Narasi

Sifat Nasionalis dalam Diri Rasulullah Saw

Cinta tanah air merupakan salah-satu sifat yang penting dalam kehidupan seorang sufi. Cinta tanah air sebagai salah-satu dari hal yang alami bagi manusia. Pembawaan manusia adalah mencintai tempat di mana mereka tumbuh di dalamnya. Biasanya, manusia menginginkan tempatnya lahir dan tumbuh itu menjadi tempatnya menua dan menghabiskan hidupnya. Makanya, tidak aneh jika manusia mencintai negaranya setengah mati.

Cinta tanah air itu memiliki hubungan langsung dengan agama dan iman. Agama telah menganjurkan manusia mencintai negara tempatnya tumbuh dan dididik. Hubungan manusia dan agama dalam nasionalis yang beriringan kemudian diterapkan dalam ajaran Islam oleh Rasulullah. Rasa nasionalis dalam diri Rasulullah Saw. sangat ketara saat beliau hendak berhijrah ke Madinah karena tindakan repressive kaum musyrikin dan “kafir Quraisy”. Tepat pada Jum’at pagi, 17 Ramadan, pasukan Rasulullah serta kafir Quraisy berhadapan secara langsung.

Tidak hanya itu, Rasulullah sendiri yang tampil memimpin Muslimin, mengatur barisan. Dalam benak beliau, tidak menginginkan suatu pertumpahan darah, sehingga diaturlah sebuah negosiasi agar tidak terjadi pertempuran yang mengakibatkan hilangnya nyawa baik dari kubu Muslimin maupun kafir Quraisy.

Rasulullah Saw. kemudian menghadap wajahnya ke kiblat, dengan seluruh jiwanya beliau menyerahkan diri kepada Allah Swt. Beliau membisikkan permohonan dalam hatinya agar Allah Swt. memberikan pertolongan tidak terjadi perang darah ini. Di tengah-tengah hanyut doanya, dalam permohonannya, beliau berkata:

“Allahumma ya Allah. Ini Quraisy sekarang datang dengan segala kecongkakannya, berusah hendak mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, pertolongan-Mu juga Kau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika pasukan ini sekarang binasa tidak lagi ada ibadat kepada-Mu”

Sementara beliau masih hanyut dalam doa kepada Tuhan sambil merentangkan tangan menghadap kiblat, mantelnya jatuh. Ketika itu Abu Bakr lalu meletakkan mantel itu kembali ke bahu, sambil ia memohon; “Rasulullah, dengan doamu itu Tuhan akan mengabulkan apa telah dijanjikan kepadamu.”

Jiwanya Rasulullah Saw. semakin tenggelam dalam doa, jatuh dalam tawajuh kepada Allah Swt. Dengan penuh khusyuk dan kesungguhan hati, beliau memanjatkan doa memohon inayat dan pertolongan kepada Allah dalam menghadapi peristiwa tersebut. Tidak lama, beliau mendapatkan jawaban atas doa yang dipanjatkan, kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Betapa indahnya engkau wahai Makkah, betapa cintanya aku kepadamu. Jika bukan karena aku dikeluarkan oleh kaumku darimu, aku tidak akan meninggalkanmu selamanya, dan aku tidak akan meninggali negara selainmu.”

Ini menunjukkan betapa cintanya Rasulullah Saw. kepada negaranya. Mencintai tanah air itu adalah hal yang penting. Dr. Ahmad Abdul Ghani Muhammad al-Najuli dalam al-Muwathanah fi al-Islam Wajabatun Wa Huquq menerjemahkan tanah air secara lebih luas, bahwa di era globalisasi ini sesungguhnya tanah air itu adalah alam semesta secara keseluruhan.

Al-muwathanah al-alamiyyah (tanah air alam semesta) memiliki maksud kewajiban menjaga dan mencintai alam semesta yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Oleh karena itu, setiap muslim dilarang merusak alam semesta (wala tufsidu fil ardhi ba’da ishlahiha: jangan merusak bumi setelah perbaikannya). Mafhum mukhalafah-nya (pemahaman terbaliknya) adalah bahwa setiap muslim harus mencintai dan melestarikan alam semesta.

Inilah dalil yang menunjukkan betapa cintanya Rasulullah SAW kepada negaranya. Ini juga dalil bahwa mencintai tanah air itu adalah hal yang penting. Dr. Ahmad Abdul Ghani Muhammad al-Najuli dalam al-Muwathanah fi al-Islam Wajabatun Wa Huquq menerjemahkan tanah air secara lebih luas, bahwa di era globalisasi ini sesungguhnya tanah air itu adalah alam semesta secara keseluruhan. Ini diistilahkannya sebagai al-muwathanah al-alamiyyah (tanah air alam semesta).

Terlepas dari itu semua, semangat nasionalis dapat menambah semangat seseorang mempertahankan dan menjaga kedaulatan untuk merdeka. Menjaga tanah air memerlukan sikap sepenuh jiwa yang dilandaskan kepada Ketuhanan yang Maha Esa serta kemauan yang kuat. Bertambah kekuatan morilnya sesuai dengan besar cinta kepada Allah Saw. serta tanah airnya merupakan sikap yang ditanamkan Rasulullah Saw. pada sahabat.

Oleh karena itu, semangat patriotism serta pengorbanan untuk tanah air oleh bangsa-bangsa di dunia telah ditanamkan serta diajarkan dalam ajaran Islam. Serta titik tekan rasa nasionalis harus mengandung unsur kebenaran, keadilan, kebebasan serta arti kemanusiaan yang tinggi menambahkan kekuatan materi.

This post was last modified on 23 November 2017 3:34 PM

Ngarjito Ardi

Ngarjito Ardi Setyanto adalah Peneliti di LABeL Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

Recent Posts

Dalil Larangan Ghuluw; Egoisme Beragama yang Dikecam Islam

Islam adalah agama moderat yang menempatkan sikap tengah-tengah (tidak ekstrem) sebagai pilihan terbaik. Maka, Islam…

12 jam ago

Islam dan Tantangan Birahi Egoisme Beragama

Realita yang miris terjadi di dalam ruang keberagamaan kita akhir-akhir ini. Ruang keagamaan kian dilingkupi…

12 jam ago

Membaca Piagam Madinah dan UUD 1945: Menyoal Kebebasan Beragama di Zaman Nabi dan Era Sekarang

Piagam Madinah dan UUD 1945 adalah dua dokumen yang menandai tonggak penting dalam sejarah peradaban…

12 jam ago

Islamic State dan Kekacauan Kelompok Khilafah Menafsirkan Konsep Imamah

Konsep imamah adalah salah satu aspek sentral dalam pemikiran politik Islam, yang mengacu pada kepemimpinan…

3 hari ago

Menelaah Ayat-Ayat “Nation State” dalam Al Qur’an

Mencermati dinamika politik dunia Islam adalah hal yang menarik. Bagaimana tidak? Awalnya, dunia Islam menganut…

3 hari ago

Menghindari Hasutan Kebencian dalam Praktik Demokrasi Beragama Kita

Masyarakat Indonesia sudah selesai melaksanakan pemilihan presiden bulan lalu, akan tetapi perdebatan tentang hasilnya seakan…

3 hari ago