan oleh golongan yang mengaku paling Islami dan merasa paling benar sendiri.
Harusnya, jika memang paling Islami, mereka tidak akan melakukan tindakan teror dan kekerasan yang bisa menimbulkan kerugian orang lain. Harusnya, jika memang ingin mendakwahkan Islam, mereka tidak akan tega menghilangkan nyawa sesama manusia. Mengapa? karena Rasulullah Saw., sebagai pembawa ajaran Islam sekaligus Rasul terakhir tidak pernah mengajarkan kekerasan kepada umatnya apalagi membunuh sesama. Sebaliknya, Rasulullah Saw., selalu mengajarkan cinta dan kasih kepada sesama, bahkan kepada orang non-Muslim sekalipun.
Berkaca Pada Sejarah
Jika kita membaca sejarah, terdapat banyak sekali peristiwa yang menunjukkan bahwa Rasulullah Saw., ketika menyebarkan dan membangun peradaban Islam menggunakan pendekatan cinta bukan pendekatan kekerasan. Apalagi menggunakan tindakan-tindakan teror ketika berdakwah menyebarkan Islam.
Pada bulan Syawal, tahun sepuluh kenabian atau tahun 619 M, Rasulullah Saw., berhijrah ke Thaif ditemani Zaid bin Haritsah. Rasul ingin mencari suaka politik karena situasi dan kondisi di Makkah sudah tidak aman lagi. Kaum kafir Quraisy semakin berani menghalangi dakwah Islam dengan menggunakan kekerasan. Penyiksaan demi penyiksaan diterima oleh para pengikutnya. Rasul pergi ke Thaif karena berharap masyarakat Thaif mau menerimanya. Sayang seribu kali sayang, masyarakat Thaif menolaknya dengan kasar. Mereka melempari Rasulullah Saw., dan Zaid dengan batu. Rasulullah Saw., akhirnya pulang dengan penuh luka. Di tengah perjalanan, malaikat Jibril datang menghadap. Jibril menawarkan bantuan untuk membinasakan masyarakat Thaif dengan menimpa mereka dengan gunung. Tapi Rasulullah Saw., menolak keras. Rasul masih berharap dari Thaif akan lahir pejuang-pejuang Islam yang tangguh di masa depan. Dengan lapang dada, Rasulullah memberi maaf, selesai perkara.
Ketika hijrah ke Yatsrib, pada tahun ke-13 kenabian, Rasulullah Saw., tidak langsung serta merta memaksa seluruh penduduk kota Yatsrib–yang kemudian diubah namanya menjadi Madinah–untuk memeluk Islam. Rasulullah Saw., tidak menggunakan cara-cara radikal dan kekerasan agar masyarakat Madinah bersyahadat. Rasulullah Saw., malah membuat perjanjian damai dengan penduduk Madinah. Perjanjian damai tersebut di kemudian hari dikenal dengan nama Piagam Madinah. Salah satu isi piagam Madinah adalah membebaskan masyarakat Kota Madinah untuk memeluk agama apa pun dengan syarat tidak mengganggu sesamanya. Justru dengan begitu, karena tanpa paksaan, masyarakat Madinah berbondong-bondong memeluk Islam.
Peristiwa fenomenal dalam sejarah umat Islam lainnya yang menunjukkan Rasulullah mendahulukan cinta dan kasih sayang dalam membangun peradaban Islam adalah peristiwa penaklukan Kota Makkah. Syahdan, pada tahun ke-8 H, Rasulullah Saw., berangkat dari Madinah menuju Kota Makkah dengan 10.000 pasukan. Rasulullah Saw., ingin menuntut keadilan kepada kaum kafir Quraisy yang telah melanggar perjanjian Hudaibiyah. Melihat banyaknya pasukan yang dibawa oleh Rasulullah Saw., kaum kafir Quraisy Makkah menjadi gentar. Timbul kekhawatiran Rasulullah akan membalas dendam atas perlakuan kaum kafir Quraisy. Dedengkot kaum Quraisy, Abu Sofyan lalu menghadap Rasulullah Saw. Ia mengucapkan syahadat karena merasa sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dalam peristiwa penaklukan tersebut, tidak ada setetes darah pun yang jatuh ke bumi Makkah melainkan tetets air mata haru menyaksikan keindahan cinta Rasul. Perintah Rasulullah jelas, siapa saja yang berlindung di masjid dan di rumah Abu Sofyan, maka jiwanya terselamatkan.
Dahsyatnya Energi Cinta
Kunci sukses Rasulullah dalam berdakwah dan membangun peradaban adalah dengan cinta. Bukan dengan kekerasan apalagi tindakan teror lainnya. Oleh karenanya, tidak mengherankan jika Rasulullah mendapatkan posisi teratas dalam daftar seratus tokoh berpengaruh di dunia oleh Michael Hart. Rasulullah adalah satu-satunya orang di dunia yang mampu membangun peradaban agung dalam waktu yang singkat yakni 10 tahun di Madinah. Itu semua berkat dahsyatnya energi cinta yang dipancarkan Rasulullah. Banyak sekali suku-suku maupun orang perorangan dengan rela memeluk Islam karena simpati terhadap tingginya akhlak Rasulullah. Tentu, akan beda ceritanya jika Rasulullah menggunakan pendekatan kekerasan dalam penyebaran agama Islam.
Sampai di sini, jelas kiranya bahwa sejak awalnya Islam lahir dan berkembang dengan cinta. Islam yang lahir dari cinta inilah yang bisa berkembang bersama budaya dan saling mengisi. Strategi cinta inilah yang kemudian ditiru dan dikembangkan oleh para penyebar agama Islam di tanah Nusantara, utamanya Wali Songo. Dengan menggunakan pendekatan cinta, bukan kekerasan, Islam menjadi agama yang dipeluk oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Jika saat ini, ada sekelompok golongan yang ingin menegakkan kekhilafahan Islamiyah tapi di saat yang sama melakukan tindakan teror dan kekerasan, jelas mereka bukan pengikut Rasulullah. Sebab, Rasulullah tidak pernah mengajarkan kekerasan dalam berdakwah. Lalu, pertanyaannya mereka pengikut siapa?
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…