Narasi

UU Terorisme: Membasmi Bibit Terorisme di Bumi Pertiwi

Terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime). Kejahatan ini berbahaya bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan korbannya pun menyasar siapa saja. Ancaman terorisme saat ini begitu nyata dan mengerikan. Bagaimana tidak, rentetan aksi terorisme beberapa waktu lalu membuat keresahan masyarakat. Kericuan di Mako Brimob Kelapa Dua yang menghebohkan publik. Ini adalah salah satu bukti sahih, bahwa kejahatan terorisme bisa terjadi di mana saja, di markas milik polisi sekalipun. Kemudian disusul oleh teror yang terjadi di Surabaya (13/5). Para teroris menebarkan teror dengan bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya. Selang beberapa hari kemudian, meledaknya bom di Rusunawa di Sidoarjo, hingga penyerangan ke Mapolda Riau.

Mengingat demikian berbahaya kejahatan terorisme ini, maka kita harus diantisipasi sejak dini. Bibit-bibit terorisme harus dibasmi sampai keakar-akarnya. Diantara bibit terorisme yang sangat berbahaya ialah ujaran kebencian (hate spech) yang selalu berkeliaran di masyarakat kita ini. Ujaran kebencian dewasa ini tak hanya menyasar melalui dunia nyata saja, melainkan juga sudah merambah demikian masif ke ruang virtual atau dunia maya. Padahal, sebagaimana kita pahami bahwa ujaran kebencian yang saat ini kerap muncul di ruang virtual, seperti media sosial (medsos) sangat rentan berpotensi menjadi virus terorisme. Karenanya, ruang gerak medsos patut mendapat kontrol dan juga pengawasan sejak dini, supaya potensi bahaya radikalisme tidak berkembang biak hingga berujung pada aksi tindakan terorisme.

Mengingat hal yang demikian UU Terorisme yang telah disahkan haruslah menyasar ke segala penjuru termasuk ruang virtual, termasuk menintak bibit-bibit terorismenya. Pemerintah, aparat, dan segenap masyarakat harus bersatu, bahu membahu mengamati pergerakan ujaran kebencian di berbagai portal virtual dan medsos. Ini patut menjadi perhatian serius, mengingat sekarang ini banyak bertebaran konten-konten di medsos yang meresahkan. Apalagi, menjelang perhelatan akbar Pilkada dan Pilpres, berbagai ujaran kebencian berbalut perang hastag semakin merebak. Para mafia politik tak segan-segan untuk menyerang lawannya dengan berbagai bentuk ujaran kebencian seperti cyber war atau hastag kebencian. UU Terorisme harus hadir layaknya “Macan yang kuat taringnya”. Itu artinya, tidak hanya bagus secara konsep, tetapi juga level penerapan dan penindakan di lapangan haruslah dilakukan secara tegas. Sudah saatnya bangsa ini peduli akan keutuhan NKRI dengan berupaya membumihanguskan terorisme di Bumi Pertiwi sampai ke akar-akarnya, termasuk juga bibit-bibitnya.

Para generasi bangsa harus giat melawan ujaran kebencian dengan ujaran kasih sayang. Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, kita pasti sangat aktif dalam mengikuti perkembangan TIK, terutama media sosial seperti instagram, whatsaap, twiter, facebook, dan lain-lain. Sebagaimana pengalaman yang sudah-sudah, bahwa berbagai ruang medsos itu adalah lahan subur tumbuhnya ujaran kebencian. Karena berbagai ancaman ujaran kebencian muncul di sana, maka harus kita lawan dengan menggencarkan ujaran kasih sayang. Artinya, ujaran kasih sayang juga harus disebarkan dengan sangat masif ke ruang-ruang media sosial tersebut. Jika ada ujaran kebencian yang susah diredam, maka segera dilaporkan untuk ditindak sesuai dengan UU ITE atau UU Terorisme.

Disamping itu, juga mensosialisasikan kepada masyarakat secara luas agar tidak boleh terpengaruh, apalagi terprovokasi dari ujaran kebencian atau hal-hal jahat dari media yang akan mengganggu dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Perlu diwaspadai bahwa sebagaimana diungkapkan Menko Polhukam, Wiranto bahwa ancaman dan bibit terorisme ini sudah berubah. Ancamannya lebih murah, tidak diketahuan, tidak kelihatan tetapi telak. Misalnya saja, aksi radikalisme, terorisme, menyebarkan virus-virus ujaran kebencian sehingga bangsa itu pecah sendiri, radikalisasi paham-paham baru, dan proxy war yang menggunakan tangan orang lain untuk menyerang negara Indonesia dengan cara-cara yang halus.

Mengingat berbagai ancaman dari bibit-bibit terorisme tersebut demikian kompleks, maka sudah saatnya kita gencarkan ujaran kebaikan, terlebih di ruang-ruang virtual. Harapannya dengan disahkannya UU Terorisme akan mampu menumpas Terorisme dan bibit-bibitnya sampai tuntas ke akar-akarnya, semoga.

This post was last modified on 28 Mei 2018 12:09 PM

Suwanto

Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM

View Comments

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

9 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

9 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

9 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago