Media memiliki posisi sentral dan strategis untuk mempengaruhi opini masyarakat. Melalui pembentuka fakta maupun opini yang dibangun disuatu media maka akan berdampak pula terhadap opini publik. Tergantung media tersebut ingin membangun masyarakat atau sebaliknya. Disinilah peran media di pertaruhkan apakah media tersebut menjadi pemicu konflik ataukah sebagai penyelesai konflik dan penebar perdamaian. Media sangat rawan dijadikan sebagai alat propaganda namun juga sangat mudah untuk dijadikan sebagai penebar perdamaian.
Masih ingatkan kita dengan lirik lagu ini :
Ratu dunia ratu dunia, oh wartawan ratu dunia
Apa saja kata wartawan mempengaruhi pembaca koran
Bila wartawan memuji, dunia ikut memuji
Bila wartawan mencaci, dunia ikut membenci
Wartawan dapat membina, pendapat umum di dunia
Ratu dunia ratu dunia, oh wartawan ratu dunia
Apa saja kata wartawan mempengaruhi pembaca koran
Bila wartawan terpuji, bertanggung jawab berbudi
Jujur tak suka berdusta, beriman serta bertaqwa.
Niscaya besar jasanya dalam membangun dunia.
Ratu dunia ratu dunia, oh wartawan ratu dunia
Potongan lirik lagu di atas merupakan lagu ciptaan KH. Bukhori Masruri, Seorang Kyai dan sekaligus pencipta lagu dari Semarag Jawa Tengah. Lagu tersebut berjudul “Wartawan Ratu Dunia” yang di populerkan oleh grup qasidah modern NASIDA RIA pada tahun 1990an. Dari lirik lagu tersebut kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa dalam dunia jurnalistik dan dilakukan langsung oleh wartawan dapat mempengaruhi pembacanya. Maka bukan suatu yang berlebihan jika dikatakan dalam lagu tersebut bahwa wartawan adalah ratu dunia. Jika wartawan dalam medianya membangun perdamaian ataupun pujian maka dunia atau publik akan pula memuji, namun sebaliknya jika wartawan mencaci maka duniapun ikut mencaci.
Dewasa ini lagu tersebut dapat kita rasakan kebenarannya. Banyaknya berita hoax dan berita yang mengarah pada ujaran kebencian dan adu domba seolah menggiring opini publik untuk saling membenci, curiga dan mudah berprasangka buruk satu dengan lainnya. Adapun yang tidak sesuai dengan pendapatnya adalah salah. Fenomena yang memilukan ini sangat kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat tanpa lagi memfilter informasi yang didapatnya. Masyarakat lebih suka berprasangka buruk daripada bertabayyun terlebih dahulu dengan suatu informasi.
Netralisasi Media
Disinilah peran dari jurnalisme damai untuk mengimbangi dan bahkan melawan jurnalisme perang yang semakin gencar membangun opini buruk diruang publik. Jurnalisme damai pertama kali muncul dalam Kursus Jurnalisme Damai di Taplo Court, Buckinghamshire, Inggris pada 25-29 Agustus 1997. Jurnalisme damai merupakan kritik terhadap genre jurnalisme perang yang dikembangkan media-media barat. Dalam meliput perang diberbagai negara, media-media barat berpola untuk menempatkan konflik yang terjadi sebagai persoalan “menang-kalah”, “menundukkan-ditundukkan”. (Sudibyo, 2006)
Derasnya arus informasi di zaman global ini menuntut masyarakat untuk cerdas dan bijak dalam menerima dan mengolah informasi. Kita harus membangun diri kita untuk menjadi produsen infomasi tidak semata-mata hanya menjadi konsumen informasi yang rawan untuk dipengaruhi. Kita harus mampu untuk mengambil peran dalam jalannya media dengan mengumpulkan mengolah informasi yang akan di publikasikan kepada masyarakat.
Kita harus menjadi insan jurnalis yang cerdas dan bertanggung jawab dalam menyampaikan suatu berita dengan prinsip jurnalisme damai. Prinsip persaudaraan, kemanusiaan dan perdamaian harus kita pegang teguh dalam menyampaikan suatu informasi. Jurnalisme bukan lagi untuk sebagai alat untuk meruncingkan dan memicu konflik baru namun sebaliknya, jurnalisme harus bisa menjadi solusi untuk menyelesaikan konflik dan menebarkan perdamaian. Jangan sampai kita mudah untuk diadu domba dengan berita yang tidak benar dan cenderung membangun permusuhan. Netralisasi media dan independensi media perlu untuk dilakukan agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat bukan lagi perusak persatuan namaun pemupuk perdamaian dan persatuan.
This post was last modified on 9 Februari 2018 10:54 AM
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…