Keberadaan praktik terorisme masih saja menghantui Indonesia. Biasanya praktik ini bersumber dari pemahaman yang radikal. Mereka mengaku, tindakan mereka sudah tepat karena berlandaskan teks-teks agama. Padahal, mereka memandang teks tanpa memahami konteksnya. Seperti ayat perang yang mereka gunakan secara serampangan. Padahal kondisi lingkungannya sudah aman dan damai.
Dari sinilah urgensi pandangan moderat dalam berkehidupan bermasyarkat. Yakni tidak terlalu ekstrem mengandalkan teks dan tidak juga terlalu mengandalkan nalar akal. Demikianlah ajaran Islam, yakni mengedepankan sikap wasathiyah atau moderat. Hal ini sudah dicontohkan oleh para ulama, seperti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari yang memadukan teks dan akalnya. Begitu pula yang dilakukan oleh Imam Syafi’I yang memakai teks dan nalar dalam menemukan hukum.
Demikian juga telah dicontohkan oleh pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU), yakni K.H. Hasyim Asy’ari. Beliau memadukan antara agama dan nasionalisme. Hal ini dilakukan untuk menengahi dua kutub ekstrem, yaitu golongan yang mengandalkan nasionalisme saja dan golongan yang mengunggulkan fanatisme buta agamanya.
Menurut Imam Ghazali nasionalime dan agama seperti dua sisi mata uang, yang apabila salah satu tidak ada, maka sama dengan ketiadaan keduanya. Agama Islam memerlukan tanah air untuk lahan dakwah, sedangkan tanah air memerlukan siraman nilai agama supaya tanah tidak kering dan tandus. Demikianlah korelasi simbosis mutualisme yang indah.
Wasathiyah berbentuk Keadilan
Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 143, bahwa : “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…”
Menurut Ahmad Mustofa Al-Maraghi menafsirkan ayat tersebut, bahwa Allah menjadikan orang-orang muslim sebagai orang-orang pilihan dan berkeadilan. Sebab, umat muslim bukan umat yang berlebihan dalam beragama, juga bukan umat yang sembrono dalam menunda-nunda urusan agama.
Sedangkan dalam kitab Sofwatu al-Tafasir karya Syekh Muhammad Ali Al-Shabuni menerangkan, bahwa sebaik-baik itu paling tengah di antaranya (awsath). Adapun kekurangan dan berlebihan adalah perilaku tercela. Beliau juga mengutip dari Imam al-Thabari, bahwa kata wasath dalam pembicaraan orang arab memiliki arti pilihan dan ada juga yang mengartikan adil.
Urgensi Da’i
Peran da’i dalam menggemakan moderasi beragama dan menangkal terorisme sangatlah penting. Sebab, masyarakat Indonesia terkenal masarakat yang sangat religius, sangat berpegang teguh pada ajaran agama, sehingga petuah yang disampaikan da’i akan sangat mempengaruhi dalam kehidupanya.
Oleh karena itu, upaya da’i dalam menggaungkan moderasi beragama harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat, sebagai upaya untuk penyejahterakan masyarakat. Sebab, dengan berpandangan moderat yang meliputi pemahaman atas ilmu kuat dan pengalaman maksimal akan membentuk masyarkat hidup tenang tanpa kekhawatiran. Sehingga akan melahirkan semangat dalam beraktivitas, produktivitas, dan kesejahteraan akan teraalisasi.
Wallahu a’lam bi ash-showab
This post was last modified on 25 Mei 2023 5:09 PM
Konflik adalah bagian yang tak terelakkan dari kehidupan manusia. Perbedaan pendapat, kepentingan, keyakinan, dan bahkan…
Dua kasus ketegangan umat beragama baik yang terjadi di Rumah Doa di Padang Kota dan…
Banyak yang berbicara tentang jihad dan syahid dengan semangat yang menggebu, seolah-olah Islam adalah agama…
Dalam waktu yang nyaris bersamaan, terjadi aksi kekerasan berlatar isu agama. Di Sukabumi, kegiatan retret…
Ormas radikal bisa menjadi faktor yang memperkeruh harmoni kehidupan berbangsa serta menggerogoti spirit kebhinekaan. Dan…
Propaganda kekerasan berbasis agama seolah tidak pernah surut mewarnai linimasa media sosial kita. Gejolak keamanan…