Narasi

Spirit Pancasila, Pandemi COVID-19, dan Pejuang Khilafah

Meskipun saat ini Indonesia tengah menghadapi pandemi COVID-19 yang melumpuhkan hampir seluruh sendi negeri, namun para perongrong ideologi bangsa tidak pernah mengendurkan serangannya. Jelang hari lahir Pancasila kemarin, tanggal 31 Mei, bahkan ada dua trending topik yang menyerang kesaktian Pancasila, yaitu #BahayaDiBalikRUUHIP dan #IslamSolusiAtasiPandemi.

Tagar yang pertama menyasar Rencana Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila. Penolakan atas RUU tersebut dilakukan karena RUU tersebut dianggap rawan menjadi celah untuk bangkit kembalinya Partai Komunis Indonesia (PKI). RUU tersebut dianggap mengabaikan atau tidak memasukkan Ketetapan (TAP) MPRS No. XXV tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI Bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan atas Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.

Namun, uniknya selain adanya penjelasan tersebut, dalam twit-twit yang beredar di Twitter tagar tersebut juga diikuti oleh tagar “Islam Solusi Atasi Pandemi.” Bahkan tagar yang kedua ini jauh lebih banyak mengundang twit daripada tagar yang pertama. Pada pukul 16.00 31 Mei #BahayaDiBalikRUUHIP mendapat sekitar 28 ribuan twit, #IslamSolusiAtasiPandemi mendapat sekitar 30 ribuan twit. Ini secara gamblang menunjukkan bahwa sebenarnya masih ada agenda lain selain alasan takut PKI bangkit di balik ramainya penolakan RUUHIP.

Alih-alih menolak RUU karena ingin melindungi Pancasila dari PKI, mereka sebenarnya takut RUU tersebut nantinya akan semakin membelenggu gerak-gerik mereka. Ide penegakan syariat Islam atau khilafah akan semakin sulit bernafas lega ketika RUU ini nanti disahkan. Tak ayal, mereka pun lantang menyuarakan penolakan serta memanfaatkan situasi pandemi dan kebencian terhadap PKI.

Mahfud MD, tampaknya membaca aroma agenda terselubung ini. Beriring dengan ramainya penolakan atas RUU tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan ini menyatakan di twitternya bahwa RUUHIP itu tidak berpretensi untuk menghapus Ketetapan (TAP) MPRS No. XXV tahun 1966. Menurutnya, secara konstitusional tak ada MPR atau lembaga lain yang bisa mencabut Tap MPRS tersebut, sehingga kekhawatiran bahwa RUU tersebut dapat menjadi celah hidup kembalinya PKI adalah keresahan yang tak berdasar. Justru dengan RUUHIP ini sebenarnya ideologi Pancasila akan menjadi semakin dikuatkan.

Baca Juga : Pasca-puasa dan Tantangan Hidup New Normal

Selain, menggunakan kebencian terhadap PKI, mereka para pejuang penegakan syariat Islam dan khilafah juga memanfaatkan momentum kekurang-suksesan pemerintah dalam menanggulangi pandemi COVID-19. Mereka memanfaatkan momentum ini untuk menyatakan bahwa ideologi Pancasila itu tidak memadai untuk mengadapi Pandemi Covid-19 dan menawarkan Islam sebagai alternatifnya.

Namun, betulkan tuduhan mereka? Betulkan Pancasila tak mampu menanggulangi pandemi Covid-19?

Untuk menjawab ini, agaknya kita perlu menengok kembali pidato Soekarno tentang Pancasila yang dibacakan pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidato yang menandai lahirnya gagasan Pancasila itu, Soekarno menyebutkan bahwa negara ini membutuhkan satu Weltanschauung yang disetujui oleh semua kalangan. Untuk itu Soekarno kemudian menggali dalam-dalam kekayaan atau kebudayaan leluhur bangsa dan menemukan lima hal yang menurutnya dapat menjadi satu Weltanschauung yang dapat menyatukan berbagai kalangan. Kelima hal tersebut kemudian ia sebut dengan Pancasila yang pada prinsipnya sama seperti sila-sila Pancasila yang dikenal saat ini.

Lebih jauh, Soekarno juga menyebutkan bahwa lima sila itu masih bisa diperas lagi menjadi tiga sila yang ia sebut trisila. Ia bahkan menambahkan lagi bahwa jika masih kurang berkenan dengan trisila, maka prinsip-prinsip itu masih bisa diperas lagi menjadi satu sila atau disebut ekasila. Isi dari ekasila ini gotong royong. Jadi, menurut Soekarno lima prinsip Pancasila itu ruhnya ada pada prinsip gotong royong.

Prinsip gotong royong ini jelas merupakan sesuatu yang amat bahkan sangat dibutuhkan oleh bangsa ini untuk menghadapi pandemi COVID-19. Meski pandemi COVID-19 itu mengandaikan penjarakan sosial dan fisik, namun untuk menghadapinya kita butuh kerjasama. Tanpa kekompakan dan gotong royong semua kalangan, pandemi ini akan terus melaju dengan pesatnya. Ia akan terus melaju melumpuhkan segala sendi kehidupan manusia.

Untuk itu, agar para pejuang penegakan syariat Islam dan khilafah tidak menemukan ladang subur di masa pandemi COVID-19, bangsa Indonesia terutama pemerintah harus senantiasa mengimplementasikan praktik gotong royong ini. Semua elemen bangsa harus bergerak bersama mengaktualisasikan prinsip utama pancasila ini untuk menanggulangi pandemi COVID-19. Dengan tanpa pandang suku, ras, atau agama, semua kalangan harus saling membantu mengurai persoalan pandemi COVID-19.

Sejauh ini, meskipun harus diakui pemerintah masih belum benar-benar menunjukkan praktik gotong royong yang baik—dan ini tidak hanya dialami oleh Indonesia karena banyak negara di dunia yang juga mengalami bahkan lebih parah—gerakan masyarakat sipil di Indonesia masih mempraktikkan sikap gotong royong yang masif dan solid. Saat pemerintah kewalahan menyalurkan bantuan-bantuan sosial, masyarakat secara sukarela menggalang dan menyalurkan bantuan pada pihak-pihak yang terdampak pandemi COVID-19. Saat pemerintah kekurangan alat-alat kesehatan, masyarakat sipil bergerak aktif membantu menyediakan alat-alat kesehatan. Tak heran jika Legatum Prosperity Index pada tahun 2019 mencatat bahwa Indonesia merupakan negara dengan partisipasi sipil dan sosial tertinggi di dunia. Artinya, gotong royong yang merupakan spirit utama Pancasila itu masih hidup bahkan semakin masif ketika negeri ini tengah menghadapi pandemi COVID-19.

Kemasifan gerakan gotong royong masyarakat Indonesia ini secara nyata menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila itu masih hidup dalam keseharian masyarakat Indonesia. Sejauh apapun para pengusung syariat Islam dan khilafah melambungkan #BahayaDiBalikRUUHIP dan #IslamSolusiAtasiPandemi di jagad twitter, ia tidak akan berpengaruh. Karena, Pancasila dengan spirit gotong royongnya akan terus hidup dan menghidupi bangsa Indonesia, walau bangsa ini tengah dilanda kiris besar, seperti pandemi COVID-19.

This post was last modified on 2 Juni 2020 3:11 PM

Muhammad Arif

Alumnus Pondok Pesantren al-Falah Jember yang saat ini dipercaya menjadi anggota majelis pembina Rayon PMII Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

20 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

20 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

20 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago