Narasi

Rumah Ibadah adalah Rumah Semua Golongan

Berdasarkan data (dari kepala Pusat Kerukuanan Beragama Kemenag RI) tahun 2010, Tahun 1997 – 2004 ada kenaikan jumlah dan prosentasi tempat ibadah. Jumlah umat Islam 207.176.162, masjid 239.497; jumlah umat Kristen 16.528.513, gedung gereja Kristen 60.170; jum umat Katolik 6.907.873, gedung gereja Katolik 11.021; jumlah umat Budha 1.703.254, Vihara 2.354; jumlah umat Hindu 4.012.116, Pura 24.837; jumlah Umat konghucu 117.091, Kelenteng 552.

Data-data di ataslah yang sering dan terus menerus dipakai oleh banyak orang dan para petinggi negara, sebagai adanya toleransi dan (juga sebagai bukti bahwa) negara melindungi minoritas di Negeri ini. Dan lucunya para pengguna data di atas tak menyebut satuan atau jumlah, melaiankan angka prosentasi; dengan itu, sering dinyatakan bahwa tempat ibadah umat Muslim, hanya bertumbuh 64 %, sedangkan lainnya di atas 100 %. Sekali lagi, berdasarkan data-data di atas, dengan merdu serat nada dan sura yang sama, mereka (terutama para petinggi negara) menyatakan bahwa betapa toleran bangsa ini; betapa indahnya pemerintah RI melindungi minoritas.

Ironinya, dalam perkembangan keberagaman yang dieluh-eluhkan para petinggi, timbul sebuah keresahan di mana beberapa pemuka agama melakukan tindakan intoleransi dengan media tempat ibadah. Seperti yang diungkapkan oleh Wahid Institute, bahwa penelitian yang dilakukan pada 100 masjid di Jakarta, memperlihatkan bahwa 40 masjid melakukan tindakan intoleransi melalui mimbar. Bagaimana dengan tempat ibadah lainnya?

Maraknya kekerasan bernuansa agama menunjukkan negara tidak konsisten memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak atas kebebasan beribadah, beragama dan berkeyakinan bagi warganya. Hal ini juga membuktikan terjadinya disfungsi negara dalam menjalankan amanat konstitusi. Bukankah negara telah menjamin kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya di dalam UUD 1945.

Tempat ibadah, terutama masjid, dalam visi misinya, yaitu bagaimana kita memakmurkan masjid dan dimakmurkan oleh masjid. Inilah harapan besar kita kedepannya. Oleh karenanya, seluruh umat Islam, masyarakat, dan anak bangsa senantiasa menjadikan masjid sebagai tempat ukhuwah, baik ukhuwah islamiahmaupun ukhuwah insaniyah.

Seperti yang dilakukan oleh Muhammad, bahwa dalam mengembangkan peradaban suatu masyarakat, beliau tidak hanya membangun masjid sebagai tempat ibadah. Melainkan membangun masjid sebagai tempat memakmurkan semua masyarakat yang ada di sekitarnya. Perlunya membangun perekonomian serta membangun etika dalam kehidupan masyarakat, Rasulullah Saw. di samping membangun masjid untuk tempat beribadah, beliau juga membangun pasar yang baru, bukan saja pada lokasinya, tetapi juga dalam bentuk interaksi dan peraturan-peraturannya.

Masyarakat Indonesia terkenal religius. Salah satu indikatornya adalah banyaknya rumah ibadah yang tersedia di lingkungan masyarakat seperti masjid/mushola, gereja, pura, klenteng dan sebagainya. Pada umumnya rumah ibadah tersebut memiliki halaman yang luasnya bervariasi, ada yang kecil, sedang dan besar.

Pada hari-hari keagamaan masing-masing agama, rumah ibadah menjadi lebih ramai dari biasanya merayakan ritual keagamaannya. Masyarakat berkumpul dan berinteraksi di rumah ibadahnya masing-masing. Selesai perayaan agama, rumah ibadah kebanyakan menjadi relatif sepi dari aktivitas umat dan warga sekitarnya.

Sangat disayangkan bila halaman rumah ibadah yang cukup luas tidak dimanfaatkan untuk kepentingan warga sekitarnya. Alangkah baiknya jika halaman rumah ibadah dimanfaatkan sebagai sarana berekreasi dan bersantai misalnya sebagai tempat bermain anak-anak dan tempat berolahraga bersama. Hal ini akan membuat masyarakat sekitar saling mengenal dan berinteraksi satu sama lainnya.

Dengan memanfaatkan rumah ibadah sebagai ruang publik bagi semua masyarakat walaupun berbeda agama, maka akan menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya kedamaian dan suasana kondusif di lingkungan sekitar. Masyarakat akan memandang rumah ibadah sebagai aset berharga milik bersama warga dan lingkungannya yang memberikan banyak manfaat sehingga akan selalu menjaganya jangan sampai rusak apalagi sengaja dirusak.

This post was last modified on 17 Juli 2018 12:31 PM

Ngarjito Ardi

Ngarjito Ardi Setyanto adalah Peneliti di LABeL Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago