Minggu ini publik Indonesia dikejutkan oleh dua aksi kekerasan. Aksi pertama adalah penembakan dan peledakan di beberapa tempat penting di Paris Perancis pada Jumat 13 November lalu, sementara aksi kedua terjadi pagi ini 16 Nopember 2015 sekitar pukul 4.20 pagi tadi di pos gedung Multi Piranti Graha yang berlokasi di Jalan Radin Inten II Kav 8 No.2, Duren Sawit, Jakarta timur. Keduanya sangat mengagetkan, mengerikan dan menebar ketakutan. Sampai saat ini kedua kasus tersebut masih dalam penyelidikan dan belum ada satupun otoritas yang memberikan penjelasan secara lengkap.
Kenyataan ini sangat berbeda dengan beberapa berita yang ditautkan oleh sebagian pemilik akun media sosial. Berbagai “kesimpulan” telah dibuat dan disebarkan oleh netizen. Salah satu “kesimpulan” tidak valid tersebut tanpa alasan yang kuat menyebutkan bahwa tiga negara adi kuasa di dunia ini telah menjadi aktor utama terror di Paris. Sementara berita tidak valid yang lain menyebutkan Teror Paris adalah ritual kelompok tertentu yang berduka dan memendam dendam atas kekalahan saat perang Salib yang terjadi berabad silam. Menurut berita itu salah seorang Jenderal perang salib tewas pada hari jumat dan kelompok pendendam membalasnya di hari jumat pula.
Lebih jauh bahkan ada berita yang menyebutkan bahwa serangan Paris dilakukan oleh Mahluk Tuhan yang telah lama disebut dalam kitab-kitab klasik sebagai Dajjal. Kesimpulan-kesimpulan tersebuat dirangkai dengan bumbu cerita yang menurut penggemarnya menarik menarik. Siapapun yang meyakini bahwa media selalu benar akan tergoda untuk percaya dengan spekulasi-spekulasi tersebut. Spekulasi yang dikembangkan oleh mereka yang sama sekali jauh dari kompetensi pemberitaan itu telah tersebar di berbagai kanal sosial media.
Gambar, tulisan, video dan berbagai model pemberitaan telah tersaji bahkan sebelum netizen sempat bangun dari tidurnya. Berita-berita spekulasi tersebut dibaca ribuan pasang mata dan cenderung dibagikan begitu saja oleh ribuan pemilik akun media sosial. Entah apa yang mereka pikirkan sebelum menyebarkannya, mungkin saja dengan membaca informasi yang tidak akurat tersebut sebagian netizen merasa menjadi orang yang paling awal tahu persoalan, atau mungkin mereka merasa gagah dan telah menjadi orang yang informatif setelah menyebarkan berita tidak jelas tersebut. Para penyebar berita tidak valid itu tidak sadar bahwa mereka telah terlibat dalam sebuah jaringan yang membuat masalah terorisme menjadi semakin rumit.
Saya ingin mengistilahkan berita spekulasi dan rumor itu seperti permen manis yang penuh pengawet, pewarna, dan perisa buatan dengan iklan gambar bergerak yang menyenangkan. Bayangkan sebuah produk makanan yang berkarakter demikian, tentu saja akan sangat disukai anak-anak. Mereka yang belum dewasa akan menganggap makanan tersebut mewah karena sering terlihat di televisi, rasanya manis dan warnanya menggiurkan.
Satu hal yang tidak diketahui oleh anak-anak tentang makanan itu adalah adanya rekayasa di dalamnya. Rekayasa warna, rasa, dan citra tersebuat sejatinya adalah racun yang akan merusak dirinya. Demikian juga dengan rumor dan spekulasi soal terorisme ini. Sepekulan berita itu menghubungkan peristiwa satu dan lainnya, mencatut nama tertentu untuk sebuah peristiwa yang tidak terkait, lalu mengemas dengan bahasa-bahasa provokatif.
Begitulah berita rumor, enak dibaca dan diceritakan kembali karena kaya akan rekayasa. Mereka yang belum dewasa bermedia tentu akan menyukainya.“There have been a lot of speculation and a lot of rumors and I get to end the today”, Begitu kata Steve Jobs. Pria yang kaya raya karena kreatifitasnya ini tampak lelah dengan rumor dan spekulasi. Pengusaha IT keturunan Suriah dan Amerika ini memilih menjadi orang yang tidak percaya dengan spekulasi dan rumor. Kepastian akan membimbing kita kepada kepastian yang lain, demikian juga sebuah rumor, ia akan melilit siapapun yang mempercayainya dalam ikatan-ikatan rumor tanpa kepastian.
Persoalan terorisme adalah persoalan global, sudah seharusnya kita berlaku kritis terhadap siapapun, termasuk kepada mereka yang bertugas menyelesaikan persoalan terror. Namun demikian mempercayai dan menyebarkan spekulasi dan rumor adalah prilaku yang jauh dari sifat kritis, spekulasi hanya akan menjauhkan persoalan dari solusi.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…