Categories: Keagamaan

Teroris Memutilasi Firman Allah dan Manusia

Fenomena sadisme yang dilakukan oleh kelompok teroris diawali dengan menanamkan kebencian dan menyebarkan permusuhan, mereka melakukan mutilasi pada dua hal; firman Allah dan Rasul-Nya dan memutilasi manusia yang tidak berdosa. Dalam memutilasi ayat agama, kelompok teroris memenggal habis ayat-ayat kebaikan, sehingga agama tampak begitu menakutkan. Sementara dalam memutilasi manusia, mereka menyiksa dan secara membabi buta membunuh sesama.

Aksi kriminal tersebut melampaui batas kejahatan yang pernah dilakukan manusia, bahkan melebihi aksi binatang ketika melumpuhkan mangsanya. Jika binatang memangsa binatang lainnya semata demi bertahan hidup, manusia memangsa manusia yang lain justru karena sudah bosan hidup. Kesadisan ini tentu bertentengan dengan prikemanusiaan, bahkan lebih kejam pula untuk ukuran prikebinatangan, karena manusia memiliki adab dan pikiran serta hati nurani yang seharusnya mampu mencegah manusia dari menjalanlkan hukum rimba.

Kekejaman yang lebih kejam daripada binatang sebagaimana disinggung diatas, pernah terjadi pada diri kaum Quraish usai perang Uhud. Para sahabat Rasulullah yang syahid seperti Hamzah bin abdul Muttalib mengalami nasib yang mengerikan karena kaum kafir Quraish yang dimotori oleh Hindung binti Utbah memotong telingaya, ia bahkan menyayat jantungnya karena dendam yang mendalam terhadap Hamzah bin Abdul Muttalib. Tidak hanya berhenti di situ, ia bahkan merusak jasadnya dan menjadikan telinga dan hidungnya sebagai gelang.

Jauh setelah itu, kita masih dipaksa untuk menyaksikan kembali kekejaman-kekejaman yang dilakukan manusia. Pada diri para teroris pemuja kekerasan, aksi-aksi kejam itu kembali dipertontonkan. Para teroris memutilasi banyak manusia yang tidak berdosa dengan dasar jihad yang tentu telah mereka putar balikkan. Mereka mengamalkan doktrin jihad yang diterima dan dipelajari secara sempit dari para guru yang merasa paling berhak menginterpretasi perintah jihad. Mereka mengartikan jihad sebatas perang (suci holy war). Ulama lainnya – menurut mereka – tidak memiliki kompetensi dalam menjelaskan konsep jihad secara utuh. Konsep jihad, takfiri, hijrah, syahid serta istilah lainnya tidak dipahami secara komprehensif, tidak dibaca secara tematis saat Allah swt berbicara tentang satu topik dalam al-Qur’an, demikian pula saat Rasulullah saw menjelaskan kepada para sahabat tentang konsep-konsep tersebut.

Kelompok radikalisme dan terorisme juga memutilasi ayat-ayat Allah swt, mereka membaca dan menafsirkan perintah jihad dari Allah swt tanpa memahami sebab turunnya ayat tersebut, jihad dimaknai sebatas aktifitas membantai musuh-musuh Tuhan di atas dunia. Kelompok teroris menghalalkan darah sesama saudara ciptaan Tuhan. Mereka beranggapan bahwa orang yang tidak mau jihad menegakkan agama Allah wajib ditumpas dari kehidupan dunia dengan menghalalkan segala macam cara. Demikianlah terjadi banyak aksi biadab yang dilakukan kelompok teroris. Hal tersebut tidak boleh dibiarkan terjadi pada generasi anak bangsa yang lainnya. Di sinilah tugas semua ulama, guru, mubalig dan para orang tua untuk menjelaskan lebih komprehensif banyak doktrin suci dalam alquran. Terjadinya mutilasi manusia oleh kelompok teroris didasari atas tafsiran dari ayat-ayat alquran yang juga telah dimutulasi.

Karenanya proses pembinaan dan pencerahan kepada generasi muda dalam semua level pendidikan menjadi strategi yang tepat dalam menjelaskan sejarah masa lalu, serta mengajarkan secara holistik konsep-konsep yang sering disalahgunakan oleh kelompok radikalisme. Generasi yang diharapkan adalah mereka yang memiliki pemahaman yang komprehensif, generasi yang tidak memutilasi firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW, karena ini dapat berakibat pada aksi biadab memutilasi manusia lain yang juga merupakan kekasih Allah SWT.

Irfan Idris

Alumnus salah satu pesantren di Sulawesi Selatan, concern di bidang Syariah sejak jenjang Strata 1 hingga 3, meraih penghargaan dari presiden Republik Indonesia pada tahun 2008 sebagai Guru Besar dalam bidang Politik Islam di Universitas Islam Negeri Alauddin, Makasar. Saat ini menjabat sebagai Direktur Deradikalisasi BNPT.

Recent Posts

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

3 jam ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

3 jam ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

4 jam ago

Mewaspadai Penumpang Gelap Perjuangan “Jihad” Palestina

Perjuangan rakyat Palestina merupakan salah satu simbol terpenting dalam panggung kemanusiaan global. Selama puluhan tahun,…

4 jam ago

Residu Fatwa Jihad IUMS; Dari Instabilitas Nasional ke Gejolak Geopolitik

Keluarnya fatwa jihad melawan Israel oleh International Union of Muslim Scholars kiranya dapat dipahami dari…

1 hari ago

Membaca Nakba dan Komitmen Internasional terhadap Palestina

Persis dua tahun lalu, untuk pertama kalinya dalam sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin 15…

1 hari ago