Narasi

Ulama Perempuan Keikutsertaan Menjaga NKRI

Mereka yang mendidik masyarakat dengan tulus serta tidak menimbulkan perpecahan dan kegelisahan sosial bisa dikatakan ulama. Tanggung jawab seorang ulama menurut Rais Am PBNU, KH. Ma’ruf Amin, ulama selain harus membina umat atau bangsa, mereka juga harus memikirkan keselamatan negara dari gangguan-gangguan orang tak bertanggung jawab. Tanggung jawab tersebut menurutnya sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. pada masanya. Yang selalu dipikirkan oleh Nabi Muhammad hingga akhir umatnya adalah umatnya.

Ulama bukan hanya terbatas laki-laki, tapi juga perempuan. Ulama perempuan juga turut berkontribusi atas dua tanggung jawab tersebut. Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) April tahun 2017 lalu, menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang menarik untuk meneguhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kongres yang diadakan di Pondok Pesantren Kebon Jambu Al-Islamy, Bbakan, Ciwaringin, Kabupaten Cirebon menghasilkan setidaknya tiga rekomendasi. Tiga rekomendasi tersebut meliputi masalah pernikahan usia anak, kekerasan seksual, serta kerusakan alam dalam konteks ketimpangan sosial.

Selama ini yang ada di bayangan masyarakat kalau berbicara tentang ulama adalah mengarah pada laki-laki. Padahal perempuan juga berpotensi untuk serta membangun bangsa ini. Jumlah ulama perempuan yang lebih sedikit dari ulama laki-laki menurut Husein Muhammad, bukanlah sesuatu yang esensial. Satu atau dua orang perempuan ulama menurutnya, sebenarnya sudah cukup untuk membuktikan bahwa perempuan tersebut memiliki potensi dan kualitas intelektual serta moral yang tidak selalu lebih rendah atau lebih lemah dari kaum laki-laki.

Ulama perempuan tidak hanya mencakup ruang domestik, melainkan juga pada ranah publik. Artinya perempuan tidak hanya merespons isu atau membicarakan persoalan rumah tangga, mereka berhak untuk mengkritisi kebijakan publik. Pun mereka juga berhak untuk mendidik masyarakat, bisa melalui lembaga pendidikan, media dan lain sebagainya. Peran perempuan dalam menjaga keselamatan bangsa diwujudkan setidaknya oleh dengan adanya Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI). Walaupun tanpa dipungkiri bahwa peran ulama perempuan zaman dulu juga sangat berarti.

Berkontribusi untuk Negara

Tugas yang bisa diemban oleh ulama perempuan selain mendidik masyarakat tentang ilmu agama, adalah mengajarkan mengajarkan pernikahan pada usia yang matang, tidak terjerumus pada kekerasan seksual. Selain itu juga ikut menjaga alam untuk mengurangi ketimpangan sosial. Sesuai dengan mandat KUPI, ulama perempuan setidaknya bisa mendidik masyarakat melalui tiga hal tersebut.

Ulama perempuan mengajar ilmu keagamaan yang berupa mendidik baca tulis Al-Qur’an adalah menjadi kewajibannya sebagai orang yang berilmu. Tugas ulama perempuan dalam ranah ruang publik perlu juga digalakkan untuk mengontrol kebijakan negara yang tidak berperspektif gender. Ulama perempuan juga tidak menutup kemungkinan ikut serta melaksanakan tanggung jawab ulama seperti yang dikatakan oleh KH. Ma’ruf Amin. Tanggung jawab yang sudah dikatakan sebelumnya adalah harus membina umat dan harus menjaga keselamatan negara dari gangguan-gangguan orang yang tidak bertanggung jawab.

Ulama perempuan sedikit banyak juga berkontribusi terhadap negara. Seperti halnya laki-laki, ulama perempuan ikut serta dalam memperbaiki moralitas masyarakat. Tanpa disadari, kita berhutang budi banyak terhadap para ulama atas jasanya mendidik masyarakat baik soal ilmu agama ataupun moralitas. Tanggung jawab ulama memang untuk menjaga perdamaian masyarakat, bukan justru menjadi provokator di masyarakat.

Seorang yang dianggap ualama berdakwah disertai dengan ujaran kebencian akan membawa jamaahnya pada pertikaian. Bukan pertikaian dirinya sendiri dengan orang lain, melainkan pertikaian kelompok satu dengan kelompok lainnya. Ia tidak hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri, melainkan bertanggung jawab terhadap jamaahnya.

Apabila seorang berdakwah dengan ujaran kebencian, kemudian jamaahnya terprovokasi maka menjadi amal jariah yang buruk baginya. Ia telah menyalakan api kebencian kelompoknya terhadap kelompok lainnya. Ia juga salah satu menjadi sebab perpecahan antar kelompok.

This post was last modified on 2 April 2018 10:39 AM

Nita Indrawati Nainawa

View Comments

Recent Posts

Islamic State dan Kekacauan Kelompok Khilafah Menafsirkan Konsep Imamah

Konsep imamah adalah salah satu aspek sentral dalam pemikiran politik Islam, yang mengacu pada kepemimpinan…

1 hari ago

Menelaah Ayat-Ayat “Nation State” dalam Al Qur’an

Mencermati dinamika politik dunia Islam adalah hal yang menarik. Bagaimana tidak? Awalnya, dunia Islam menganut…

1 hari ago

Menghindari Hasutan Kebencian dalam Praktik Demokrasi Beragama Kita

Masyarakat Indonesia sudah selesai melaksanakan pemilihan presiden bulan lalu, akan tetapi perdebatan tentang hasilnya seakan…

1 hari ago

Negara dalam Pandangan Islam : Apakah Sistem Khilafah Tujuan atau Sarana?

Di dalam fikih klasik tidak pernah dibahas soal penegakan sistem khilafah, yang banyak dibahas adalah…

2 hari ago

Disintegritas Khilafah dan Inkonsistensi Politik Kaum Kanan

Pencabutan izin terhadap Hizbut Tahrir Indonesia dan Front Pembela Islam ternyata tidak serta merta meredam propaganda khilafah dan wacana…

2 hari ago

Kritik Kebudayaan di Tengah Pluralisasi dan Multikulturalisasi yang Murah Meriah

Filsafat adalah sebuah disiplin ilmu yang konon mampu menciptakan pribadi-pribadi yang terkesan “songong.” Tempatkan, seumpamanya,…

2 hari ago